Pak Polisi, Jangan Berhenti di Kasus John Kei Saja
Masyarakat mengapresiasi Polri dalam mengusut kasus penyerangan dan penganiayaan yang dilakukan kelompok John Kei. Kepolisian diharapkan tidak berhenti memberantas premanisme hanya sampai di kasus ini.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
Masyarakat mengapresiasi upaya Polri dalam mengusut kasus penyerangan dan penganiayaan yang dilakukan kelompok John Kei di Tangerang dan Jakarta. Namun, aksi premanisme masih terus terjadi di tingkat akar rumput. Kepolisian diharapkan tidak berhenti memberantas premanisme hanya sampai di kasus John Kei.
Rochmadi (26), warga Cibodas, Kota Tangerang, Banten, Selasa (23/6/2020), melontarkan pujian terhadap aparat kepolisian yang cepat bertindak meringkus kelompok John Kei. Kelompok tersebut terlibat dalam aksi penyerangan dan penganiayaan berat di Jakarta dan Tangerang. Rochmadi pun sependapat dengan pernyataan Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Aziz yang menyatakan negara tidak boleh kalah oleh premanisme.
Namun, Rochmadi menilai, upaya kepolisian untuk memberantas aksi premanisme jangan hanya berhenti sampai di kasus John Kei. Rochmadi mendorong kepolisian untuk mencari preman-preman yang hingga kini masih berkeliaran dan meresahkan masyarakat.
”Jangan hanya kasus John Kei yang ramai dibicarakan ini saja yang diusut. Masih banyak, kok, aksi premanisme dalam skala kecil dan sampai sekarang masih ada di sekitar kita dibiarkan polisi,” kata Rochmadi.
Jangan hanya kasus John Kei yang ramai dibicarakan ini saja yang diusut. Masih banyak, kok, aksi premanisme dalam skala kecil dan sampai sekarang masih ada di sekitar kita dibiarkan polisi.
Kendati memuji aksi cepat kepolisian dalam menindak John Kei dan kelompoknya, Rochmadi menaruh harapan besar kepada polisi agar lebih intensif lagi memburu para preman yang meresahkan masyarakat.
Sebelumnya, aparat Polda Metro Jaya langsung bergerak menangkap 30 anggota kelompok John Kei di sebuah rumah di Jalan Tytyan Indah Utama X, Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu malam.
Mereka ditangkap dalam waktu kurang dari 24 jam sejak penyerangan di Perumahan Green Lake City kluster Australia, Tangerang, Banten, Minggu (21/6/2020) siang. Atas aksi penyerangan dan penganiayaan tersebut, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Aziz menyatakan, negara tidak boleh kalah oleh premanisme (Kompas, 23/6/2020).
Intan Sari (29), seorang warga asal Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, juga mendukung pernyataan Idham Aziz tersebut. Aksi premanisme tidak boleh lebih besar daripada negara. Akan tetapi, Intan berpendapat banyak polisi di tingkat akar rumput yang masih berkompromi dengan para preman.
”Mesti lebih profesional. Jangan mau berkompromi dengan preman, apalagi sampai mendapat uang suap,” kata Intan.
Pasang surut
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane melihat pemberantasan aksi premanisme oleh Polri selama ini selalu pasang surut atau naik turun. Terkadang sangat agresif, tetapi kadang juga melempem. Pengungkapan kasus penganiayaan dan penyerangan oleh kelompok John Kei, kata Neta, hanya satu dari sekian banyak kasus kekerasan yang diakibatkan oleh aksi premanisme.
”Aksi premanisme di luar kasus John Kei masih sangat banyak,” ujar Neta dihubungi dari Tangerang Selatan.
Neta mencontohkan, di kawasan parkir timur Senayan, Jakarta, banyak preman memalak masyarakat yang parkir di sana. Selain itu, di pasar dan terminal juga masih banyak aksi premanisme yang membuat masyarakat takut dan resah. Pada prinsipnya, Neta meminta Idham Aziz membuktikan kekonsistenan ucapannya. Dengan demikian, kasus John Kei tidak akan terulang kembali di kemudian hari.
”Dengan adanya pernyataan Kapolri itu, dia harus memonitor bawahannya. Apakah mereka sudah melaksanakan apa yang diucapkan Kapolri. Polda-polda di seluruh Indonesia juga mestinya diperintahkan untuk melaksanakan perang terhadap premanisme,” ujar Neta.
Apakah mereka sudah melaksanakan apa yang diucapkan Kapolri. Polda-polda di seluruh Indonesia juga mestinya diperintahkan untuk melaksanakan perang terhadap premanisme.
Lebih lanjut, Neta menyebut, penindakan terhadap aksi premanisme yang pasang surut turut dipengaruhi adanya oknum aparat kepolisian yang memanfaatkan preman untuk kepentingan pribadi dan ekonominya. Neta mempertanyakan asal senjata api yang digunakan kelompok John Kei saat beraksi.
Ian Wilson, peneliti Asia Research Centre di Murdoch University, Australia, dalam bukunya, Politik Jatah Preman, memaparkan, terdapat berbagai kemungkinan relasi yang terjadi, mulai dari konflik hingga kerja sama yang saling menguntungkan antara negara dan preman.
Dalam praktiknya, di Indonesia, simbiosis mutualisme antara negara dan preman kerap kali terjadi. Wilson menulis, negara bisa memanfaatkan preman guna melakukan tertib sosial serta mengendalikan kondisi sosial ekonomi, terutama dalam keadaan di mana ekonomi politik di Indonesia mengalami kekacauan.
Salah satu konsep yang dipergunakan Wilson dalam menjelaskan keterkaitan antara negara dan preman adalah beking. Konsep itu merujuk pada perilaku premanisme yang mendapatkan perlindungan dari pemerintah atau elite politik. Beking ini pula yang semakin menguatkan dugaan bahwa para preman menjalankan hubungan bersifat patronase berdasarkan transaksional yang saling menguntungkan.
Konsep beking, merujuk pada perilaku premanisme yang mendapatkan perlindungan dari pemerintah atau elite politik.