Mobilitas Kendaraan Masuk Keluar Bogor Berkurang Signifikan
Aturan larangan mudik dari pemerintah pusat diakui cukup menekan mobilitas warga masuk keluar wilayah Bogor, Jawa Barat.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Aturan larangan mudik dari pemerintah pusat telah ditindaklanjuti pemerintah daerah di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor. Aturan yang mulai efektif diberlakukan Jumat (24/4/2020) itu menekan mobilitas warga masuk keluar wilayah Bogor, Jawa Barat.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim saat dihubungi, Minggu (26/4/2020), mengakui, aturan larangan mudik cukup menekan mobilitas warga masuk keluar wilayah Bogor. Hal ini salah satunya terjadi karena adanya penyekatan lalu lintas di sejumlah titik untuk mengawasi pengendara.
Berdasarkan peta penyekatan larangan arus mudik dan arus balik dari Korps Lalu Lintas Polri, terdapat 58 titik jalur darat yang disekat untuk menghalau para pemudik. Puluhan titik penyekatan tersebar di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Pemantauan awal memang masih terdapat beberapa kendaraan yang hendak mudik.
Salah satu titik penyekatan terdapat di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor. Titik penyekatan di Kota Bogor, yakni di Simpang Pomad dan Simpang Yasmin. Sementara titik penyekatan di Kabupaten Bogor, yaitu di Exit Tol Gunung Putri, Gerbang Tol Sentul Utara, dan Rindu Alam. Arus dari arah Parung dan Cibinong menuju Kota Bogor juga dilakukan penutupan total.
Petugas di setiap titik penyekatan akan memantau dan mengawasi setiap kendaraan yang melintas. Sejumlah tindakan yang dilakukan, antara lain melakukan imbauan, memeriksa identitas diri dan suhu tubuh para pengendara, serta memutarbalikkan kendaraan.
Kendaraan yang boleh melintas antarprovinsi hanya kendaraan pengangkut logistik, bahan bakar minyak (BBM), alat kesehatan, dan jasa ekspedisi. Namun, petugas terlebih dahulu akan melakukan penyemprotan disinfektan terhadap kendaraan tersebut.
Dedie menyatakan, aturan larangan mudik juga membuat Terminal Baranangsiang sudah tidak beroperasi secara optimal. Sebab, pihak terminal hanya melayani perjalanan antarkota dalam provinsi (AKDP) dengan jalur tertentu dan jumlah yang sangat minim.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Bogor Ajun Komisaris Fadli Amri menyatakan, dari pemantauan awal memang masih terdapat beberapa kendaraan yang hendak mudik. Namun, sebagian besar kendaraan yang melintas tidak bertujuan untuk mudik, tetapi hanya aktivitas warga biasa, seperti membeli keperluan sehari-hari.
Fadli menjelaskan, titik penyekatan dilakukan di pos-pos yang telah dibuat saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada 15 April lalu. Namun, terdapat titik utama untuk mengawasi pengendara, yakni di Rindu Alam perbatasan Cianjur dan Cigombong perbatasan Sukabumi.
”Dari patroli terpantau cukup kondusif dan lancar. Mungkin juga ada faktor awal puasa sehingga tidak ada penumpukan atau aktivitas roda dua dan empat yang tinggi,” ujarnya.
Di Kota Depok, Wali Kota Depok Mohammad Idris juga telah menindaklanjuti aturan larangan mudik dengan menghentikan operasional Terminal Jatijajar sejak Sabtu (25/4/2020). Penghentian ini membuat Terminal Jatijajar tidak melayani bus antarkota antarprovinsi (AKAP) dan AKDP.
Penyaluran bansos
Bantuan sosial dari Pemkot Bogor berupa bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 500.000 selama empat bulan akan mulai disalurkan pada Senin (27/4/2020). Menurut Dedie, pihaknya telah bekerja sama dengan PT Pos Indonesia untuk menyalurkan langsung bantuan tersebut berdasarkan nama dan alamat sehingga tidak ada campur tangan aparat di bawah.
Selain itu, petugas juga akan dibekali daftar nama penerima dari lima sumber bantuan, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun Pemerintah Kota Bogor. Masing-masing penerima bantuan akan ditandai dengan stiker dari jenis sumber bantuan yang diterima.
”Apabila ada penerima yang menerima bantuan berkali-kali atau tidak tepat sasaran, dapat diketahui warga lain dan dapat menjadi catatan untuk dibatalkan atau dikembalikan,” ujar Dedie.
Sebelumnya, Pemkot Bogor juga telah menyiapkan anggaran sebesar lebih dari Rp 300 miliar untuk menangani Covid-19 dan pembiayaan PSBB. Anggaran berasal dari sejumlah pendanaan, antara lain belanja tak terduga (BTT) APBD Kota Bogor 2020, pemangkasan anggaran organisasi perangkat daerah, dan pemangkasan anggaran DPRD untuk percepatan penanganan Covid-19.
Anggaran itu nantinya akan digunakan untuk membiaya tiga tahapan penanganan Covid-19 di Kota Bogor. Tahap pertama untuk pengadaan logistik sebesar Rp 210 miliar dan pencegahan Rp 21 miliar.
Pada tahap kedua, anggaran tersebut dikeluarkan untuk program percepatan penanganan Covid-19. Adapun rinciannya antara lain untuk intensif RW Siaga Corona dengan total Rp 5,7 miliar, paket sembako sebesar Rp 38 miliar, dan dapur umum Rp 4 miliar.
Sementara untuk tahap ketiga, total biaya yang dikeluarkan Rp 26 miliar dengan rincian kompensasi retribusi Rp 18 miliar dan modal usaha industri kecil dan mikro Rp 16 miliar. Tahap terakhir tersebut merupakan tahapan pemulihan atau program pascabencana.