Pedagang Khawatir Sistem Ganjil Genap di Pasar Turunkan Pendapatan
Sistem ganjil genap pada pedagang pasar di Jakarta membuat jumlah hari berjualan mereka berkurang. Sementara itu, pendapatan mereka sudah turun meski berdagang setiap hari akibat berkurangnya jumlah pengunjung pasar.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Imbas dari terus meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19 di Jakarta, termasuk ditemukannya kasus dari pengujian di sejumlah pasar, para pedagang di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, menghadapi beban ganda. Setelah omzet menurun karena jumlah pengunjung berkurang drastis, mereka tidak bisa setiap hari berjualan karena adanya sistem ganjil genap.
Berdasarkan informasi yang tercantum pada sejumlah spanduk di Pasar Minggu, sistem ganjil genap terhadap pedagang berlaku mulai Senin (15/6/2020). Dengan sistem itu, pedagang yang menempati tempat usaha bernomor ganjil hanya boleh berjualan di tanggal ganjil dan pedagang dengan tempat usaha nomor genap hanya berjualan di tanggal genap.
Wintoro, pedagang tahu dan tempe, mengeluhkan sistem tersebut. ”Sedih banget, soalnya tidak ada pengunjung. Apalagi besok (saat sistem ganjil genap diberlakukan),” ucapnya di Pasar Minggu, Senin pagi.
Sedih banget, soalnya tidak ada pengunjung. Apalagi besok saat sistem ganjil genap diberlakukan.
Kesempatan Wintoro untuk mencari penghasilan dengan demikian lebih dibatasi. Padahal, kondisi ekonominya pun sudah terpukul saat boleh berjualan setiap hari akibat jumlah pengunjung Pasar Minggu menurun.
Sebelum Covid-19 mewabah, Wintoro biasa meraup omzet Rp 1 juta atau lebih per hari. Setelah pandemi terjadi, omzetnya jatuh ke angka Rp 500.000-Rp 600.000 per hari.
Selain itu, Wintoro khawatir dengan sistem ganjil genap mengingat tahu dan tempe merupakan produk yang tidak tahan lama karena tidak menggunakan bahan pengawet. Tempe bahkan tidak bisa dijual lagi keesokan harinya jika hari ini tidak habis.
Sebagai siasat, Wintoro akan menurunkan volume belanja bahan dagangan jika sistem ganjil genap sudah secara tegas diterapkan. Contohnya, ia biasa berbelanja tempe Rp 300.000-Rp 400.000 per hari, tetapi saat pemberlakuan ganjil genap ia turunkan setengahnya. Dengan demikian, jika ada yang tidak terjual, jumlah tempe yang mesti dibuang tidak terlampau banyak.
Keluhan terkait ganjil genap di pasar juga disampaikan pedagang sayur dan bumbu, Ningsih. Ia khawatir jumlah pembeli di lapaknya bakal berkurang karena mengira dia kerap tutup. ”Kayak ibu penjual nasi uduk yang biasa datang tiba-tiba, dia tidak punya HP (ponsel). Pas tahu-tahu datang saya tidak ada, lama-lama dia belanja ke luar,” ujarnya.
Komoditas-komoditas yang dijual Ningsih juga rentan busuk, terutama cabai. Pengurangan hari berjualan dengan sistem ganjil genap memperkecil peluangnya mengurangi jumlah komoditas yang busuk karena belum laku terjual.
Komoditas-komoditas yang dijual Ningsih juga rentan busuk, terutama cabai. Pengurangan hari berjualan dengan sistem ganjil genap memperkecil peluangnya mengurangi jumlah komoditas yang busuk karena belum laku terjual.
Sama seperti Wintoro, Ningsih sudah terdampak oleh turunnya volume pengunjung Pasar Minggu selama pandemi Covid-19 ini. Dulu, omzet harian Ningsih rata-rata Rp 2 juta atau lebih, sedangkan sekarang ia kesulitan untuk mendapatkan Rp 1 juta per hari. ”Ini cuma cukup untuk makan,” ujarnya.
Meski demikian, Ningsih masih berjualan Senin ini, padahal losnya bernomor 18, sedangkan Senin termasuk tanggal ganjil. Itu lantaran ia merasa belum mendapat kepastian soal jadwal ganjil genap. ”Ini sudah dapat edaran, mungkin berlaku besok (Selasa, 16/6/2020),” katanya.
Senin ini, anggota staf pengelola Pasar Minggu dari Perumda Pasar Jaya bersama petugas keamanan pasar berkeliling dari satu los ke los lain, membagikan kertas bertuliskan ganjil atau genap, sesuai nomor tempat usaha setiap pedagang. Pada kertas terdapat cap ”Perusahaan Umum Daerah Pasar Jaya Area 12”.
Wintoro mengatakan, selebaran yang menginformasikan pedagang boleh berjualan tanggal ganjil atau genap bagi dia belum menegaskan kapan sistem itu dimulai. Karena itu, ia berencana tetap berjualan keesokan harinya meski Selasa termasuk tanggal genap dan nomor tempat usahanya ganjil, yakni 21. ”Ya tetap berjualan karena belum ada keputusan dari atas,” ujar Wintoro.
Mukid, pedagang kelapa dan santan, juga menunggu kepastian pelaksanaan sistem ganjil genap bagi pedagang. Namun, ia menyatakan siap mengikuti ketentuan jika memang sudah diterapkan.
Meski pedagang masih bebas berjualan, suasana di pasar cukup lengang. Para pengunjung masih mampu menjaga jarak fisik saat melewati akses jalan di antara tempat usaha pedagang. Namun, belum semuanya mematuhi protokol kesehatan karena sejumlah penjual dan pembeli tidak mengenakan masker.
Pengelola Pasar Minggu membatasi akses masuk pengunjung, dari yang tadinya terdapat 16 akses menjadi 8 akses. Fasilitas pencucian tangan beserta sabun disebar di sejumlah titik pasar.
Camat Pasar Minggu Arief Wibowo mengatakan, sebagai bagian dari upaya melacak penularan di pasar tradisional, Puskesmas Pasar Minggu sudah menyelenggarakan tes usap bagi para pedagang di pasar yang dikelola Perumda Pasar Jaya itu. Namun, ia belum menerima informasi soal hasil tes tersebut. Direncanakan ada tes usap kedua hari Selasa (16/6/2020) di Pasar Minggu.