Alarm Perlindungan Anak dari Tragedi NF
Daripada bingung bagaimana mesti menghakimi NF, lebih berguna memupuk kepedulian terhadap perlindungan anak.
Fakta yang bermunculan dari kisah hidup remaja NF (15) sungguh mengaduk-aduk batin. Ia memang membunuh seorang bocah, tetapi ia juga korban kesadisan, menanggung derita sendirian karena pemerkosaan selama berbulan-bulan yang berujung pada kehamilan usia dini. Namun, yang lebih penting, tragedi hidupnya merupakan alarm perlindungan anak di negeri ini.
Kehadiran orangtua dan adik-adiknya selama tiga jam menjadi kado ulang tahun paling spesial bagi NF, Minggu (10/5/2020). Setelah berpekan-pekan tak bertatap muka, mereka dipertemukan lagi meski bukan di rumahnya. NF sedang menjalani program pendampingan di Balai Anak Handayani, sebuah tempat rehabilitasi sosial anak milik Kementerian Sosial di Jakarta.
Kepala Balai Anak Handayani Neneng Heryani mengatakan, pihaknya pada awal NF masuk sempat bertanya, apa saja yang diinginkannya. ”Dia bilang, sudah semua kok, Bu, cuma boleh, ya, Bu, satu lagi. Saya pengen ketemu bapak dan adik-adik saya,” ucapnya saat dihubungi pada Kamis (14/5/2020).
Karena itu, Balai Anak Handayani menyiapkan kedatangan ayah, ibu tiri, dan dua adik NF sebagai kejutan pada hari ulang tahunnya. Memungkinkan mereka berpelukan melepas rindu bukan perkara sepele. Sebagai anak yang tengah berkonflik hukum, NF mesti dibantu Balai Anak Handayani mendapatkan lampu hijau dari kepolisian dan kejaksaan agar bisa berjumpa dengan keluarganya. Syukurlah, mereka mendapat izin.
Pada 6 Maret, NF menyerahkan diri ke polisi setelah mengaku membunuh bocah perempuan yang juga tetangganya, APA (5). Siswi kelas IX salah satu sekolah menengah pertama itu membunuh APA saat si bocah bermain di rumah keluarga NF, Kamis (5/3/2020) sekitar pukul 16.00. Korban ditenggelamkan dalam bak kamar mandi, kemudian jasad dimasukkan ke dalam ember, lalu dipindahkan ke lemari kamar pelaku. Kasus terungkap karena NF melaporkan perbuatannya ke polisi.
Pada Jumat (6/3/2020) sekitar pukul 09.00, ia datang ke Kepolisian Sektor Metropolitan Tamansari Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Barat sekaligus memberitahukan lokasi jenazah APA. Karena tempat kejadian di Sawah Besar, laporan dioper ke Polsek Sawah Besar Polres Metro Jakarta Pusat. Petugas Polsek Sawah Besar pun mendatangi tempat kejadian perkara dan mendapati bahwa laporan NF benar adanya.
Ada kecurigaan ia punya kelainan psikopat karena pembunuhan tidak disertai dengan penyesalan sedikit pun. Bahkan, menurut Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, dari hasil investigasi polisi, NF memiliki hasrat membunuh sejak sebelum membunuh APA.
Kecurigaan bertambah karena terungkap bahwa NF gemar menonton cuplikan film-film berbau horor dan kesadisan. Dua di antaranya adalah film dengan karakter fiktif Chucky dan Slender Man.
Chucky adalah sosok boneka berambut acak-acakan, bermata lebar, punya luka di wajah, dan suka membawa senjata tajam. Saat membunuh manusia, boneka itu tertawa. Karakter ini difilmkan pertama kali pada 1988.
Sementara Slender Man merupakan sosok pria bertubuh tipis dengan tangan lebih dari dua yang diskenariokan suka menculik anak-anak atau remaja, yang filmnya beredar tahun 2018. Sangat populer pada 2009, Slender Man juga dibuat video game tiga tahun kemudian. Di luar negeri, karakter fiktif ini kontroversial karena diduga berpengaruh buruk terhadap remaja. Ada kekerasan fisik pada remaja yang dikaitkan dengan karakter ini.
Selain itu, polisi juga menemukan gambar-gambar karya tangan NF yang berbakat, tetapi lebih banyak bernuansa suram, antara lain gambar perempuan menangis dan gambar orang yang sedang diikat dengan wajah sedih.
Tersudut opini publik
Belum habis dengan keheranan akibat pembunuhan oleh NF yang seperti di luar nalar, Kementerian Sosial pada Mei ini kembali membuat kejutan. Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos Harry Hikmat, dalam keterangan tertulis, Kamis (14/5/2020), mengatakan, NF jauh sebelum pembunuhan mengalami kekerasan seksual oleh tiga pria. NF pun harus menerima kenyataan mengandung jabang bayi berusia 14 minggu sekarang. Setiap pelaku melakukan kebiadabannya bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali!
