Pembatasan sosial berskala besar di DKI Jakarta dilanjutkan hingga 30 Juni 2020. Bulan Juni ini menjadi masa transisi bagi masyarakat untuk berlatih menuju normal baru.
Oleh
TIM KOMPAS
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Pembatasan sosial berskala besar DKI Jakarta diperpanjang hingga 30 Juni 2020. Periode ini sekaligus menjadi masa transisi bagi masyarakat untuk berlatih menuju kehidupan normal baru.
Keputusan ini juga diikuti pelonggaran aktivitas ekonomi di tempat usaha dengan gedung sendiri, rumah ibadah, dan perkantoran dengan syarat mematuhi protokol kesehatan. Masyarakat harus tetap menjalankan pola hidup bersih sehat, rajin mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak fisik, dan menjauhi kerumunan demi memutus penularan Covid-19.
”Selama masa transisi akan ada pengawasan ketat yang jika kondisi berkembang ke arah negatif, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengambil keputusan memberlakukan PSBB secara maksimal. Demikian pula pada akhir bulan Juni jika ada penambahan jumlah kasus akibat ketidakdisiplinan masyarakat,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dalam pernyataan pers daring, di Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) dalam memutuskan pelonggaran bertahap PSBB. Variabel yang diukur adalah skor sisi epidemiologi, yakni 75; skor sisi kesehatan masyarakat, yaitu 70; dan skor sisi fasilitas kesehatan yang mencapai nilai 100. Jumlah rata-rata ketiga variabel ini adalah 76, sementara takaran keamanan suatu wilayah boleh melakukan pelonggaran PSBB adalah 70. Jakarta dianggap sudah memenuhi persyaratan.
Selain itu, tingkat penularan Covid-19 per 3 Juni adalah 0,99 yang berarti pandemi Covid-19 sudah bisa dikendalikan. Hal ini berbeda dengan akhir Mei yang tingkat penularannya masih 1,11 atau satu orang menginfeksi satu orang lainnya.
Hasil jajak pendapat Kompas pada 16-23 Mei 2020 menunjukkan, selama PSBB, sebagian besar responden melaksanakan imbauan pemerintah untuk beraktivitas di rumah, seperti beribadah dan berolahraga.
Sementara silaturahmi menjadi kegiatan yang paling banyak dinantikan untuk bisa dilakukan oleh publik saat PSBB berakhir. Silaturahmi kepada keluarga/kerabat/teman menjadi aktivitas yang disebutkan oleh 42,7 persen publik.
Rencana terbesar kedua setelah silaturahmi adalah berwisata. Sebanyak 13,5 persen publik berharap bisa kembali berlibur ke tempat wisata, baik di dalam maupun luar negeri.
Kegiatan lain yang paling dinanti setelah PSBB berakhir, antara lain, yang terkait dengan religi (8,2 persen), kembali bekerja (4,5 persen), olahraga (3,2 persen), dan cek kesehatan di rumah sakit/klinik (2,9 persen)
Mulai dibuka
Sebagai bentuk pelonggaran bertahap, rumah ibadah diizinkan dibuka kembali mulai Jumat (5/6). Syaratnya, rumah ibadah hanya untuk ritual ibadah rutin sehingga di luar jam itu harus ditutup dan dibersihkan dengan cairan disinfektan. Kehadiran jemaah dibatasi 50 persen dari kapasitas maksimal ruangan. Mereka harus membawa perlengkapan ibadah sendiri, seperti sajadah.
Mulai Senin (8/6), perkantoran di luar 11 sektor strategis juga boleh beroperasi kembali dengan jumlah orang bekerja separuh dari total pekerja kantor tersebut. Karyawan yang masuk juga harus dibagi dalam dua hingga tiga kelompok agar jam masuk, istirahat, dan pulang kantor berbeda-beda.
Toko dan restoran yang tidak terletak di pusat perbelanjaan, museum, galeri, ruang terbuka, serta tempat olahraga di luar ruangan juga boleh buka selama sesuai protokol Covid-19.
”Pemprov DKI Jakarta akan mendenda siapa pun yang tidak bermasker sebesar Rp 250.000. Kami sudah membagikan 20 juta masker gratis. Tidak ada alasan tidak punya masker,” ucap Anies.
Dari 2.741 rukun warga (RW) di DKI Jakarta, masih ada 66 RW berkategori merah. ”Kami terus menggencarkan pembiasaan pola hidup sehat, seperti bermasker, rajin mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak minimal 1,5 meter, dan tidak mengakibatkan keramaian,” tutur Anies.
Kepala Laboratorium Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta Syaifudin menjelaskan, RW-RW tersebut merupakan permukiman padat yang dihuni masyarakat berpenghasilan rendah. Harus ada pendekatan khusus dan konkret kepada mereka, bukan sekadar imbauan bermasker dan tidak berkerumun.
Berisiko tinggi
Hal ini sejalan dengan salah satu kesimpulan survei tentang persepsi risiko masyarakat di DKI Jakarta yang dilakukan Social Resilience Lab Nanyang Technological University (NTU) Singapura bersama Laporcovid-19. Tekanan ekonomi memang telah memengaruhi persepsi risiko masyarakat sehingga belum bisa menerapkan perilaku hidup aman. Menurut sosiolog bencana NTU, Sulfikar, penyebaran virus korona baru terkait erat dengan perilaku manusia. Selain intervensi medis, yang bisa dilakukan untuk menekan wabah adalah intervensi sosial, di antaranya membatasi interaksi antarmanusia.
Survei pada 29 Mei-2 Juni lalu mengumpulkan 3.160 responden valid dengan 41,86 persen berpendidikan sarjana dan 40,08 persen lulusan SMA. Dalam kajian ini juga ditemukan tekanan ekonomi menjadi faktor dominan yang memengaruhi persepsi risiko masyarakat sehingga tetap beraktivitas di luar rumah dan mengabaikan risiko wabah.
”Secara keseluruhan, indeks persepsi risiko warga Jakarta adalah 3,46 atau dalam rentang kurang siap dan agak siap menghadapi normal baru. Idealnya angkanya di atas 4 sehingga untuk saat ini sebaiknya jangan dulu dipaksa ke normal baru,” kata Sulfikar.
Respons positif
Pelaku usaha di DKI Jakarta merespons positif keputusan Gubernur DKI Jakarta memperpanjang PSBB sebagai transisi normal baru bagi masyarakat. ”Ini angin segar bagi pelaku usaha dan pekerja di mana roda ekonomi mulai berputar secara perlahan,” kata Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta Sarman Simanjorang.
Pada masa transisi, perkantoran dan tempat usaha yang bukan di pusat perbelanjaan dapat buka kembali dengan sistem ganjil-genap. Toko bernomor ganjil buka pada tanggal ganjil dan sebaliknya. Adapun mal dan pusat perdagangan nonpangan akan buka kembali pada Senin (15/6). Para pengelola, kata Simanjorang, dapat memanfaatkan waktu ini untuk mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung protokol kesehatan. Mereka juga dapat melakukan konsolidasi mempersiapkan jam kerja karyawan dan standar protokol pelayanan kepada pengunjung sesuai ketentuan kesehatan. ”Dengan dibukanya berbagai pusat perdagangan, geliat perekonomian di Jakarta mulai bergairah,” ucap Simanjorang.
TNI dan Polri juga berkomitmen mengawal penegakan kedisiplinan warga terhadap protokol kesehatan. ”TNI-Polri, sesuai instruksi Presiden (Joko Widodo), kami istilahnya selaku garda yang dikedepankan untuk penegakan disiplin,” kata Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana.