Pulau H Dimasukkan ke Peta untuk Hormati Putusan Pengadilan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta menyatakan batal Keputusan Gubernur DKI Jakarta yang mencabut izin reklamasi Pulau H.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Meski saat ini belum terbangun, Pulau H di Teluk Jakarta digambarkan dalam peta rencana tata ruang kawasan perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur. Namun, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menyatakan, itu untuk menghormati keputusan pengadilan terkait izin reklamasi pulau buatan tersebut.
”Jadi, kami tidak bermaksud untuk menggambarkan. Hanya untuk inisiasi saja karena menghormati putusan PTTUN (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta),” ujar Direktur Perencanaan Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Dwi Hariyawan S saat dihubungi seusai berbicara dalam Geospatial Webinar Series 2020 ”Kebijakan Satu Peta dan Perpres Tata Ruang Jabodetabekpunjur” yang disiarkan secara daring pada Jumat (5/6/2020).
Seminar diselenggarakan Badan Informasi Geospasial (BIG). Selain Dwi, Sekretaris Utama BIG Muhtadi Ganda Sutrisna, Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik BIG Antonius B Wijanarto, dan Kepala Lembaga Pengembangan Institut IPB University Ernan Rustiadi turut berbicara.
Putusan yang dimaksud Dwi yaitu Putusan PTTUN Jakarta Nomor 268/B/2019/PT.TUN.JKT bertanggal 2 Desember 2019. Dalam putusan itu, hakim menyatakan batal Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor: 1409 Tahun 2018 tanggal 6 September 2018 khusus sepanjang menyangkut Pencabutan Kepgub DKI Nomor: 2637 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau H kepada PT Taman Harapan Indah.
Gubernur DKI Anies Baswedan memang sebelumnya mencabut izin reklamasi Pulau H, yang dikembangkan oleh PT Taman Harapan Indah. Perusahaan ini lantas menggugat pencabutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan menang. Pemerintah Provinsi DKI melawan dengan mengajukan banding ke PTTUN Jakarta tetapi kalah. Kini, kedua belah pihak tengah menanti putusan kasasi yang dimohonkan oleh PT Taman Harapan Indah.
Bagi Dwi, putusan itu menunjukkan sudah ada kepastian hukum untuk kelanjutan pembangunan Pulau H sehingga gambar pulau dimasukkan dalam Peta Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur. Peta tersebut merupakan lampiran dari Peraturan Presiden RI Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur.
Meski demikian, kata Dwi, zonasi Pulau H dibedakan dengan pulau-pulau reklamasi yang sudah terbangun, yaitu C, D, G, dan N. Jika keempat pulau itu diberi kode B8, Pulau H berkode B7.
Pemanfaatan yang dibolehkan pada area berkode B8 yaitu kawasan peruntukan permukiman dan fasilitasnya, perdagangan dan jasa, industri dan pergudangan, kawasan pendukung fungsi pusat pembangkit tenaga listrik, dan/atau kawasan peruntukan kegiatan pariwisata.
Adapun pemanfaatan di area B7 meliputi kawasan peruntukan permukiman dan fasilitasnya di kawasan pesisir, kegiatan budidaya perikanan skala regional, kegiatan transportasi laut, kegiatan pariwisata, dan/atau kegiatan riset dan pendidikan. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa, industri dan pergudangan, serta kawasan pendukung fungsi pusat pembangkit tenaga listrik, tidak ada di zona B7.
Sebelumnya, Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengingatkan, proyek reklamasi Pulau H perlu dicermati karena Perpres No 60/2020 berpotensi memperlancar pembangunannya. Pengembang, menurut dia, bisa saja melanjutkan pembangunan Pulau H meski belum ada aturan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait tata ruang di lokasi.
Sebab, berdasarkan Pasal 139 Ayat 2 Perpres No 60/2020, sepanjang aturan di daerah masih bertentangan dan belum disesuaikan dengan perpres, Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur merupakan acuan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang alias acuan izin.
Namun, Dwi menegaskan, pengembang Pulau H tidak bisa serta-merta hanya mengacu Perpres No 60/2020 untuk melaksanakan reklamasi. ”Perizinan untuk reklamasi tidak ada yang dari pusat. Semua dari pemda (pemerintah daerah),” ujarnya.
Perpres no 60/2020 hanya merupakan payung. Izin tetap kewenangan Pemprov DKI. ”Jadi, tolong dibedakan antara rencana dan pemanfaatan,” kata Dwi.
Terkait rencana tata ruang kawasan perkotaan Jabodetabek-Punjur, Muhtadi Ganda Sutrisna menuturkan, salah satu tantangan saat ini yakni belum semua daerah di Jabodetabek-Punjur menyelesaikan peraturan daerah (perda) tentang tata ruangnya. Peraturan tata ruang yang sekarang berstatus perda yaitu milik Kabupaten Bogor, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi. Adapun perda di daerah-daerah lain, termasuk di DKI, sedang proses revisi.
Sementara itu, Ernan Rustiadi menyoroti masih lemahnya pengendalian tata ruang. ”Masalah setelah RTRW (rencana tata ruang dan wilayah) disusun itu, mampukah kita mengendalikan pemanfaatan ruang dengan pedoman RTRW tersebut,” katanya.
Ernan mengatakan, sudah ada ilmu untuk memprediksi penggunaan lahan di tahun-tahun berikutnya dengan pemodelan. Karena itu, penguasaan teknologi dan kapasitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan agar pemanfaatan lahan terkendali.