PSBB Tangerang Raya Dilanjutkan, Pengawasan Protokol Kesehatan Krusial
Penerapan protokol kesehatan hanya pada penggunaan masker, sedangkan jaga jarak, kerumunan massa, hingga fasilitas cuci tangan luput dari perhatian.
TANGERANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Banten kembali memperpanjang pembatasan sosial berskala besar atau PSBB ketujuh di Tangerang Raya sesuai kondisi di daerah masing-masing, 26 Juli hingga 8 Agustus 2020. Namun, perpanjangan masa PSBB ini dinilai tidak akan berhasil jika pemerintah tidak mengawasi kepatuhan protokol kesehatan secara sungguh-sungguh.
Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan, hasil rapat evaluasi PSBB keenam wilayah Tangerang Raya, Sabtu (25/7/2020), menyepakati untuk memperpanjang dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat, salah satunya ekonomi tetap berjalan. Selain itu, perpanjangan ditetapkan karena kasus penularan di Tangerang, Banten, merupakan kasus yang masuk dari daerah lain.
”Target Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Banten adalah masyarakat Banten sadar protokol kesehatan. Masyarakat Banten sadar tanggung jawabnya. Prinsip awalnya untuk membawa Banten menjadi zona hijau serta memperketat pengawasan. Jangan sampai diberi kelonggaran menjadi pelanggaran,” kata Wahidin melalui keterangan tertulis, Sabtu (25/7/2020).
Konsekuensi pelonggaran pembatasan sosial harus dibarengi dengan pengawasan ketat, tetapi di lapangan tidak dilakukan. (Tri Yunus)
Baca juga : Wajah Pengawasan Petugas dan Kedisiplinan Warga pada Protokol Kesehatan di Ruang Publik
Wahidin menuturkan, masih ada sejumlah warga yang belum sadar sehingga pelaksanaan PSBB harus menjadi perhatian serius, salah satunya dengan penegakan hukum. Ketentuan perpanjangan masa PSBB disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing di Tangerang Raya.
Wahidin menekankan, karantina dan deteksi awal Covid-19 bagi penduduk yang datang dari luar Provinsi Banten perlu dilakukan untuk menekan penularan dan mencegah munculnya kluster baru.
Sementara itu, Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengatakan, PSBB tetap dilanjutkan dengan masih adanya pelonggaran-pelonggaran yang diberikan untuk aktivitas masyarakat. Dengan catatan, seluruh komponen mematuhi protokol kesehatan secara ketat.
Adapun aspirasi dari masyarakat meliputi adanya pelonggaran dalam bidang seni dan budaya untuk kegiatan resepsi, wahana bermain anak, tempat wisata dan tempat hiburan, serta pembukaan sekolah maupun kampus.
Zaki berharap perpanjangan PSBB semakin meningkatkan sikap disiplin warga. Ia menilai, dengan beberapa kelonggaran, kedisiplinan masyarakat cenderung menurun. ”Kebijakan perpanjangan PSBB perlu diambil agar masyarakat bisa terus disiplin dengan protokol kesehatan,” kata Zaki.
Zaki mengklaim kasus penularan dan penyebaran Covid-19 di Kabupaten Tangerang sudah menurun. Namun, lonjakan kasus dikhawatirkan bisa terjadi, terutama dari imported case atau kasus penularan dari luar, seperti dari Jakarta yang saat ini menjadi zona merah, serta aktivitas di Bandara Soekarno-Hatta.
”Dengan PSBB diperpanjang, diharapkan kita meningkatkan kedisiplinan masyarakat. Kita juga sangat mengkhawatirkan terjadinya kasus impor dari DKI Jakarta karena Kabupaten Tangerang maupun Tangerang Raya sangat berdekatan dengan DKI Jakarta,” kata Zaki.
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengatakan, terkait PSBB, Kota Tangerang mengikuti arahan Pempprov Banten. Kota Tangerang telah melakukan pengawasan ketat, memberikan izin operasi bagi rumah ibadah yang telah menerapkan protokol kesehatan, serta mengizinkan mal, pusat perbelanjaan, restoran, dan kafe yang sudah menerapkan protokol kesehatan untuk kembali beroperasi. Izin operasi dan kembalinya aktivitas warga di tengah pandemi Covid-19 harus diambil demi roda perekonomian masyarakat berjalan.
Baca juga : Denda Tak Membuat Warga Gentar
”Tugas kami tentu harus terus mengingatkan bahwa pandemi ini belum berakhir dan ada di tengah kehidupan kita. Kepatuhan protokol kesehatan harus dijalankan. Namun, roda ekonomi juga perlu kembali berjalan. Tentu kami akan mengawasi kepatuhannya. Ini syarat mutlak yang harus dilakukan jika ingin berkegiatan,” tutur Arief.
