Ribuan Awak Bus dan Perusahaan Otobus di DKI Jakarta Kehilangan Penghasilan
Penerapan PSBB dan larangan mudik sudah membuat perusahaan otobus ”tidur” tak bisa beroperasi. Pengusaha dan kru bus terdampak meminta bantuan dan keringanan dari pemerintah.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organda DKI Jakarta memastikan, selama penerapan larangan mudik, perusahaan otobus sudah tidak beroperasi. Untuk DKI Jakarta, pelarangan sudah berdampak pada 150.000 kru bus dan ratusan perusahaan. Organda meminta pemerintah segera menyalurkan bantuan kepada awak bus dan pengusaha bus.
Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan, Selasa (28/4/2020), mengatakan, untuk memutus mata rantai persebaran virus korona, Organda DKI mendukung penerapan perpanjangan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta.
Namun, PSBB yang diikuti kebijakan larangan mudik, lanjut Shafruhan, telah berdampak pada operasional bus dan angkutan. Semua perusahaan angkutan bus sudah ”tidur” atau tidak ada yang beroperasi penuh.
Itu meliputi bus antarkota antarprovinsi (AKAP), juga angkutan pariwisata dan angkutan perkotaan, seperti bajaj, mikrolet, bus kota, dan taksi yang beroperasi. ”Untuk DKI Jakarta, jumlah awak bus yang terdampak sebanyak 150.000 orang, sementara perusahaan yang terdampak sekitar seratus,” jelas Shafruhan.
Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, menjelaskan, data yang disampaikan Organda DKI adalah data di DKI Jakarta saja. Sebetulnya untuk seluruh wilayah Indonesia, saat ini terdaftar 346 perusahaan bus AKAP, 56 angkutan travel atau antarjemput antarprovinsi, dan 1.112 perusahaan bus pariwisata. Semuanya terdampak.
Data produksi sektor transportasi yang dikumpulkan Kementerian Perhubungan, lanjut Djoko, menunjukkan, pada masa pandemi Covid-19 periode Februari-Maret 2020, seluruh moda transportasi umum mengalami penurunan. Untuk angkutan jalan, dari data terminal penumpang bus seluruh Indonesia, ada penurunan keberangkatan sebesar 17,24 persen dan kedatangan 22,04 persen.
”Sudah terjadi penurunan jumlah bus yang beroperasi di terminal seluruh Indonesia pada bulan Maret (setelah kasus Covid-19 pertama) dibandingkan dengan bulan Februari, yaitu 246.785 bus atau 18,35 persen,” ujar Djoko.
Jumlah penumpang bus juga mengalami penurunan pada bulan Maret dibandingkan dengan bulan Februari, yaitu sebanyak 1.885.943 orang atau 19,57 persen.
Ribuan orang di-PHK
Penurunan itu berdampak terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) pengemudi dan asisten pengemudi. Untuk bus pariwisata, sebanyak 2.428 orang terdampak. Adapun tenaga kerja sebagai pengemudi, kapten, dan asisten kapten bus antarkota antarprovinsi sebanyak 3.900 orang.
”Secara keseluruhan ada 6.328 tenaga kerja pekerja transportasi umum (bus AKAP dan bus pariwisata) di-PHK sejak wabah Covid-19 diumumkan di Indonesia,” jelas Djoko.
Sementara menilik data yang disampaikan Shafruhan dari Organda Pusat, seluruh karyawan dan kru bus di Indonesia yang terdampak sebanyak 1,5 juta orang.
Untuk itu, Djoko melanjutkan, perlu dukungan dan kebijakan dari pemerintah dalam rangka menyelamatkan sektor transportasi. Setiap sektor transportasi telah mengusulkan beragam stimulus.
Untuk transportasi darat angkutan orang, keringanan yang diberikan antara lain relaksasi pembayaran kewajiban pinjaman kepemilikan kendaraan kreditor anggota Organda; kebijakan penundaan pemungutan pajak (Pajak Penghasilan/PPh Pasal 21, PPh 22 Impor, PPh Pasal 25); pembebasan pembayaran pajak kendaraan bermotor dan retribusi lain di daerah; pembebasan iuran BPJS (Kesehatan dan Ketenagakerjaan); bantuan langsung kepada karyawan dan pengemudi perusahaan angkutan umum; pembebasan pembayaran tol kepada angkutan umum pelat kuning; serta pembebasan kewajiban pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pengurusan perizinan.
Kemudian, untuk transportasi darat angkutan barang, Djoko menilai perlu juga diberikan keringanan, seperti relaksasi pengembalian pinjaman pokok bagi perusahaan jasa angkutan barang selama 12 bulan, baik kredit investasi melalui bank maupun nonbank (leasing); penurunan suku bunga pinjaman sebesar 50 persen; PPh Pasal 21 ditiadakan selama 12 bulan; relaksasi PPh Pasal 23; relaksasi PPh Pasal 25 tahun 2019; bantuan langsung tunai bagi sopir angkutan barang; serta kepastian berusaha dan beroperasi kendaraan di lapangan.
Secara terpisah, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan, terkait permasalahan yang dihadapi karyawan dan kru bus serta perusahaan bus, Dinas Perhubungan DKI terus mengomunikasikan permasalahan tersebut dengan Kementerian Perhubungan.
Untuk awak bus dan karyawan terdampak, Dinas Perhubungan mengharapkan Kementerian Perhubungan bisa segera merealisasikan bantuan sosial. Dari DKI Jakarta, data kru dan karyawan terdampak sudah disampaikan kepada Kementerian Perhubungan.
Untuk pengusaha atau operator, Dinas Perhubungan DKI sudah memulai, di antaranya dengan penghapusan denda-denda administrasi. ”Untuk paket bantuan dan keringanan, kami menunggu Kementerian Perhubungan,” jelas Syafrin.