Diuji Coba Pekan Depan, Tarif Bus Bantuan di Stasiun KRL Rp 15.000 Dinilai Terlalu Mahal
Upaya mengurai kepadatan di Stasiun Bogor, Kota Bogor, terus dilakukan dengan menambah bus bantuan. Namun, rencana mematok tarif Rp 15.000 per orang sekali jalan menuju Jakarta atau rute sebaliknya dinilai terlalu mahal.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah Kota Bogor bersama BUMN Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek menambah jumlah bus untuk warga Kota Bogor yang berkerja di DKI Jakarta. Menurut rencana, mulai Senin, penumpang akan dikenai tarif sebesar Rp 15.000. Namun, tarif tersebut dinilai terlalu mahal.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, di tengah masa pandemi Covid-19, kebutuhan transportasi yang aman sangat penting bagi masyarakat Kota Bogor yang sehari-hari beraktivitas dan bekerja di DKI Jakarta. Selain kereta rel listrik, perlu ada moda transportasi alternatif agar tidak terjadi kepadatan di Stasiun Bogor.
Untuk itu, kata Dedie, Pemkot Bogor berkerja sama dengan BUMN Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (Perum PPD) dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan menambah bus dan menguji coba Jabodetabek Residence Connexion (JRC) di Perumahan Taman Sari Persada Bogor, Jalan Taman Sari Persada, Kecamatan Tanah Sareal, Kamis (30/7/2020).
”Mulai 3 Agustus 2020 ada alternatif sistem transportasi yang aman sampai ke Jakarta dari Kota Bogor dan sebaliknya. Dengan adanya sistem alternatif moda transportasi ini, diharapkan penyebaran Covid-19 di Kota Bogor dapat lebih terkendali. Kenyamanan dan keamanan perlu diperhatiakan,” Kata Dedie, Kamis (30/7/2020).
Jabodetabek Residence Connexion melayani rute Taman Sari Persada-Blok M dan Taman Sari Persada-Juanda serta sebaliknya. Untuk uji coba, Perum PPD menyediakan lima bus dengan kapasitas 50-70 persen dari total kapasitas. Selama masa uji coba, setiap penumpang dikenai tarif Rp 15.000.
Layanan Jabodetabek Residence Connexion dibagi dalam tiga waktu pemberangkatan pada pagi hari, yaitu pukul 05.30, 06.00, dan 09.00. Sementara itu, waktu pulang dari Blok M dan Juanda pada pukul 16.30, 17.20, dan 20.00.
Direktur Perum PPD Pande Putu Yasa menuturkan, rute Taman Sari Persada-Blok M dan Taman Sari Persada-Juanda merupakan rute pertama. Ke depan, Perum PPD akan menambah jumlah rute.
”Sementara di Bogor masih dua rute. Ke depan, kami usulkan 27 trayek ke BPTJ dan berharap bisa diisi semua sehingga mampu mengurangi penumpukan penumpang kereta listrik,” ujar Pande.
Ke depan, kami usulkan 27 trayek ke BPTJ dan berharap bisa diisi semua sehingga mampu mengurangi penumpukan penumpang kereta listrik.
Tarif mahal
Terkait tarif layanan Jabodetabek Residence Connexion sebesar Rp 15.000, menurut Kepala Dinas Perhubungan Kota Bogor Eko Prabowo, tarif seharusnya tidak lebih mahal dari tarif KRL.
”Tarif yang bakal dipatok terlalu tinggi dibandingkan dengan tarif commuter line. Harga tiket bus tak boleh lebih mahal dari commuter line. Tujuan dari bus ini, kan, untuk mengurangi kepadatan penumpang di Stasiun Bogor,” kata Eko.
Ia menambahkan, Kementerian Perhubungan berencana menyediakan 100 bus untuk 100 perjalanan dengan sistem selang 5-10 menit tiap pemberangkatan.
”Jadi, nanti sistemnya selang 5-10 menit bus bisa berangkat dengan jumlah perjalanan 100 keberangkatan. Kemungkinan untuk rute bisa kita samakan dengan rute bus gratis kemarin atau point to point,” ujarnya.
Sementara itu, Farinda Aulia (32), warga Kota Bogor yang kerap menggunakan KRL, menganggap bantuan bus di saat pandemi Covid-19 cukup membantu dan memberikan alternatif saat terjadi kepadatan di Stasiun Bogor setiap Senin.
”Senin itu selalu padat. Jadi, beberapa minggu lalu ada alternatif transportasi, tetapi kurang banyak bus dan jam keberangkatannya. Semoga Senin besok lebih banyak biar enggak antre panjang,” kata Aulia.
Terkait wacana tarif bus Rp 15.000, Aulia tidak setuju dan menilai itu terlalu tinggi. Jika tarif tersebut diberlakukan pada Senin besok, ia tak akan naik bus. ”Lah, tarif KRL saja Rp 6.000, pergi-pulang Rp 12.000. Jika tarif bus Rp 15.000, saya enggak mau naik, itu terlalu mahal,” ucapnya.
Tarif KRL saja Rp 6.000, pergi- pulang Rp 12.000. Jika tarif bus Rp 15.000, saya enggak mau naik, itu terlalu mahal.