Harry, saat dihubungi kembali pada Jumat (15/5/2020), menuturkan, sejumlah pihak menentang keputusan Kemensos untuk membuka informasi soal pemerkosaan NF. Terlalu vulgar, mungkin. Namun, menurut dia, NF tersudut oleh opini publik yang memandang dia tidak punya perasaan, padahal ada luka menganga yang tersembunyi.
”Kalau hal ini tidak diungkap secara proporsional, maka publik akan mengikuti sebuah proses persidangan dengan posisi anak yang sangat tersudut sebagai pelaku kejahatan. Padahal, dia sendiri telah menjadi korban,” ucap Harry.
Ia menjelaskan, kekerasan seksual terhadap NF terjadi pada kurun Oktober 2019-Februari 2020. Pelakunya tiga orang yang semuanya sudah berusia dewasa, yaitu F (anak dari kakak ibu tiri NF), R (cucu dari kakak ibu tiri), dan pacar NF yang berinisial A.
F, yang terlebih dahulu melecehkan NF, memerkosa sebanyak empat kali. Setelah itu, R melakukan kekejian serupa dan setidaknya sudah melecehkan hingga sembilan kali. Parahnya, mereka berdua melakukan kekerasan seksual di rumah keluarga NF. Ayah NF memang menerima kehadiran keduanya untuk tinggal bersama, mengingat keduanya dibawa sang ayah bekerja sebagai kuli bangunan. Sementara A memerkosa NF di apartemen sebanyak tiga kali.
Harry mengatakan, NF memendam perbuatan para pelaku karena selain menerima ancaman, ia juga takut pengakuannya akan mengganggu keutuhan rumah tangga ayah dan ibu tirinya. Sebab, dua pelaku masih ada hubungan keluarga dengan sang ibu.
Harry menduga pemerkosaan-pemerkosaan tersebut punya hubungan sebab-akibat dengan pembunuhan APA. Menurut dia, NF menyampaikan bahwa ia terbayang dengan wajah pemerkosanya, terutama R, saat menghabisi nyawa korban.
Namun, Harfiah Putu Ponco, psikolog anak dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, berpendapat, terlalu dini untuk menyatakan ada hubungan sebab-akibat antara pengalaman NF sebagai korban kekerasan seksual dan sebagai pelaku kekerasan. ”Untuk usianya, kemungkinan itu sangat kecil,” ujarnya.
Berdasarkan pengalaman Harfiah saat menangani anak yang mengalami kekerasan seksual, dampak dari trauma yang diderita kebanyakan berupa perilaku menarik diri dari lingkungan sekitar, emosi tidak stabil, dan mudah marah. Karena itu, terkait kasus NF, faktor-faktor selain kasus kekerasan seksual harus juga ditelisik.
Psikolog klinis anak dan remaja di Yayasan Pulih, Jakarta, Gisella Tani Pratiwi, menyatakan tidak bisa secara khusus menganalisis kasus pembunuhan oleh NF. Namun, secara umum, masyarakat perlu tahu bahwa dampak psikologis anak yang mengalami kekerasan itu kompleks dan perlu pemulihan yang sesuai.
Pemulihan butuh memperhatikan dinamika trauma yang dialami anak, antara lain dengan melihat bentuk kekerasan, karakteristik anak, dan kondisi psikologisnya. Selain itu, yang juga penting adalah menguatkan sistem dukungan sosial (support system) secara komprehensif.
”Jika pemulihan tidak memadai, dikhawatirkan akan menimbulkan beragam ekses yang tidak diinginkan,” ujar Gisella. Dampak itu bisa berupa yang destruktif terhadap diri korban, seperti menyakiti diri atau mencoba bunuh diri, ataupun destruktif ke orang lain, misalnya dengan penyerangan.
Yang terpenting bagi publik sekarang bukan memecahkan teka-teki kasus pembunuhan oleh NF, melainkan membangun kepedulian bersama untuk menangkal segala bentuk kekerasan terhadap anak. Tanggung jawab bukan hanya kepada orangtua dan keluarga, melainkan juga seluruh masyarakat.
Harfiah mencontohkan, masyarakat kerap menganggap kekerasan pada anak di keluarganya merupakan ranah privat yang tidak boleh dicampuri. Kasus kekerasan seksual NF memberikan pelajaran bahwa kita tidak boleh lagi tidak berbuat sesuatu, dengan prinsip meminimalkan korban.
Gisella mengatakan, masyarakat bisa mewujudkan kepeduliannya, antara lain dengan cara segera mencari pertolongan yang dibutuhkan, misal dengan datang ke kepolisian setempat atau ke lembaga layanan terpadu, seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja tahun 2018 menunjukkan, dua dari tiga anak pernah mengalami kekerasan. Bahkan, 1 dari 11 anak perempuan dan 1 dari 17 anak laki-laki pernah mengalami kekerasan seksual (Kompas, 10/1/2020).
Daripada bingung bagaimana mesti menghakimi NF, lebih berguna memupuk kepedulian terhadap perlindungan anak.