Warga Belum Terima Bansos, RT/RW Didorong Lebih Aktif Melapor
Sejumlah warga Tangerang Selatan belum memperoleh bansos. Peran aktif RT/RW untuk melaporkan warga yang belum menerima bansos bisa membantu perbaikan pendataan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Persoalan ketidakcocokan data membuat sejumlah warga terdampak Covid-19 di Tangerang Selatan belum mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Pemerintah Kota Tangerang Selatan mendorong kepala lingkungan di tingkat RT/RW agar aktif melaporkan warga yang belum tersentuh bansos. Cara itu diharapkan bisa menekan jumlah warga yang belum tersentuh bansos.
Ketua RT 005 RW 006 Kelurahan Jombang, Tangerang Selatan, Muhidin (42), mengaku menerima banyak keluhan dari warga yang merasa terdampak Covid-19, tetapi tidak tercatat sebagai calon penerima bansos. Menurut dia, data warga penerima bansos yang diperolehnya dari Kementerian Sosial sudah tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
”Kebanyakan datanya sudah tidak valid karena dinamika di tengah masyarakat itu, kan, sangat cepat sekali,” ujar Muhidin, Selasa (12/5/2020).
Mengacu pada data Dinas Sosial Tangsel, total penerima bansos Covid-19 tercatat sebanyak 98.595 kepala keluarga (KK). Bansos antara lain berasal dari Kementerian Sosial dengan kuota 75.916 KK dan Pemerintah Provinsi Banten dengan kuota 22.258 KK.
Bansos dari Kementerian Sosial tahap pertama telah disalurkan ke setiap kelurahan. Penyaluran tahap berikutnya menyusul dalam kurun waktu tiga bulan mendatang. Adapun bantuan dari Pemprov Banten masih dalam proses. Setiap KK dilarang menerima lebih dari satu bantuan.
Tokoh masyarakat Tangsel, Rasyid Syakir, mengapresiasi langkah pemerintah yang telah mengucurkan bantuan kepada warga terdampak Covid-19 di Tangsel. Namun, bagi Rasyid, masih ada kekurangan terkait data yang diterima. Hal itu mengakibatkan masih ditemukan ketidakcocokan data warga yang seharusnya menerima bansos dengan yang tidak berhak.
”Seharusnya pemerintah bersinergi soal data. RT dan RW itu yang paling tahu data terbaru,” ujar Rasyid.
Analis Kebijakan Publik dan Politik Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang, Adib Miftahul, mengatakan, pemerintah daerah di Tangerang Raya masih gagap dalam mengatasi persoalan bansos. Hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap kedua diterapkan, persoalan pendataan penerima bansos tidak kunjung tuntas. Padahal, lanjutnya, bansos merupakan instrumen penting agar masyarakat bisa menaati peraturan dalam PSBB.
”Dari dulu urusan bansos masih seputar pendataan. Maka, ini penting sekali kita memiliki data valid yang terus diperbarui,” kata Adib.
Ia berharap pemerintah bisa segera membenahi persoalan pendataan penerima bansos. Pandemi Covid-19 bisa menjadi momentum pemerintah untuk membenahi data penerima bansos. Dengan demikian, jika terjadi bencana lagi di kemudian hari, persoalan data penerima bansos tidak akan kembali terulang.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Sosial Tangsel Wahyunoto Lukman mengatakan, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang menjadi rujukan jumlah warga penerima bansos rutin diperbarui minimal setahun sekali. Ia mengakui dinamika di tengah masyarakat sangat cepat sehingga Pemerintah Daerah Tangsel membuka kesempatan bagi warga yang belum mendapat bantuan untuk melaporkan diri.
”Apabila ditemukan data penerima ganda atau duplikasi, kami siap mengakomodasi untuk perbaikan. Prinsipnya, semua yang berhak pantas untuk dibantu,” katanya.
Wahyu meminta kepala lingkungan atau ketua RT dan RW untuk memfasilitasi warga yang melapor. Upaya itu didukung dengan Surat Edaran (SE) tentang Pelaksanaan Jaring Pengaman Sosial dalam Penanganan Pandemi Covid-19 di Wilayah Kota Tangerang Selatan.
Dalam SE itu disebutkan, sinkronisasi dan harmonisasi data penerima bansos sesuai kriteria dan keadaan faktual di lapangan dilaksanakan melalui verifikasi, validasi, penambahan, penghapusan, dan perbaikan data lainnya secara berkesinambungan oleh Dinsos Tangsel dengan didukung organisasi perangkat daerah terkait.
”SE sudah diteruskan ke RT/RW di Tangsel. Kalau ada penerima bansos yang duplikasi, dibatalkan, atau tidak ditemukan karena pindah, maka bansos untuknya dapat dialihkan ke penerima lain yang belum terdaftar dan layak dibantu,” ujar Wahyu.
Pengamat kesejahteraan sosial Universitas Muhammadiyah Jakarta, Makmur Sunusi, menyebutkan, pendataan warga penerima bansos tidak mudah dilakukan karena pandemi Covid-19 datang secara tiba-tiba. Menurut dia, persoalan serupa dialami negara lain, hanya saja negara lain bisa meminimalkan dengan mengandalkan national security number dan disiplin verifikasi serta validasi. Dengan demikian, tingkat penyimpangan dalam penyaluran bansos menjadi bisa ditekan.
Makmur melihat dorongan kepada RT/RW di Tangsel untuk memverifikasi, memvalidasi, dan melaporkan warganya yang belum menerima bantuan mirip dengan yang dilakukan Pemerintah India. Menurut dia, Pemerintah India menerapkan participatory rural appraisal, dengan munculnya peran besar keterlibatan kepala lingkungan atau masyarakat dalam mengawal penyaluran bansos.
”Tinggal inisiatifnya, diambil data itu dari RT/RW. Bagaimana secara proaktif RT/RW dibiarkan melapor tanpa terkendala birokrasi,” ucap Makmur.