Dalami Cara Buron FBI Masuk Indonesia, Polisi Berkoordinasi dengan Imigrasi
RAM bisa masuk ke Indonesia dengan visa turis sejak 2019. Padahal, ia merupakan buron FBI untuk kasus penipuan investasi bitcoin dengan kerugian nasabah total triliunan rupiah.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga negara Amerika Serikat berinisial RAM bisa keluar-masuk Indonesia sejak 2019, padahal ia merupakan buron Biro Investigasi Federal AS atau FBI, untuk kasus penipuan investasi bitcoin dengan kerugian nasabah total triliunan rupiah. Untuk mendalaminya, polisi berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
”Dia punya paspor lengkap. Kami juga akan berkoordinasi dengan teman-teman Imigrasi, kenapa bisa masuk,” ujar Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, Rabu (17/6/2020), di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Seperti diberitakan, tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya meringkus RAM di kediamannya di Jalan Brawijaya VIII, Jakarta Selatan, Minggu (14/6/2020). Itu lantaran ia terbukti melakukan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur. Setelah menginterogasinya, polisi mengetahui bahwa RAM juga buron FBI untuk kasus penipuan investasi bitcoin. Total kerugian nasabahnya mencapai 722 juta dollar AS atau sekitar Rp 10,8 triliun.
Yusri menjelaskan, RAM sudah sejak 2019 ke Indonesia berbekal visa turis. Setiap kali masa berlaku visa habis, ia ke Singapura lantas kembali lagi ke Jakarta. Ia mengontrak di Jalan Brawijaya VIII kurun tiga bulan terakhir, sedangkan sebelumnya ia diketahui tinggal di sebuah apartemen. ”Kami masih mendalami mengapa dia memilih Indonesia,” ujarnya.
RAM ditetapkan sebagai buron berdasarkan Red Notice-Interpol control number: A-10017/11-2016, tanggal 04 November 2016, tentang informasi pencarian buron Interpol AS. Karena itu, Polda Metro Jaya berkoordinasi dengan Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri. Sebab, ada pengajuan permohonan ekstradisi dari AS.
Yusri mengatakan, pihaknya menunggu proses permohonan ekstradisi berjalan. Saat ditanya terkait kelanjutan kasus kejahatan seksual pada anak oleh RAM jika ekstradisi pelaku disetujui, Yusri menjawab, hingga saat ini Ditreskrimsus terus melanjutkan penanganan kasus.
Apalagi, polisi juga masih memiliki satu buron dari kasus tersebut, yakni seorang perempuan usia 20-an tahun berinisial A. Ia merupakan mucikari yang menghubungkan RAM dengan anak-anak di bawah umur untuk kemudian diajak berhubungan seksual. Petugas yakin bisa menyingkap informasi lebih lengkap jika A tertangkap, termasuk soal berapa jumlah sebenarnya anak perempuan yang sudah jadi korban RAM.
Penangkapan RAM bermula dari laporan masyarakat bahwa di sebuah rumah di Jalan Brawijaya VIII kerap terlihat tamu perempuan keluar-masuk dengan ciri-ciri bertubuh mungil dan pendek sehingga diperkirakan masih di bawah umur. Penyidik Subdirektorat IV/Tindak Pidana Siber Ditreksrimsus Polda Metro Jaya pun mendalami informasi tersebut.
Tim yang dipimpin Ajun Komisaris Besar Dhany Aryanda dan Komisaris Rovan Richard Mahenu bergerak hari Minggu yang lalu, kemudian mendapati tiga perempuan muda keluar dari kediaman RAM. Tim mewawancarai mereka hingga mendapatkan pengakuan bahwa pelaku bersetubuh dengan ketiganya. Sebanyak dua orang masih di bawah umur, yaitu SS (15) dan LF (17), sedangkan satu orang lainnya, TR, sudah dewasa.
Polisi lantas menggeledah rumah itu dan mendapati RAM di sana. Barang bukti yang disita, antara lain, uang Rp 6,3 juta yang merupakan imbalan pelaku bagi dua anak dan satu perempuan dewasa itu, 2 laptop pelaku, 5 ponsel pelaku, serta uang tunai Rp 60 juta dan 20.000 dollar AS.
Pekerja Lembaga Perlindungan Anak Indonesia dan Yayasan Lentera Anak, Reza Indragiri, merekomendasikan agar Indonesia tidak langsung menyetujui permohonan ekstradisi AS atas RAM sebelum hakim menjatuhkan vonis hukuman terhadap dia. Pelaku eksploitasi seksual terhadap anak ini mesti mempertanggungjawabkan perbuatannya terlebih dahulu sebelum diproses untuk kasus penipuannya.
”Di sini diproses dulu untuk kasus kejahatan seksualnya sampai jatuh vonis. Eksekusinya, misal penjara, bisa dilakukan oleh otoritas AS di penjara di sana,” ujar Reza.
Di sini diproses dulu untuk kasus kejahatan seksualnya sampai jatuh vonis. Eksekusinya, misal penjara, bisa dilakukan oleh otoritas AS di penjara di sana.
Sementara itu, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Trafficking dan Eksploitasi, Ai Maryati Solihah, meminta adanya rehabilitasi bagi para korban RAM sebagai pemenuhan hak perlindungan mereka sebagai anak. Rehabilitasi diawali dengan asesmen serta pemetaan terkait kondisi keluarga dan pendidikan.
Tentang rehabilitasi anak korban kejahatan seksual, Yusri menuturkan, prosesnya akan berjalan sambil petugas melanjutkan penanganan kasus.