Pengalihan Arus Lalu Lintas di Tangsel Sia-sia Tanpa Ketegasan Sanksi Pelanggar
Pemkot Tangsel memberlakukan pengalihan arus lalu lintas di sejumlah titik pada malam hari. Kebijakan itu dinilai bakal sia-sia jika tanpa diiringi penegakan hukum yang kuat di lapangan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pemerintah Kota Tangerang Selatan memberlakukan kebijakan pengalihan arus lalu lintas di sejumlah ruas jalan pada malam hari. Kebijakan itu salah satu upaya pemerintah mengurangi aktivitas warga. Namun, sejumlah pihak menilai upaya itu bakal sia-sia tanpa diiringi penegakan hukum yang kuat di lapangan.
Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie menjelaskan, kebijakan pengalihan arus lalu lintas (lalin) di Tangerang Selatan sudah dimulai sejak Sabtu (9/5/2020). Pengalihan arus lalin dilaksanakan setiap hari pada pukul 22.00 hingga 05.00.
Menurut rencana, kebijakan itu bakal berlangsung hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap dua berakhir pada 17 Mei 2020. Kebijakan itu diambil setelah sebelumnya Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Tangsel menggelar rapat.
”Jalan tidak ditutup. Hanya pengalihan saja. Semata-mata untuk pencegahan yang mudik. Karena selama ini masih sering ditemui pengemudi mobil dan motor lalu lalang,” ujar Benyamin ketika dihubungi pada Senin (11/4/2020).
Kepala Dinas Perhubungan Tangsel Purnama Wijaya menerangkan, pengalihan arus lalu lintas dilakukan di lima titik. Kendaraan yang hendak masuk ke wilayah Tangsel dilarang melintas dan diminta mencari rute lain.
Kelima titik tersebut di antaranya jalur titik Gading Serpong, jalur titik Muncul dan Taman Tekno, simpang empat Gaplek yang mengarah ke Pamulang, depan Rumah Sakit Sari Asih yang mengarah ke Pamulang, dan Jalan Pondok Aren Penabur Mahagoni.
Purnama berharap pengalihan arus lalin bisa mengurangi jumlah orang-orang yang berkeliaran pada malam hari. Terlebih, selama penerapan PSBB tahap dua di Tangsel, jumlah pelanggaran terus bertambah dan sudah mencapai sekitar 10.000 pelanggaran.
”Selain itu, pengalihan arus lalu lintas dimaksudkan untuk mengawasi pergerakan arus mudik karena ada kecenderungan pemudik berangkat pada malam hari,” kata Purnama.
Dinilai percuma
Analis kebijakan publik dan politik dari Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, Adib Miftahul, menilai kebijakan pengalihan arus lalu lintas Pemkot Tangsel bakal sia-sia jika tidak diimbangi penegakan hukum yang kuat di lapangan. Ia mengacu pada realitas di lapangan, di mana pelanggaran PSBB masih dibiarkan sehingga tidak ada efek jera.
Dari apa yang ia amati, penegakan hukum dan teguran kepada pelanggar PSBB hanya muncul selama empat hari awal penerapan PSBB. Setelah itu mulai mengendur karena keterbatasan personel.
Arus lalu lintas di Tangsel pada malam hari pun, kata Adib, tidak terlalu banyak diwarnai pergerakan orang. Oleh sebab itu, ia mempertanyakan esensi dari pengalihan arus lalu lintas di malam hari.
”Penegakan hukum di lapangan mendesak. Selama penegakan hukum longgar, orang bebas berbuat apa saja,” katanya.
Menanggapi itu, Benyamin mengatakan, arus lalin di Tangsel tergolong ramai, baik siang maupun malam hari. Hal itu karena Tangsel merupakan wilayah pelintasan bagi masyarakat Jakarta, Depok, dan Bogor. Selain itu, pertimbangan pengalihan arus lalu lintas diberlakukan pada malam hari, menurut Benyamin, agar tidak mengganggu aktivitas perekonomian warga.
”Kalau orang berkeliaran malam hari itu, mereka buat apa? Makanya, ada kebijakan ini,” kata Benyamin.