Pelanggan Nilai Tagihan Listrik Tidak Normal dan Memberatkan
Perubahan penghitungan tarif listrik menimbulkan pro dan kontra. Sebagian warga menilai perubahan tagihan listrik memberatkan di masa pandemi Covid-19.
Oleh
STEFANUS ATO dan PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian pelanggan mengeluhkan perubahan biaya tagihan tarif listrik pascabayar di masa pandemi Covid-19. Mereka menilai tagihan listrik yang dibebankan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tidak normal dan memberatkan.
Bella (28), warga Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, saat dihubungi, Kamis (7/5/2020), di Jakarta mengatakan tarif listriknya dengan daya 1.300 volt ampere (VA) tiba-tiba melonjak saat ia membayar tagihan pada 3 Mei 2020 sebesar Rp 398.960. Jumlah ini dinilai memberatkan lantaran pada bulan-bulan sebelumnya, biaya yang dikeluarkan untuk membayar tagihan listrik hanya berkisar Rp 260.000-Rp 300.000.
”Pemakaian listrik saya normal meski saya di rumah saja. Saya tidak pakai listrik yang aneh-aneh karena kerjaan kantor pun saya kerjakan pakai handphone,” kata pegawai swasta itu.
Ia menambahkan, pemakaian daya listrik hanya rutin untuk kipas angin dan lampu. Sementara mesin cuci hanya digunakan setiap tujuh hari sekali. Mesin pendingin ruangan juga hanya dihidupkan saat tengah malam mulai pukul 00.00 hingga pukul 04.00.
Pola penggunaan daya listrik seperti itu sudah rutin ia lakukan sebelum masa pandemi. Oleh karena itu, kenaikan tarif tagihan listrik yang mencapai lebih dari Rp 100.000 pada Mei 2020 dibandingkan dengan pembayaran tagihan pada April 2020 dinilai memberatkan dan tidak normal.
”Kalau naiknya sekitar 10 persen, mungkin masih masuk akal. Saya kecewa karena beberapa hari lalu saya baca ada pengurangan tagihan untuk daya 1.300 VA, tetapi setelah bayar tagihan malah naik Rp 130.000,” kata Bella.
Pro dan kontra terhadap perubahan tagihan listrik ramai diperbincangkan warganet di jagat maya Twitter. Hingga Kamis (7/5/2020) pukul 19.00, tagar #ListrikGakNaikKok berada di urutan teratas trending topic Twitter Indonesia.
Sebagian warganet dalam kicauannya mengunggah sejumlah video penjelasan tentang penyebab perubahan biaya tagihan listrik. Ada juga warga yang mengakui kenaikan tarif listrik wajar karena selama masa pandemi Covid-19, waktu lebih banyak dihabiskan di rumah sehingga beban pemakaian listrik otomatis bertambah.
”Karena school from home, si kakak full di rumah. Karena dia enggak tahan panas, AC manteng terus, belum lagi TV. Pantesan tagihan listrik meningkat,” tulis akun Twitter @nila_dewanti.
Di Depok, Yolanda Putri (24), warga Pancoran Mas, turut mengeluhkan tagihan listrik yang membengkak hingga dua kali lipat. Padahal, ia mengaku tidak menggunakan listrik secara berlebihan dan masih wajar.
Yolanda saat dihubungi, Kamis, mengatakan, tagihan listrik rumahnya yang berkapasitas 1.300 VA pada bulan April melonjak hingga Rp 643.000 dengan pemakaian listrik sebesar 422 kWh (kilowatt hour). Pada Januari hingga Maret, tagihan listrik rumahnya rata-rata sebesar Rp 300.000 dengan pemakaian listrik rata-rata 200 kWh.
Sebelum membayar tagihan tersebut, Yolanda sempat melaporkan rata-rata penggunaan listrik bulanannya secara mandiri sesuai petunjuk dari pihak PLN. Hal ini dilakukan karena petugas pencatat meter PLN tidak datang ke rumah sebagai antisipasi penyebaran Covid-19.
”Saya sudah hubungi pihak PLN hingga dua kali. Responsnya kurang baik dan tidak informatif terkait biaya yang melonjak dua kali lipat tersebut. Mereka malah mengaitkan pembayaran bulan Agustus 2019. Padahal, kalaupun ada, kenapa baru ditagih sekarang,” ujarnya.
Saya sudah hubungi pihak PLN hingga dua kali. Responsnya kurang baik dan tidak informatif terkait biaya yang melonjak dua kali lipat tersebut. Mereka malah mengaitkan pembayaran bulan Agustus 2019. Padahal, kalaupun ada, kenapa baru ditagih sekarang.
Selain itu, pihak PLN yang dihubungi Yolanda juga menyebut tagihan listrik rumahnya diakumulasikan sesuai pemakaian kWh listrik. Namun, Yolanda mengaku tidak menggunakan listrik secara berlebihan karena setiap hari ia masih harus keluar rumah untuk bekerja. Perusahaan tempatnya bekerja tidak menerapkan kebijakan bekerja dari rumah.
”Saya mau lihat dulu tagihan bulan ini apakah sama atau beda. Nanti saya coba hitung sendiri pemakaian kWh-nya. Kalau masih tetap naik harganya, saya mau minta petugas memeriksa ke rumah,” ujarnya.
Perubahan penghitungan
Sebelumnya, Executive Vice President Corporate Communication dan CSR PT PLN I Made Suprateka, Rabu (6/4/2020), mengklarifikasi isu kenaikan tagihan listrik oleh PLN. Menurut Made, secara garis besar kenaikan tagihan listrik pelanggan itu disebabkan ada perubahan mekanisme penghitungan tagihan di tengah pandemi. Selain itu, ada peningkatan konsumsi listrik selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
”Pada saat penerapan protokol Covid-19, PLN mencatat tagihan rekening listrik April 2020 menggunakan rata-rata pemakaian listrik selama tiga bulan (Desember 2019 hingga Februari 2020),” ujar Made melalui konferensi pers dalam jaringan (daring) di Jakarta.
Kebijakan menerapkan tagihan rata-rata tiga bulan itu dilakukan sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19 sehingga pencatatan dan pemeriksaan meteran listrik pelanggan secara langsung ke rumah-rumah oleh petugas PLN ditangguhkan untuk sementara waktu.
Ia menjelaskan dengan simulasi seorang pelanggan yang rata-rata tagihan rekening listriknya sebesar 50 kWh selama tiga bulan. Pada Maret, pelanggan itu menggunakan listrik sebesar 70 kwh, naik dari tiga bulan sebelumnya, karena lebih banyak beraktivitas di rumah akibat PSBB. Di tagihan rekening listrik bulan April, pelanggan tidak membayar sebesar 70 kwh, melainkan tetap sebesar 50 kwh karena menggunakan penghitungan rata-rata tiga bulan. Dengan demikian, ada selisih 20 kwh pemakaian listrik bulan Maret yang belum dibayar.
”Kekurangan tagihan itu akan diakumulasikan pada tagihan rekening bulan berikutnya,” kata Made.
Oleh sebab itu, tagihan rekening listrik bulan berikutnya (Mei) akan mengalami kenaikan karena ada akumulasi tagihan yang belum terbayar. Dalam simulasi yang dijelaskan Made, apabila pelanggan menggunakan listrik sebesar 90 kwh pada bulan April, tagihannya pada bulan Mei akan menjadi 110 kWh karena ditambahkan kekurangan tagihan bulan Maret sebesar 20 kwh (Kompas.id, 6/5/2020).