Penggunaan Data Spasial Covid-19 Belum Dioptimalkan sebagai Upaya Preventif
Penggunaan data spasial oleh pemerintah daerah baru sebatas untuk informasi yang tertuang dalam peta persebaran dan belum dioptimalkan sebagai upaya preventif atau pencegahan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor telah menggunakan data spasial dalam menganalisis penyebaran Covid-19. Namun, penggunaan baru sebatas untuk informasi yang tertuang dalam peta persebaran dan belum dioptimalkan sebagai upaya preventif atau pencegahan.
Salah satu penggunaan data spasial di Kota Bogor adalah untuk memetakan persebaran kasus Covid-19 yang diakses di laman covid19.kotabogor.go.id/peta-v2. Peta sebaran tersebut telah disusun sejak kasus Covid-19 mulai melonjak di Kota Bogor pada awal April lalu.
Berdasarkan peta sebaran Covid-19 tersebut, 24 dari total 68 kelurahan di Kota Bogor tercatat belum ada kasus positif Covid-19. Namun, data orang dalam pemantauan (ODP) sudah tersebar di semua kelurahan dan hanya ada tiga kelurahan yang bersih dari data pasien dalam pengawasan (PDP).
Kelurahan Baranangsiang, Bogor Timur, menjadi wilayah dengan kasus positif Covid-19 terbanyak, yakni sembilan orang disusul delapan orang di Kelurahan Tegalgundil, Bogor Utara. Sementara total positif Covid-19 di Kota Bogor hingga Senin (18/5/2020) tercatat sebanyak 107 kasus.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim saat dihubungi, Senin, mengatakan, dari data tersebut, terlihat tidak ada lonjakan yang signifikan di sejumlah wilayah. Namun, penyebaran kasus didominasi di wilayah Bogor Tengah dan Timur.
Menurut Dedie, hal tersebut karena wilayah Bogor Tengah dan Timur menjadi pusat keramaian dengan adanya pasar, terminal, hingga stasiun kereta api. Ini ditunjukkan dari banyaknya kasus Covid-19 di Kelurahan Baranangsiang. Di kelurahan tersebut terdapat terminal bus yang melayani antarkota antarprovinsi (AKAP) dan antarkota dalam provinsi (AKDP).
Sementara penyebaran di Bogor Timur, Dedie menilai karena wilayah ini memiliki banyak permukiman kelas menengah ke atas. Namun, ia menyebut dominasi kasus yang ada di Bogor Tengah dan Timur tidak secara langsung menunjukkan korelasi kedua wilayah itu.
”Ini karena dari data positif Covid-19 sebagian besar terkait dengan kluster besar dan 17 persen yang bekerja di Jakarta, sedangkan selebihnya terpapar dari transmisi lokal,” ujarnya.
Belum optimal
Meski data spasial Covid-19 telah digunakan untuk informasi melalui peta persebaran, Pemkot Bogor belum mengoptimalkan data tersebut sebagai upaya preventif atau pencegahan. Menurut Dedie, karakteristik penyebaran Covid-19 berbeda dengan demam berdarah yang fokus di satu wilayah dan tidak identik dengan wilayah seseorang bermukim.
”Ditilik dari efektivitas penggunaan data spasial terhadap Covid-19, menurut hemat saya, kurang sesuai. Meskipun bisa dimanfaatkan juga untuk mitigasi bencana non-alam khususnya untuk meningkatkan kewaspadaan di area-area zona merah,” ungkapnya.
Penggunaan data spasial kasus Covid-19 juga telah digunakan Pemerintah Kabupaten Bogor. Namun, sama halnya dengan Pemkot Bogor, data spasial di Kabupaten Bogor juga masih sebatas digunakan untuk informasi publik yang dituang dalam laman covid-19.bogorkab.go.id.
Padahal, menurut pengamat perkotaan Suryono Herlambang, dari peta persebaran dapat direncanakan pendekatan spasial untuk setiap kelurahan hingga ke tingkat rukun warga (RW). Kelurahan yang masuk ke dalam 20 besar kasus terbanyak hendaknya tidak diberi arahan yang seragam, tetapi ada spesifikasi sesuai kondisi masing-masing (Kompas.id/17 Mei 2020).
Dari peta tersebut pula pemerintah daerah dapat membuat alternatif kebijakan untuk melakukan karantina kelurahan atau RW dengan jumlah kasus terbanyak. Melalui peta penularan, setiap kecamatan, kelurahan, dan RW nantinya bisa menyiapkan diri agar penyebaran Covid-19 di wilayahnya masing-masing tidak semakin masif.
Peneliti senior Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB University, Ernan Rustiadi, menilai, kasus Covid-19 melonjak tajam karena banyaknya penduduk dan interaksinya di wilayah episentrum. Oleh karena itu, pendekatan spasial yang sering digunakan sebagai instrumen penataan ruang juga patut dicoba sebagai solusi penanganan Covid-19.