Pemerintah Mendesain Aplikasi Super untuk Integrasi Layanan Publik
Optimalisasi teknologi informasi untuk pelayanan publik dinilai belum optimal. Pemerintah mendesain aplikasi super untuk integrasi pelayanan publik.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan teknologi informasi untuk pelayanan publik dinilai belum optimal karena sejumlah faktor, di antaranya, koneksi internet warga yang terbatas dan belum terintegrasinya pelayanan di semua kementerian/lembaga. Pemerintah kini mendesain aplikasi super yang dapat mengintegrasi seluruh layanan publik.
Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika Bambang Dwi Anggono mengatakan, pemanfaatan teknologi untuk pelayanan publik telah dilakukan pemerinyah sejak tahun 2000-an. Digitalisasi pelayanan publik kini lebih masif dan mendesak karena pandemi Covid-19.
”Ini bukan hanya soal digitalisasi. Tapi, bagaimana digitalisasi mendorong penyedia sistem elektronik untuk berkolaborasi menjadi suatu layanan yang lebih besar. Di layanan ini diharapkan semua kementerian/lembaga bisa bekerja sama dengan beragam pihak, termasuk masyarakat,” kata Bambang dalam diskusi virtual berjudul Disrupsi Digital untuk Pelayanan Publik, Selasa (14/7/2020).
Kemenkominfo sedang mengembangkan platform tunggal yang dapat digunakan oleh 548 pemerintah daerah di Indonesia. Platform ini ditargetkan beroperasi pada akhir 2020.
”Sudah masif (digitalisasi untuk pelayanan publik). Namun, masih ada pekerjaan rumah untuk bangun layanan terpadu antarsektor. Kami sedang menyiapkan sebuah super apps (aplikasi super) untuk integrasi pelayanan publik,” kata Bambang.
Kendati demikian, belum semua daerah terhubung dengan koneksi internet. Kemenkominfo mencatat, ada 12.548 desa yang belum dapat mengakses internet dengan jaringan 4G. Bambang mengatakan, semua desa di Indonesia ditargetkan memilik sambungan internet 4G pada 2022.
Di sisi lain, Estonia dapat menjadi model percontohan untuk membangun infrastruktur e-government atau pemerintah elektronik. Estonia merupakan salah satu negara Eropa dengan sistem e-government paling maju di dunia. Sebanyak 98 persen penduduk Estonia telah memiliki kartu identitas yang menyediakan akses digital untuk pelayanan daring yang aman (Kompas, 28/7/2020).
Masih ada pekerjaan rumah untuk bangun layanan terpadu antarsektor. Kami sedang menyiapkan sebuah super apps (aplikasi super) untuk integrasi pelayanan publik.
Development Director E-Governance Academy Estonia Hannes Astok mengatakan, infrastruktur e-government dibangun selama hampir 18 tahun. Infrastruktur itu memiliki elemen kunci yang memungkinkan sistem berfungsi dengan baik. Tersedia data dalam format digital yang gampang diakses, berikut mekanisme pertukaran data yang aman dan kuat. Identitas digital yang kuat pun tidak kalah penting.
Selain koneksi internet terbatas, pemahaman teknologi informasi di kalangan masyarakat belum merata. Bambang berujar, pemerintah membuat tiga model edukasi untuk publik, yakni edukasi dari tingkat mendasar, menengah, hingga tinggi. Ditargetkan ada 50 juta masyarakat yang mendapat edukasi mendasar hingga 2024.
Bambang juga memastikan keamanan data warga di era digital ini. Tindakan tegas bagi pelanggar akan diberikan. Di sisi lain, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindngan Data Pribadi juga sedang dibahas.
Chief Information Officer Investree Dickie Widjaja menekankan pentingnya menjaga keamanan data pengguna. Menurut dia, pelayanan digital masih akan berevolusi sehingga menjaga kepercayaan publik bukan sesuatu yang bisa ditawar.
”Misalnya, kami sebagai perusahaan tekfin harus bisa memegang kepercayaan publik. Jika menjaga data pribadi tidak bisa, akan sulit memperoleh kepercayaan untuk melakukan layanan lain,” kata Dickie.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Kartu Prakerja Hengki Sihombing mengatakan, transformasi digital Program Kartu Prakerja masih berjalan. Pihaknya sedang menimbang rekomendasi-rekomendasi yang diberi sejumlah pihak dan memilahnya sebelum diimplementasikan.
Menurut dia, wajar jika digitalisasi pelayanan publik masih menemui kendala karena ini hal baru bagi pemerintah. Ia berharap agar digitalisasi dapat menjadi solusi bagi warga di semua daerah untuk mengakses ilmu yang setara.
Untuk diketahui, pelaksanaan Program Kartu Prakerja ditunda sejak pertengahan Mei 2020. Program itu ditinjau ulang oleh sejumlah lembaga dari aspek hukum dan tata kelolanya. Pembukaan Kartu Prakerja gelombang keempat menunggu hasil tinjauan.