Untuk itu, menurut Arief, pada masa perpanjangan PSBB ketujuh, Pemkot Tangerang akan semakin menggalakkan gerakan Aman Bersama di 104 kelurahan dengan membuat sekitar 200 titik pos pengawasan kepatuhan protokol kesehatan. ”Gerakan Aman Bersama sudah jalan, sudah ada aplikasinya. Jadi, ini gerakan bersama. Kita pantau kepatuhan protokol kesehatan. Kami razia jika ada yang tak patuh,” lanjut Arief.
Tidak hanya gerakan Aman Bersama, kata Arief, Kota Tangerang masih memberlakukan pembatasan sosial berskala lokal (PSBL) untuk wilayah RW zona rawan atau merah. Berdasarkan data Gugus Tugas Covid-19 Kota Tangerang per 24 Juli 2020, total zona hijau sebanyak 257 RW, zona kuning 40 RW, dan zona merah 5 RW. Rasio lacak isolasi mencapai 54,5 persen, per 1 kasus positif terdapat sekitar 55 orang kontak erat terlacak.
”RW yang statusnya rawan masih kami awasi, kami berlakukan PSBL. Hingga minggu ke-20, positivity rate 0,1. Nilai Rt kota Tangerang 0,64, menunjukkan kurva kasus menurun. Kami juga masifkan tes PCR, saat ini sudah mencapai 8.136 tes. Pemeriksaan PCR kami tertinggi di Provinsi Banten. Targetnya sebanyak mungkin tes PCR. Memang reagen kami terbatas, semoga ada bantuan dari pemerintah pusat,” tuturnya.
Adapun Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany mengatakan, perpanjangan PSBB memfokuskan pada kedisiplinan masyarakat. Pemkot akan terus berusaha meyakinkan masyarakat bahwa protokol Covid-19 bukan hanya peraturan, melainkan menjadi kebiasaan baru yang harus dilakukan, serta mengikuti keputusan pelaksanaan PSBB dengan tetap memastikan kesadaran masyarakat terus meningkat.
Hingga perpanjangan masa PSBB ketujuh, Pemkot Tangerang Selatan belum akan menerapkan sanksi denda bagi warga yang tidak patuh. Wakil Wali Kota Tangerang Selatan mengatakan, pihaknya lebih mengedepankan langkah edukatif ketimbang memberikan denda kepada masyarakat.
Kasus positif bertambah
Di Kota Bogor, kasus positif Covid-19 sudah mencapai 251 orang. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno mengatakan, jumlah pasien terkonfirmasi positif bertambah delapan kasus.
Penambahan jumlah kasus positif ini berasal dari satu keluarga di wilayah Pasir Mulya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Satu keluarga itu terpapar dari ayahnya sepulang dari Kediri, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
”Pasien tersebut mengalami demam hingga akhirnya meninggal dan menularkan kepada lima anggota keluarganya yang terdiri dari anak, menantu, dan dua cucu. Ayah dan anak meninggal. Kami sudah tracking. Hasilnya 97 orang melakukan kontak erat dengan keluarga tersebut. Sebanyak 95 orang telah dilakukan tes usap dan hasilnya delapan orang positif,” papar Sri.
Saat ini, menurut Sri, pihaknya masih terus melakukan tracking di lingkungan rumah maupun tenaga kesehatan yang pernah merawat pasien positif dan dikunjungi oleh satu keluarga yang terpapar. Sementara mereka yang terkonfirmasi positif Covid-19 sudah diisolasi di rumah sakit rujukan.
Pengawasan longgar
Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunus Miko Wahyono mengatakan, perpanjangan masa PSBB atau penerapan masa PSBB di Jabodetabek sangat kontradiktif dalam upaya menekan penularan virus Covid-19.
”Penerapan PSBB itu tidak ada istilah transisi, apalagi pelonggaran. Jika ada pelonggaran, itu artinya bukan PSBB. Ini kekeliruan dari pemerintah yang menyebabkan warga bingung dan bosan sehingga abai terhadap kepatuhan protokol kesehatan,” katanya.
Menurut Tri, keran ekonomi memang penting dibuka, tetapi pengawasan protokol kesehatan juga harus ketat dilakukan. Pengawasan ketat terutama di wilayah zona merah yang selama ini masih luput. Warga merasa perlu kembali beraktivitas karena faktor ekonomi, padahal daerahnya masuk zona merah. Akhirnya, kondisi itu berpotensi menularkan virus, apalagi jika tidak ada tes kesehatan oleh pemerintah. Ini salah satu yang menyebabkan lonjakan kasus positif di Jabodetabek.
Tri menilai, konsekuensi pelonggaran pembatasan sosial harus dibarengi dengan pengawasan ketat, tetapi di lapangan tidak dilakukan. ”Tidak bisa sekadar dari kesadaran masyarakat. Ini tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah abai melindungi warga,” katanya.
Tidak hanya itu, keabaian dan kesalahan pemerintah juga pada pengawasan protokol kesehatan yang hanya sebatas penggunaan masker. Protokol kesehatan seperti jaga jarak, kerumunan massa, dan fasilitas cuci tangan tidak diperhatikan dan tidak diawasi.