Ke depan, mencegah banjir tidak bisa secara parsial. Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi. DPR pun siap membantu, baik dari sisi pemenuhan kebutuhan anggaran maupun peraturan perundang-undangan.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat meminta pemerintah untuk tetap fokus pada penyelamatan korban bencana banjir yang melanda Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek sejak dua hari lalu. Ke depan, perlu ada konsep penanganan dan pencegahan banjir dengan penataan wilayah dari hulu sampai hilir secara komprehensif.
Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Demokrat Agung Budi Santoso menyatakan ikut prihatin dengan bencana banjir yang melanda Jabodetabek sejak Rabu (1/1/2020).
Meski banjir di sejumlah lokasi sudah mulai surut, ia meminta pemerintah tetap fokus menyelamatkan para korban.
”Penyelamatan jiwa korban itu tetap yang utama,” kata Agung setelah menyerahkan bantuan dari DPR kepada pengungsi di Gelanggang Olahraga (GOR) Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (3/1/2020).
Sejumlah warga yang terdampak banjir masih berada di pengungsian. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, hingga Jumat pagi, total ada 12.491 pengungsi yang tersebar di 84 lokasi pengungsian di seluruh Ibu Kota.
Kondisi pengungsian pun tak seluruhnya memadai. Misalnya, di GOR Pengadegan yang luasnya sekitar 300 meter persegi diisi sekitar 500 warga. Akibatnya, mereka harus tidur berdesakan dan kesulitan mengakses kamar mandi yang jumlahnya terbatas. Beberapa di antaranya pun mulai terserang penyakit.
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mendorong agar tim evakuasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), TNI, Polri, dan para sukarelawan untuk bekerja optimal. Seluruh wilayah terdampak perlu disisir kembali untuk menghindari jatuhnya lebih banyak korban.
Puan mengatakan, semua kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah harus bersinergi untuk membantu dan memulai pemulihan masyarakat. Anggota DPR yang tengah reses pun diminta untuk membantu proses tanggap darurat di daerah pemilihannya masing-masing.
”Kami meminta agar bencana banjir yang melanda Jabodetabek untuk segera diatasi melalui koordinasi dan komunikasi antarinstansi terkait. Tidak malah saling melempar tanggung jawab dan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat,” ujar Puan.
Dia menambahkan, penanganan banjir di Jabodetabek tidak bisa diselesaikan secara parsial. Bencana ini terjadi di sejumlah daerah dan penyebabnya pun saling terkait. Oleh karena itu, pemerintah daerah tidak bisa menjadi satu-satunya tumpuan, langkah penyelesaian masalah ini harus diinisiasi pemerintah pusat.
”Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi dalam menyusun kebijakan dan program penanggulangan banjir di Jabodetabek. DPR juga akan membantu semua upaya pencegahan dan penanggulangan, baik dari sisi anggaran maupun legislasi,” kata Puan.
Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto mengatakan, dukungan itu salah satunya dengan merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Revisi UU tersebut merupakan salah satu dari 50 rancangan undang-undang (RUU) yang ada dalam draf Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020.
”Kami akan menyelesaikan draf RUU tentang Penanggulangan Bencana dalam dua bulan ke depan,” ujarnya.
Yandri menjelaskan, substansi RUU tentang Penanggulangan Bencana adalah memberikan wewenang penuh kepada Kepala BNPB untuk mengoordinasikan anggaran kebencanaan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sudah dialokasikan dana siap pakai saat bencana Rp 6 triliun dan dana operasional bencana Rp 800 miliar.
Selain itu, BNPB diposisikan sebagai koordinator dalam praktik penanggulangan bencana di lapangan yang melibatkan pemerintah daerah, TNI, dan Polri. ”Kami ingin ada badan yang benar-benar bertanggung jawab sehingga tidak ada lagi saling lempar tanggung jawab. Dalam hal ini, peran BNPB akan diperkuat karena selama ini perannya seperti pemadam kebakaran saja,” kata Yandri.
Pokok revisi juga akan mengatur soal pencegahan bencana, di antaranya terkait dengan penataan wilayah dan normalisasi sungai.
Dalam kaitan bencana banjir di Jabodetabek, misalnya, pemerintah harus berani menertibkan bangunan ilegal yang berdiri di daerah resapan air di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Normalisasi sungai yang melintasi wilayah Jabodetabek dari hulu hingga hilir juga harus segera dilakukan.
”Itu semua harus dimulai oleh Presiden Joko Widodo, komandonya pun langsung dari Presiden,” kata Yandri.