Potensi mewabahnya demam berdarah dengue atau DBD di tengah pandemi Covid-19 diwaspadai oleh pemerintah. Kementerian Kesehatan mencatat, selama tahun 2020, lebih dari 68.000 kasus DBD terjadi di Indonesia
JAKARTA, KOMPAS — Potensi mewabahnya demam berdarah dengue atau DBD di tengah pandemi Covid-19 diwaspadai oleh pemerintah. Kementerian Kesehatan mencatat, selama tahun 2020, lebih dari 68.000 kasus DBD terjadi di Indonesia dengan jumlah kematian mencapai 346 orang.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, Senin (22/6/2020), mengatakan, puncak kasus DBD biasanya berlangsung pada Maret. Namun, tahun ini penambahan kasus masih terjadi pada Juni, berkisar 100 hingga 500 kasus per hari.
Data menunjukkan beberapa wilayah di Indonesia yang memiliki angka kasus Covid-19 tinggi juga tercatat menghadapi kasus DBD. Sampai dengan Minggu (21/6/2020), kasus DBD terbanyak ditemukan di Jawa Barat (10.594 kasus), Bali (8.930), Nusa Tenggara Timur (5.432), Jawa Timur (5.104), dan Lampung (4.953).
Adapun berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, hingga Senin kemarin, Jabar menempati urutan keempat dalam hal jumlah kasus positif Covid-19, yakni 2.848 kasus (6,2 persen). Jatim berada di urutan kedua dengan 9.542 kasus positif (20,8 persen).
”Fenomena ini berarti memungkinkan orang yang terinfeksi Covid-19 juga berisiko terkena demam berdarah. Pada prinsipnya, demam berdarah adalah salah satu penyakit yang belum ada obatnya dan vaksinnya tak terlalu efektif,” ujar Siti di Jakarta.
Ahli Infeksi dan Pediatri Tropik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Mulya Rahma Karyanti, menjamin pelayanan untuk pasien DBD tidak akan terganggu meski saat ini terjadi pandemi Covid-19. Menurut dia, setiap rumah sakit memiliki triase atau penentuan pasien untuk mendapatkan penanganan medis terlebih dahulu, antara pasien Covid-19 dan pasien non-Covid-19.
Meski hampir sama, ada perbedaan gejala antara orang terkena DBD dan terinfeksi Covid-19. Menurut Mulya, perbedaan ini antara lain terdapat pada gejala sistem saluran pernapasan atas.
Persentase gejala batuk orang yang terkena DBD hanya 10-15 persen. Sementara itu, gejala batuk disertai sesak napas pada orang yang terinfeksi Covid-19 cenderung tinggi.
”Demam berdarah bisa menyerang semua kelompok umur, tetapi trennya sekarang banyak ke remaja. Banyak kasus terjadi di rentang usia remaja dan mereka datang dengan fase kritis. Jadi, jatuh syok hipovolemik (tubuh kekurangan volume darah sehingga mengganggu kerja organ vital),” tutur Mulya.
Menurut Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, ada penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 954 orang. Dengan demikian, hingga kemarin, total kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 46.845 orang. DKI Jakarta mencatat jumlah positif Covid-19 terbanyak, yaitu 9.971 kasus (21,7 persen).
Secara nasional, kemarin, pasien Covid-19 yang sembuh 331 orang sehingga akumulasinya menjadi 18.735 orang. Di sisi lain, ada penambahan 35 kasus kematian sehingga total 2.500 orang meninggal.
Produksi alat tes PCR
Pemerintah memutuskan memproduksi besar-besaran alat uji Covid-19 melalui metode reaksi rantai polimerasi (PCR). Dengan target kapasitas produksi hingga 2 juta unit per bulan, kebutuhan dalam negeri diyakini terpenuhi dan ketergantungan pada impor dikurangi.
Rencana produksi besar-besaran alat tes PCR itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy kepada Presiden Joko Widodo dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin.
”Beliau (Presiden) sangat mendukung peningkatan produksi PCR,” kata Muhadjir seusai pertemuan.
Ia datang bersama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo. Pertemuan membicarakan evaluasi kasus Covid-19 setelah sejumlah daerah mengurangi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan berbagai upaya mengendalikan pandemi.
Menurut Muhadjir, produksi reagen PCR dilakukan di PT Bio Farma, Bandung, Jabar. Salah satu badan usaha milik negara yang memproduksi obat-obatan dan alat kesehatan itu berhasil memproduksi 50.000 unit alat tes PCR per minggu.
Pemerintah pun memutuskan untuk mendorong PT Bio Farma memproduksi besar-besaran alat tes PCR dan ditargetkan menghasilkan 2 juta unit per bulan. Dengan demikian, kebutuhan dalam negeri bisa terpenuhi.
Beliau (Presiden) sangat mendukung peningkatan produksi PCR.
Pemerintah menyiapkan bangunan yang bisa digunakan PT Bio Farma sebagai pabrik alat tes PCR. ”Salah satu sarana yang akan kami gunakan adalah gedung yang dulu akan dipakai bagi laboratorium produksi vaksin flu burung. Nanti diubah sebagai bangunan untuk memproduksi PCR,” kata Muhadjir.
Kementerian BUMN, Kemenkes, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bekerja sama menyiapkan tempat produksi. Desain konstruksi fasilitas produksi disiapkan PT Bio Farma, sementara rekonstruksi gedung dikerjakan Kementerian PUPR.
Secara terpisah, Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional Dradjad H Wibowo mengatakan, sudah semestinya pemerintah mengerahkan semua sumber daya dan potensi yang ada untuk menangani Covid-19.
Tak hanya mengerahkan BUMN memproduksi alat kesehatan dan obat, pemerintah semestinya juga mengalokasikan anggaran besar guna membiayai penelitian vaksin Covid-19.