Konsepnya ialah menggalakkan 44 puskesmas kecamatan dan suku dinas kesehatan di DKI Jakarta agar meningkatkan jangkauan serta pelayanan untuk ODHA guna menurunkan persebaran virus dan tidak memperburuk kondisi ODHA.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya mendeteksi orang dengan HIV/AIDS atau ODHA dan menjamin mereka mendapat perawatan menjadi kewajiban bagi puskesmas kecamatan. Oleh karena itu, mereka ditantang melalui permainan interaktif yang diterapkan sehari-hari agar bisa menggapai ODHA di sekitar wilayah masing-masing.
Hal tersebut merupakan inti dari program Jakarta Memanggil yang diluncurkan di Jakarta, Selasa (11/2/2020). Program permainan interaktif (gamifikasi) ini dibuat oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Linkages.
Konsepnya ialah menggalakkan 44 puskesmas kecamatan dan 5 suku dinas kesehatan di DKI Jakarta agar meningkatkan jangkauan serta pelayanan untuk ODHA guna menurunkan persebaran virus, tidak memperburuk kondisi ODHA, dan memungkinkan pada tahun 2030 Jakarta bebas dari AIDS.
”Ada lima level permainan. Setiap level memiliki dua tantangan yang bisa dipilih salah satu ataupun dijalankan keduanya oleh puskesmas,” kata Associate Director Linkages Erlian Rista Aditya.
Contoh tantangannya ialah meminta puskesmas memastikan 90 persen ODHA yang baru terdeteksi rutin mengikuti pemeriksaan dan pengobatan. Contoh lain, memastikan 80 persen pasangan suami istri yang terindikasi ODHA mengikuti perawatan rutin.
Puskesmas yang berhasil memenuhi target-target tersebut akan mendapat imbalan, misalnya berupa kupon belanja, bertemu dengan artis, dan paket wisata. Program Jakarta Memanggil ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2020. Setelah itu, hingga bulan September 2020 akan dilihat apakah pelaksanaan gamifikasi penanggulangan HIV/AIDS masih diperlukan.
”Tujuan utamanya, setiap puskesmas kecamatan bisa membangun sistem pelayanan dan perawatan untuk ODHA yang berkesinambungan. Metode gamifikasi ini langkah awal untuk memantik animo para petugas kesehatan. Setelah ini, akan diberi bimbingan mengenai sistem kerja dan imbalan yang bersifat lebih intrinsik, bukan material,” papar Erlian.
Jumlah kasus tinggi
DKI Jakarta termasuk provinsi dengan jumlah kasus HIV/AIDS tinggi. Provinsi lainnya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Papua Barat, dan Papua. Kementerian Kesehatan memperkirakan ada 109.000 ODHA di Jakarta.
Jumlah yang sudah terdeteksi adalah 60.000 ODHA. Akan tetapi, baru 24.000 orang yang tercatat mengikuti terapi obat antiretroviral (ARV).
”Kendala terbesar di Jakarta adalah mobilitas penduduk. Terduga ODHA biasanya melakukan tes di fasilitas kesehatan yang jauh dari domisilinya. Jadi, diperkirakan banyak dari ODHA yang melakukan tes di Jakarta sebenarnya warga dari wilayah lain,” kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti.
Oleh sebab itu, ketika hendak melakukan tes HIV/AIDS, pasien diminta menandatangani perjanjian bahwa apabila tidak kembali ke puskesmas di Jakarta untuk berobat, ia harus berkomitmen mengikuti pengobatan di fasilitas kesehatan di dekat tempat tinggalnya atau di klinik lain. Harapannya, Jakarta memiliki jejaring penanganan pengobatan ODHA dengan wilayah sekitar, seperti Bekasi, Depok, dan Tangerang Selatan.
Pemberian obat ARV sudah bisa dilakukan satu pekan setelah hasil tes keluar dan mengindikasikan individu tersebut positif memiliki HIV/AIDS. Obat diberikan gratis satu kali dalam sebulan setelah pemeriksaan rutin. Warga yang tidak memiliki kartu tanda penduduk DKI Jakarta diharuskan membayar di loket sebesar Rp 15.000.
Petugas medis Puskesmas Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Bowini Sri Rahayu, mengatakan, fasilitas kesehatan itu melayani 98 ODHA dari berbagai usia. Dari jumlah tersebut, masih ada yang tidak rutin melakukan perawatan karena kesibukan pekerjaan.
Menurut dia, kendala terberat ialah mengajak mereka yang terindikasi HIV/AIDS untuk diperiksa. Puskesmas tersebut melayani ibu-ibu rumah tangga dengan HIV/AIDS. Mereka berinisiatif mengikuti perawatan rutin demi memastikan kesehatan diri dan anak-anak.
”Namun, para suami masih enggan memeriksakan diri. Kami juga tidak bisa memaksa,” ujarnya.
Salah satu imbauan pada Jakarta Memanggil ialah mengerahkan semua unsur masyarakat, seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kader posyandu, untuk mengadvokasi pentingnya memeriksakan diri secara rutin. Kerahasiaan informasi dijaga. Terdapat pula lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bersinergi dengan puskesmas untuk memberi dukungan moral maupun mendampingi dalam proses pengobatan atas izin ODHA.