Izin Usaha Dipermudah
JAKARTA,
KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merancang peraturan gubernur untuk mempermudah usaha rumahan. Kebijakan diambil untuk pengembangan unit usaha mikro, kecil, dan menengah, serta akan menjadi bagian dari perubahan zonasi dan tata ruang DKI Jakarta.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan, peraturan gubernur yang tengah didorong ini dimaksudkan memberi kesempatan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk dapat memiliki usaha di rumah sendiri. ”Ini yang kami dorong tahun ini. Ini seperti garasi inovasi selama memenuhi kaidah,” katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (12/2).
Syarat untuk memiliki usaha di rumah itu, kata Sandiaga, adalah luasnya sekitar 30 meter persegi, dengan pegawai tak lebih dari 19 orang. Usaha di rumah tersebut juga harus merupakan usaha pertama dari pemilik, bukan cabang dari usaha yang sudah ada sebelumnya.
Syarat lainnya adalah luas ruang rumah untuk usaha hanya 20 persen dari seluruh luas rumahnya. Usaha yang diperbolehkan di antaranya usaha yang tak menimbulkan limbah dan masalah lalu lintas atau menimbulkan gangguan sekitarnya.
Saat ini, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi, usaha rumahan tak diizinkan berada di sejumlah kawasan permukiman. Itu karena kawasan permukiman diproyeksi sebagai kawasan cagar budaya atau kawasan berwawasan lingkungan. Namun, banyak zonasi ini dilanggar. Salah satunya banyaknya kafe dan restoran di kawasan yang sebenarnya diperuntukkan sebagai pemukiman untuk cagar budaya.
Desakan soal perubahan zonasi ini juga telah diserukan kalangan pengusaha karena perusahaan di zona kuning kesulitan memperpanjang izin. ”Kami butuh zonasi ini, ada kepastian masih akan diberlakukan atau tidak karena kalau tidak, kami terpaksa pindahkan kantor. Ini berat bagi usaha kecil dan menengah sebab banyak administrasi yang harus diurus,” kata Hatta, pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta.
Menurut Sandiaga, zonasi dan tata ruang DKI Jakarta yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 pun saat ini tengah dalam tahap perubahan. Revisi itu, menurut rencana, diwujudkan paling cepat 2019.
Perubahan ini, kata Sandiaga, direncanakan sebab zonasi sekarang dipertanyakan apakah masih sesuai dengan fakta di lapangan. Perumusan zonasi yang baru ditargetkan bisa permanen sebab selama ini diubah setiap sekitar lima tahun sekali.
Pengamat tata kota Yayat Supriatna mendukung rencana pengubahan zonasi karena zonasi sudah tak sesuai dengan kebutuhan zaman. ”Misalnya usaha-usaha online itu, perlu juga diakomodasi,” ujarnya.
Menurut Yayat, hal terpenting dari zonasi ini ke depannya adalah pengawasan oleh pemerintah daerah sebab saat ini pengawasan terhadap pelanggaran zonasi masih lemah. Akibatnya, daerah yang tak punya infrastruktur memadai untuk usaha justru ramai dengan usaha.
Infrastruktur yang dimaksud di antaranya saluran limbah dan pembuangan sampah skala usaha hingga tidak tersedianya daya dukung lain. Akibatnya, terjadi pencemaran lingkungan. (IRE)