Tiga Hari Layani Penumpang, Perusahaan Otobus Masih Merugi
Jumlah penumpang bus antarkota antarprovinsi yang berangkat dari Terminal Pulo Gebang, Jakarta Timur, masih sedikit akibat adanya persyaratan yang mesti dipenuhi calon penumpang. Akibatnya, perusahaan otobus merugi.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah perusahaan otobus atau PO bus antarkota antarprovinsi sudah tiga hari beroperasi pascarelaksasi angkutan umum. Akan tetapi, jumlah penumpang yang dilayani sangat sedikit. Mereka berharap ada keringanan dari berbagai pihak untuk mengurangi biaya operasional.
Sedikitnya jumlah penumpang bus AKAP tak lepas dari kebijakan pemerintah yang mengatur kriteria perlintasan orang di wilayah pembatasan sosial berskala besar. Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 hanya membolehkan orang-orang dengan kepentingan tertentu saja bisa masuk-keluar di wilayah PSBB.
Mereka yang dikecualikan dalam aturan ini antara lain aparatur sipil negara (ASN) atau karyawan swasta yang sedang menjalankan tugas, pasien yang membutuhkan perawatan darurat, dan orang yang keluarga intinya sakit keras atau meninggal. Adapun repatriasi pekerja migran, WNI, dan mahasiswa yang berada di luar negeri, serta pemulangan orang dengan alasan khusus oleh pemerintah juga dikecualikan.
Managing Director PT Eka Sari Lorena Transport Dwi Rianta Soerbakti menjelaskan, setelah pemerintah membuka kembali layanan angkutan umum dengan kriteria aturan di atas, pihaknya terpaksa menaikkan tarif tiket secara progresif. ”Lorena menaikkan tarif dengan sangat signifikan, sebesar 50 persen dari harga normal,” katanya ketika dihubungi, Selasa (12/5/2020).
Meskipun sudah ada kenaikan harga tiket tersebut, Lorena baru bisa balik modal ketika jumlah penumpang mencapai 30 persen dari kapasitas atau sekitar 11-12 orang per bus berkapasitas 30 penumpang.
Angka minimal jumlah penumpang ini belum tercapai jika mengacu kepada data keberangkatan di Terminal Pulo Gebang, satu-satunya terminal yang menjadi persinggahan bus AKAP di Jabodetabek sebelum mengantar penumpang ke sejumlah kota di Pulau Jawa.
Layanan angkutan umum AKAP kembali aktif di Terminal Pulo Gebang, Sabtu (9/5/2020). Pada hari pertama, belum ada penumpang di terminal itu. Hari selanjutnya, ada lima penumpang yang berangkat. Adapun kemarin, ada tujuh penumpang yang berangkat.
Beroperasi selama dua hari terakhir, lanjut Dwi, Lorena masih merugi. ”Kami sedang test the water untuk menganalisis sejauh apa ketertarikan publik terhadap moda darat yang disertai pembatasan ini. Nanti akan sampai di titik tertentu, apakah kami harus lanjutkan atau istirahat dulu,” ujarnya.
Nanti akan sampai di titik tertentu, apakah kami harus lanjutkan atau istirahat dulu.
Dia menilai, angkutan umum, terutama darat, belum sinkron. Bus AKAP dibolehkan beroperasi, tetapi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) belum menyediakan layanan penyeberangan. Akibatnya, PO tidak bisa membuka layanan di luar Jawa.
Di tengah situasi itu, lanjutnya, subsidi untuk PO masih sangat minim. Bantuan sebesar Rp 600.000 per bulan untuk sopir angkutan umum belum diterima secara merata. ”Padahal, datanya sudah saya kirim ke Organda, dinas perhubungan, serta dinas ketenagakerjaan di daerah,” ujar Dwi.
Dwi juga menyayangkan program cashback 50 persen Pertamina tidak menyasar bus AKAP. Padahal, bahan bakar minyak merupakan ongkos operasional terbesar bus AKAP. ”Jakarta-Surabaya saja bisa Rp 6 juta BBM-nya,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan, program cashback 50 persen Pertamina belum tersedia untuk bus AKAP. Sejauh ini, baru angkutan kota dan pengojek daring yang bisa mengakses program itu.
Presiden Direktur Sinar Jaya Group Teddy Rusli menambahkan, terlepas dari semua kerugian yang diderita, PO tetap melayani karena setia kepada penumpang. ”Kami sudah melayani penumpang puluhan tahun. Makanya, kami harus tetap hadir meskipun saat krisis begini. Kalau ngomongin bisnis, mah, sudahlah, pusing!” katanya.