JAKARTA, KOMPAS - Menjelang dimulainya pembangunan MRT rute Bundaran Hotel Indonesia-Kampung Bandan, PT MRT Jakarta menuntaskan pengecekan tanah di calon jalur MRT. Hasil investigasi itu akan menjadi dasar bagi kontraktor menyusun rancangan detail dasar.
Silvia Halim, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Jumat (27/7/2018), menjelaskan, investigasi dengan radar atau scanner ini dimulai dua bulan lalu. Investigasi itu diharapkan memberikan banyak informasi mengenai kondisi tanah dan utilitas. Itu karena jalur yang bakal dilewati fase 2 merupakan koridor tua. Pengecekan tanah ini penting karena di rute ini banyak utilitas lama yang ditanam dan belum diketahui apa saja utilitas di area itu.
Hasil pengecekan tanah ini juga akan menyajikan informasi untuk kepentingan pemetaan resiko oleh kontraktor.
"Selama ini, kami temukan tanahnya sangat lembek. Untuk konstruksi tidak bagus, resiko tinggi sekali, bisa roboh. Jadi kalau sudah ada data, kami kasih tahu ke kontraktor agar ada tindakan improvement. Tindakan seperti apa misalnya tanah bisa diperkuat dengan bahan-bahan kimia sebelum mulai digali. Ini untuk penanganan risiko proyek," ujar Silvia.
Meski ada situasi tanah yang sangat berbeda, lanjut Silvia, trase atau jalur trek tidak akan berubah. Perubahan yang memungkinkan adalah penggeseran kotak stasiun. "Targetnya, bulan ini soil investigation (pengecekan tanah) selesai," ujar Silvia.
Rute Bundaran HI-Kampung Bandan ini merupakan kelanjutan (fase 2) dari MRT Lebak Bulus-Bundaran HI. Seluruh jalur MRT Bundaran HI-Kampung Bandan akan berada di bawah tanah.
Untuk menuju Kampung Bandan, terowongan MRT akan melewati Mangga Besar ke arah museum Mandiri, kemudian belok kanan di sebelah terowongan transjakarta, lalu lurus di antara Gedung BNI dan Stasiun Kota.
Chandrian Attahiyat, Tim Ahli Cagar Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI, menjelaskan, sebelum penggalian terowongan oleh MRT, akan ada pemeriksaan di area yang akan dijadikan terowongan MRT di Kota Tua oleh tim cagar budaya. Pemeriksaan akan dimulai awal Agustus dan berlangsung selama sebulan.
Chandrian membenarkan bahwa tanah di area Kota Tua itu lembek. Itu karena Batavia atau Jakarta lama itu didirikan di rawa-rawa. Rumah-rumah atau bangunan lama didirikan dengan pondasi kayu cerucuk dengan kedalaman hingga 10 meter.
"Itu sebabnya tim cagar budaya menyarankan kepada MRT Jakarta untuk membuat terowongannya lebih dalam lagi, sekitar 15 - 20 meter ke bawah. Yang jadi masalah ketika terowongan MRT akan naik menuju Kampung Bandan karena sesuai rancangan trek menuju Kampung Bandan ada di atas tanah," ujar Chandrian.
Bila dalam pemeriksaan di jalur antara BNI dan Stasiun Kota di kedalaman 5 - 10 meter ditemukan pondasi kayu cerucuk dan juga temuan arkeologi lain, tim akan meminta jalur naik terowongan diperpanjang supaya tidak merusak peninggalan arkeologi di sana.
Payung Hukum
Selain aspek teknis, untuk memulai pekerjaan fase 2 ini, PT MRT Jakarta membutuhkan sejumlah payung hukum untuk menjadi dasar MRT Jakarta bekerja dan bekerja sama.
Sayangnya, sampai hari ini Pemprov DKI belum juga membereskan payung hukum yang rancangannya bahkan sudah disiapkan oleh MRT.
Silvia menjelaskan, payung hukum yang dibutuhkan di antaranya Pergub untuk pembebasan lahan dan relokasi penduduk (Land Acquisition and Resettlement Plan/LARP). Pergub itu memungkinkan MRT Jakarta dan SKPD terkait untuk melakukan pembebasan lahan dan merelokasi warga yang tinggal di Kampung Bandan.
Selain itu, MRT juga membutuhkan payung hukum tentang panduan rancang kota (PRK) yang akan menjadi panduan bagi pembangunan di sekitar trek MRT. Dengan trek MRT, tata ruang di sekitar akan berubah. Adapun rancangan PRK ini sudah disusun oleh konsultan MRT dan diajukan ke Pemprov untuk bisa dijadikan payung hukum.
MRT juga membutuhkan penetapan lokasi fase 2 MRT Jakarta. Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menjelaskan, SK Gub tentang penetapan lokasi fase 2 MRT dalam proses penyelesaian di Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan.
Payung hukum lain yang diperlukan MRT adalah penunjukan MRT Jakarta sebagai operator utama MRT. Ini nanti akan sama seperti dengan fase 1 dimana MRT Jakarta juga ditetapkan sebagai operator utama sehingga MRT bisa menjalankan pekerjaannya.
Menurut Silvia, semua aturan hukum itu tengah diupayakan sambil MRT melakukan pengecekan tanah dan sejumlah persiapan pekerjaan untuk fase 2. Ditargetkan sebelum ground breaking fase 2 di November atau Desember 2018 seluruh payung hukum yang diperlukan sudah lengkap selesai.
Lambatnya payung hukum itu tentu saja sangat disayangkan. Karena persetujuan pinjaman dari JICA untuk fase 2 sebesar Rp 22,5 triliun segera ditandatangani di awal Agustus. Artinya dengan pinjaman yang segera cair, pekerjaan fase 2 sudah bisa langsung dikerjakan.