Pembatasan Sosial Transisi Tidak Efektif Menahan Laju Penularan Virus
Data kasus Covid-19 menyiratkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di Jakarta belum efektif menekan transmisi lokal. Epidemiolog menilai, masalah besar ada pada laju mobilitas warga yang tak terkendali.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berlakunya pembatasan sosial berskala besar atau PSBB transisi sejak 5 Juni 2020 silam belum menunjukkan penurunan kasus Covid-19. Kalangan epidemiolog menilai penerapan kebijakan ini belum efektif di Jakarta karena laju penularan belum dapat dikendalikan. Saat ini dibutuhkan langkah pembatasan yang lebih ketat.
Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko menilai, situasi transmisi lokal yang hingga memasuki akhir Juli 2020 justru semakin parah. Hanya pada masa PSBB transisi, lonjakan kasus harian terus memecahkan rekor tertinggi hingga 584 kasus per 29 Juli.
Kondisi peningkatan juga tecermin lewat jumlah pemeriksaan kasus dan angka positif Covid-19 dari total yang diperiksa (positivity rate). Setidaknya selama tiga pekan terakhir, angka positivity rate berada di atas batas aman yang ditentukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 5 persen.
”Belum ada tanda tren kasus Covid-19 menurun hingga pekan ini. Sejumlah data indikator milik pemerintah menyiratkan PSBB transisi belum efektif menekan pandemi Covid-19,” ujar Tri saat dihubungi pada Kamis (30/7/2020) siang.
Kondisi di Jakarta juga kian parah karena per 29 Juli, seluruh wilayah kelurahan di Jakarta memiliki pasien positif Covid-19. Dari total 267 kelurahan, Kelurahan Pademangan Barat, Pademangan, Jakarta Utara, memiliki kasus terbanyak dengan jumlah 274 pasien positif.
Tri menekankan, sejumlah tren lonjakan kasus itu hanya terjadi saat PSBB transisi. Pada masa berakhirnya perpanjangan PSBB transisi mulai 31 Juli, sebaiknya pemerintah kembali menekan laju mobilitas warga serta kepatuhan terhadap protokol kesehatan.
”Penularan kasus terus terjadi karena tidak ada pembatasan yang ketat di sejumlah wilayah, terutama yang menjadi zona merah. Kalau seluruh kelurahan di Jakarta saat ini telah terpapar Covid-19, ya, artinya mungkin kita harus kembali mengetatkan PSBB,” kata Tri.
Data kluster penularan DKI Jakarta per 29 Juli menunjukkan adanya transmisi lokal dari permukiman. Ada 283 kluster komunitas warga dengan 1.178 kasus. Pasien kluster ini bertemu dalam satu tempat yang lebih kurang sama.
Belakangan juga mencuat kluster penularan di perkantoran. Per 29 Juli, ada 90 kluster dengan total 459 kasus. Angka ini bertambah paling banyak saat berlaku PSBB transisi.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menuturkan, perlu ada evaluasi terhadap PSBB transisi saat ini. Masalah kepatuhan protokol kesehatan adalah yang paling krusial agar tidak bermunculan kluster baru.
”Pemerintah harus lebih aktif dalam meningkatkan kepatuhan protokol kesehatan. Karena dalam situasi sebagian orang yang melakukan mobilitas untuk bekerja, protokol kesehatan kerap diabaikan,” ujar Ede.
Selain itu, lonjakan kasus yang masif juga mensyaratkan layanan kesehatan yang mumpuni. Jangan sampai ada pasien yang sebenarnya kritis, tetapi tidak ditangani secara cepat.
Tim pakar satuan tugas penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, juga mengingatkan pelacakan kluster penularan yang berskala kecil di pelayanan kesehatan. Jangan sampai layanan kesehatan justru menjadi kluster penularan yang lain.
”Ini sudah mulai alarming, peringatan, harus ada kesadaran dari warga Jakarta, yaitu agar tetap patuh menerapkan disiplin protokol kesehatan,” kata Dewi.
Dalam konferensi pers daring Kamis malam, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk memperpanjang lagi masa PSBB transisi hingga 13 Agustus mendatang. Hal itu juga didasarkan pada data yang menunjukkan kondisi saat ini sama sekali belum membaik.
Sepekan terakhir, ia menyebut angka positivity rate sebesar 6,5 persen. Dia memastikan persentase itu akurat karena jumlah tes yang masif di Jakarta. ”Dengan mempertimbangkan semua kondisi, maka Pemprov DKI memutuskan untuk kembali memperpanjang PSBB transisi ketiga kalinya sampai dengan tanggal 13 Agustus 2020,” ujar Anies.
Dengan perpanjangan PSBB transisi, kegiatan harus terus mengikuti protokol kesehatan yang ada. Anies juga menyatakan kewaspadaannya terhadap kluster perkantoran. Pemprov DKI memastikan ada hukuman bagi perkantoran yang melanggar protokol kesehatan.
”Dalam dua minggu terakhir ini, kluster perkantoran menjadi salah satu tempat utama bermunculannya kasus baru. Saya ingatkan kepada semua dunia usaha. Boleh berkegiatan apabila kantor terisi separuh kapasitas, menerapkan protokol kesehatan, dan sif secara bergantian,” ujarnya.