Empat Negara Terlibat dalam Pembangunan ITF Sunter
Oleh
J Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjamin fasilitas pengelolaan sampah dalam kota atau intermediate treatment facility di Sunter, Jakarta Utara, ramah lingkungan meski menggunakan teknologi pembakaran. Analisis mengenai dampak lingkungan ditargetkan rampung diproses Oktober 2018 sehingga pembangunan fisik fasilitas bisa dimulai pada November.
”Kami melaksanakan pembangunan ini berdasarkan standar Uni Eropa. Ini tentang bagaimana lima, sepuluh, lima belas tahun ke depan mewujudkan Jakarta sebagai kota cerdas,” tutur Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno sebelum mencanangkan pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter di lahan bekas Stasiun Peralihan Antara (SPA) Sampah Sunter, Jalan Sunter Baru, Kelurahan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (20/5/2018).
Duta Besar Swedia untuk Indonesia HE Johanna Brismar Skoog, Duta Besar Finlandia untuk Indonesia HE Paivi Hiltunen-Toivio, Country Manager for Indonesia, Malaysia, and Timor Leste pada International Finance Corporation (IFC) Azam Khan, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Satya Heraghandi, serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Isnawa Adji turut hadir.
Sandiaga menuturkan, warga Jakarta setiap hari memproduksi sekitar 7.100 ton sampah. ITF Sunter yang terintegrasi dengan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) dibutuhkan untuk mengurangi ancaman bom waktu ekologis akibat volume sampah sebesar itu. Menurut dia, jika sampah sebanyak itu dibiarkan tak terurus selama dua hari, sampah bisa menutupi seluruh Candi Borobudur.
Isnawa menambahkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan perangkat PLTSa dengan teknologi pembakaran massa yang bakal digunakan di ITF Sunter diseleksi, dipilih yang ramah lingkungan, dan berkelas dunia. ”Teknologi (yang dipilih) yang sudah terbangun bukan di satu atau dua tempat, melainkan lebih dari lima atau sepuluh lokasi di seluruh dunia,” ujarnya.
Pembangunan ITF Sunter menuai pro dan kontra setidaknya sejak DKI ditetapkan sebagai satu dari tujuh daerah untuk proyek percontohan PLTSa melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016. Mahkamah Agung membatalkan perpres itu, mengabulkan permohonan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang meyakini teknologinya malah bakal menimbulkan masalah lingkungan.
Nasib ITF Sunter lantas mendapat angin segar setelah pemerintah menerbitkan peraturan revisi Perpres No 18/2016, yaitu Perpres No 35/2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, serta Gubernur DKI Anies Baswedan menandatangani Peraturan Gubernur DKI No 33/2018 tentang penugasan lanjutan kepada Jakpro dalam penyelenggaraan ITF.
Gas buang
Kritikan disampaikan salah satunya oleh peneliti di Divisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Fajri Fadhillah, beberapa waktu lalu. Teknologi pembakaran diperkirakan akan menambah beban emisi, seperti konsentrasi partikulat (PM 2.5), dioksin, furan, dan karbondioksida. Selain itu, pembakaran sampah menghasilkan limbah berupa fly ash dan bottom ash yang masuk kategori bahan berbahaya dan beracun (B3).
Terkait itu, Direktur Proyek ITF Sunter PT Jakarta Propertindo Aditya Bakti Laksana menuturkan, pemilihan teknologi untuk ITF Sunter menjadi jaminan hal yang dikhawatirkan tersebut tidak terjadi. Sistem penanganan gas buang (flue gas treatment) PLTSa di ITF Sunter nantinya dipastikan menghasilkan emisi gas yang masih aman bagi lingkungan sesuai standar Uni Eropa, bukan standar Indonesia.
Peraturan emisi di Eropa antara lain total partikel maksimal 10 miligram per meter kubik (mg/Nm3), sulfur dioksida (SO2) 50 mg/Nm3, nitrogen (NO dan NO2) 200 mg/Nm3, dan karbon monoksida (CO) 50 mg/Nm3. Di Indonesia, ketentuannya total partikel paling banyak 120 mg/Nm3, SO2 210 mg/Nm3, NO dan NO2 470 mg/Nm3, serta CO 625 mg/Nm3. Adapun batas maksimal dioksin dan furan sama-sam 0,1 mg/Nm3. Artinya, standar peraturan emisi Eropa lebih tinggi dibandingkan di Indonesia.
Lahan bekas SPA Sampah Sunter seluas 3 hektar merupakan milik Pemprov DKI yang dikelola Dinas LH dan Kebersihan DKI. Setelah terbangun nanti, PLTSa di ITF Sunter rencananya punya kapasitas mengolah 2.200 ton sampah per hari dan menghasilkan listrik hingga 35 megawatt.
Jakpro bersama dengan perusahaan bidang energi bersih dan solusi perkotaan asal Finlandia, Fortum, akan membentuk perusahaan patungan (joint venture) untuk berinvestasi membangun serta mengoperasikan ITF Sunter dengan total investasi diperkirakan lebih dari 250 juta dollar AS (Rp 3,53 triliun). Jika akhir tahun ini pembangunan dimulai, ITF Sunter bisa selesai tahun 2021.
Selain soal lingkungan, Sandiaga juga menekankan tentang potensi 6.000-an lapangan kerja baru dari beroperasinya ITF Sunter nanti, terdiri dari 1.000 pekerjaan saat tahap konstruksi, 5.000 pekerjaan pengumpulan sampah, serta 100 pekerjaan teknis bidang operasional. ”Inilah yang dibutuhkan Jakarta. Pekerjaan, pekerjaan, pekerjaan,” katanya.