Persepsi warga soal bahaya Covid-19 belum seragam. Masih warga ada yang menganggap pandemi akan berlalu dengan sendirinya. Padahal, penanganan pandemi butuh kerja sama berbagai pihak, termasuk warga masyarakat.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan Covid-19 di sejumlah daerah terkendala rendahnya kepatuhan warga terhadap protokol kesehatan. Pengabaian protokol kesehatan oleh warga pada akhirnya berdampak pada potensi penyebaran virus yang semakin luas. Inilah salah satu yang mengakibatkan pandemi Covid-19 di Indonesia semakin sulit diatasi.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, Dinkes DKI Jakarta menemukan bahwa persepsi warga soal bahaya Covid-19 belum seragam. Masih ada yang menganggap pandemi akan berlalu dengan sendirinya. Padahal, penanganan pandemi butuh kerja sama berbagai pihak, termasuk masyarakat.
”Kita belum aman. Covid-19 masih jadi ancaman. Pandemi tidak akan selesai hanya dengan peran jajaran (tenaga) kesehatan atau pemerintah saja. Kita harus bahu-membahu menanganinya, segenap elemen masyarakat, institusi pendidikan, pemerintah, dan lainnya,” kata Widyastuti melalui pertemuan tanpa tatap muka, Rabu (5/8/2020).
Pemprov DKI Jakarta melalui satuan polisi pamong praja (satpol PP) mengawasi jalannya protokol kesehatan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Masa Transisi.
Warga yang melanggar akan dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp 250.000. Ada pula sanksi lain, yakni membersihkan sejumlah fasilitas umum sambil mengenakan rompi bertuliskan ”Pelanggar PSBB”.
Mengutip pemberitaan Kompas.com, satpol PP mencatat, denda pelanggaran PSBB lebih dari Rp 2,47 miliar. Denda yang terkumpul pada PSBB periode dua hingga PSBB transisi diserahkan ke kas daerah.
Selain denda perseorangan, denda juga dikenakan kepada pengusaha yang melanggar protokol kesehatan. Pelanggaran terbanyak ialah soal aturan mengenakan masker di luar rumah.
Sebelumnya pada 26 Juli 2020, Satpol PP menyatakan denda yang terkumpul dari pelanggar PSBB sebanyak Rp 1,1 miliar. Angka ini terdiri dari denda individu (Rp 664 juta), denda tempat atau fasilitas umum (Rp 264 juta), dan denda kegiatan sosial budaya (Rp 171 juta) (Kompas, 26/7/2020).
Di sisi lain, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Utara Riadil Akhir Lubis mengatakan, daerahnya juga mengalami kendala serupa. Protokol kesehatan masih kerap dilanggar sehingga petugas penegak kedisiplinan publik diturunkan.
”Tantangan kami adalah agar protokol kesehatan dipatuhi warga. Maka, penegakan kedisiplinan harus ada. Kami melakukan pendekatan ke warga, misalnya ke-46 pasar tradisional di sini. Kami tidak akan bosan mengingatkan soal protokol kesehatan setiap hari,” ucap Riadil.
Tantangan kami adalah agar protokol kesehatan dipatuhi warga. Maka, penegakan kedisiplinan harus ada. Kami melakukan pendekatan ke warga. (Riadil Akhir Lubis)
Menyikapi hal itu, Widyastuti mengajak semua individu menjadi agen perubahan di lingkungan sekitarnya. Individu yang paham bahaya Covid-19 diharap mengingatkan orang-orang terdekat untuk melindungi diri dan orang lain.
”Jangan sampai tertular atau menjadi sumber penularan (dengan tidak mengenakan masker). Tetap lakukan protokol kesehatan. Pakai masker, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta hindari kerumunan,” kata Widyastuti.
Sejumlah pihak mengatakan bahwa penyebaran berita bohong soal Covid-19 berkontribusi membuat warga abai pada pandemi. Berita bohong, khususnya yang keluar dari pesohor, dipandang sebagai justifikasi bagi masyarakat untuk melanggar Covid-19.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, ada 850 hoaks mengenai Covid-19 selama 23 Januari hingga 15 Juni 2020. Hoaks menyebar melalui media sosial dan aplikasi percakapan.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indo (PP PPNI) Harif Fadhillah mengatakan, berita bohong akan menghambat penanganan Covid-19. Masyarakat yang abai protokol kesehatan rentan terpapar virus korona baru. Akibatnya, kasus positif Covid-19 bakal terus meningkat. Hal ini memengaruhi beban tenaga kesehatan dalam melayani pasien Covid-19.
”Kita harus rasional dan mengedepankan fakta. Faktanya, Covid-19 ada di hampir semua negara. Jumlah korban meninggal di Indonesia lebih dari 5.000 orang,” katanya.