Benarkah Keguncangan Emosional dalam Pembunuhan Gadis Remaja di Karawaci?
Misteri pembunuhan gadis remaja tanpa identitas di Karawaci, Tangerang, Banten, terkuak. Korban dibunuh kekasihnya sendiri. Ada faktor keguncangan emosional dalam peristiwa itu.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
Kasus pembunuhan seorang gadis remaja di sebuah empang di Kampung Gerendeng Pulo, Karawaci, Kota Tangerang, Banten, beberapa waktu lalu terkuak. Jenazah yang ditemukan warga sekitar telah membusuk dan tanpa identitas tersebut diketahui bernama S (20). Ia dibunuh oleh kekasihnya sendiri. Polisi menyebut ada faktor keguncangan emosional yang berperan di sana.
Pengungkapan kasus itu disampaikan Kepala Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Sugeng Haryanto, Selasa (30/6/2020). Sugeng menjelaskan, tersangka pembunuhan I (19) merupakan kekasih korban. I sehari-hari bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik di Tangerang.
Perkenalan korban dan pelaku terjadi dua bulan sebelum kejadian pembunuhan. Mereka berkenalan lewat media sosial. Selama menjalin hubungan, pelaku dan korban telah bertemu sebanyak tiga kali.
”Di pertemuan ketiga itu terjadi pertengkaran hebat antara pelaku dan korban,” kata Sugeng dalam rilis pengungkapan kasus di Mapolrestro Tangerang.
Penyebab pertengkaran, kata Sugeng, disebabkan pelaku melihat korban menjalin komunikasi dengan banyak pria. Hal itu terungkap setelah pelaku memeriksa aplikasi perpesanan instan di ponsel korban pada Jumat, 12 Juni 2020, subuh. Korban dan pelaku saat itu sedang berada di sebuah apartemen di Kota Tangerang.
Pelaku I kemudian kesal dan marah melihat kekasihnya banyak berkomunikasi dengan beberapa pria. Korban kemudian membela diri dan menyampaikan obrolan itu tidak serius dan merupakan cerita lama. Namun, pelaku tidak serta-merta percaya apa yang dikatakan korban. Dari sana muncul keinginan pelaku untuk menghabisi korban.
Pagi harinya, pelaku mengajak korban berjalan-jalan mengelilingi Kota Tangerang dengan mengendarai sepeda motor. Setelah berkeliling beberapa saat, pelaku melihat ada sebuah gang sepi di Kampung Gerendeng Pulo, Karawaci.
Sesampainya di sana, pelaku mengajak korban berbincang-bincang di bawah pohon pisang di sebuah empang atau kolam ikan. Suasana di empang tersebut sepi karena jarang diketahui warga dan tertutup tumbuh-tumbuhan. Mendapat momentum, pelaku lalu mencekik korban menggunakan tangan kiri.
”Mulut korban dibekap,” ujar Sugeng.
Setelah korban tidak sadarkan diri, pelaku mengangkat korban dan membuangnya ke empang. Sebelum meninggalkan empang, pelaku terlebih dulu menutupi tubuh korban menggunakan daun pisang.
Jenazah korban baru ditemukan warga sekitar pada Minggu (14/6/2020) atau dua hari setelah peristiwa pembunuhan. Menurut kesaksian warga sekitar kepada petugas kepolisian, jenazah S ditemukan dalam kondisi sulit dikenali.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestro Tangerang Ajun Komisaris Besar Burhanuddin menambahkan, korban merupakan karyawan di sebuah pabrik sepatu di Karawaci. Setelah menghabisi korban, pelaku membawa kabur ponsel dan sepeda motor milik korban.
Setelah menghabisi korban, pelaku membawa kabur ponsel dan sepeda motor milik korban.
Polisi menangkap pelaku di kediamannya di Cibodas, Kota Tangerang. Hasil olah tempat kejadian perkara dan keterangan saksi-saksi menggiring polisi untuk menemukan pelaku yang merupakan kekasih korban.
”Penyebab utamanya karena cemburu, bukan perampokan atau ingin menguasai harta benda milik korban,” kata Burhanuddin.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 33. I terancam hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.
Gagal menikah
Polisi juga telah mendalami mengapa pelaku berniat menghabisi korban hanya karena melihat pesan percakapannya dengan beberapa pria. Dari hasil penyidikan, pelaku diketahui pernah gagal menikah lantaran diselingkuhi oleh mantan tunangannya. Setelah pernikahan yang gagal itu, pelaku kemudian menjalani kehidupannya lagi hingga akhirnya bertemu dengan S.
”Jadi, pembunuhan ini ada latar belakang psikis. Dulu pelaku pernah akan melakukan pernikahan, tetapi kemudian batal karena dikhianati mantan kekasihnya,” kata Sugeng.
Jadi, pembunuhan ini ada latar belakang psikis. Dulu pelaku pernah akan melakukan pernikahan tetapi kemudian batal karena dikhianati mantan kekasihnya.
Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, menjelaskan, alasan yang disampaikan pelaku digunakan pula sebagai pembelaan dalam beberapa kasus pembunuhan. Ia menjelaskan, pengalaman traumatis yang seseorang lewati di masa lalu akan meletakkan fondasi paling mendasar bagi pembentukan karakter orang di masa mendatang.
Dalam khazanah psikologi modern, ada perspektif baru untuk menjelaskan fenomena tersebut, yaitu extreme emotional disturbance (EED) atau keguncangan emosional yang berlangsung secara ekstrem.
Reza menjelaskan, ada dua penanda yang bisa digunakan apakah penyebab munculnya motif pembunuhan apakah murni karena EED atau bukan. Pertama, korban adalah memang target otentik pelaku. ”Maksudnya, karena korban yang menyakiti, maka pelaku kemudian menghabisi korban,” kata Reza.
Penanda kedua adalah tidak adanya cooling off period atau masa jeda antara peristiwa yang menyakitkan pelaku dan peristiwa pelaku menghabisi korban.
Aparat penegak hukum mesti cermat menentukan apakah pelaku melancarkan aksinya murni karena EED atau faktor lain. Kekeliruan dalam penafsiran atau penentuan itu bisa membuat pelaku dihukum lebih ringan dari yang seharusnya.
Kekeliruan dalam penafsiran atau penentuan itu bisa membuat pelaku dihukum lebih ringan dari yang seharusnya.