Gelombang Panas di India
Musim panas datang lebih dini di wilayah Asia Selatan. Cuaca panas yang biasa terjadi di bulan Mei sudah muncul sejak Maret di India dan Pakistan. Perubahan iklim kian mengancam kehidupan Bumi.
Pada 6 Mei 2022, Departemen Meterologi Pakistan mengeluarkan peringatan dini tentang ancaman gelombang panas ekstrem. Mitigasi tersebut mengingatkan warga yang bermukim di wilayah Punjab, Islamabad, Khyber Pakhtunkhwa, Gilgit-Baltistan, dan Kashmir untuk bersiap menghadapi kemungkinan naiknya temperatur suhu di siang hari. Suhu diperkirakan naik antara 7-9 derajat celsius di atas rata-rata suhu normal.
Peringatan dini gelombang panas juga diberikan kepada masyarakat yang tinggal di wilayah Sindh dan Balochistan. Otoritas Pakistan menyarankan warganya agar menghindari paparan sinar matahari langsung, bersiap akan ancaman kekurangan air, serta peningkatan kebutuhan energi terutama listrik.
Bukan tanpa alasan peringatan dini tersebut diberikan. Bulan lalu, gelombang panas telah terjadi di beberapa wilayah Pakistan. Melansir The Guardian, pada 30 April 2022 suhu di kota Jacobabad, Provinsi Sindh mencapai 49 derajat celsius. Ini merupakan salah satu suhu tertinggi yang pernah tercatat di dunia.
Selain di Jacobabad, suhu tinggi juga tercatat di Sibbi Balochistan (47 derajat celcius) Khairpur (46 derajat celcius), serta suhu 45 derajat celcius terjadi di Layyah, Khanewal, dan Kot Ado. Dalam catatan Departemen Meterologi Pakistan, suhu di bulan April 2022 tersebut merupakan yang terpanas selama 61 tahun terakhir.
Kondisi yang tidak lebih baik dialami India. Wilayah barat laut dan tengah India mengalami periode terpanas dalam 122 tahun. Departemen Meterologi India melaporkan gelombang panas terjadi di delapan distrik di wilayah Rajasthan. Tiga distrik yang mengalami suhu terpanas ialah Bikaner (47,1 derajat celcius), Sri Ganganagar (46,9 derajat celcius), dan Barmer (46,8 derajat celcius).
Panasnya udara juga telah mengakibatkan korban meninggal. Dari Maret 2022 hingga 3 Mei 2022 sedikitnya 25 orang meninggal dunia akibat cuaca panas ektrem di negara bagian Maharashtra di India barat. Selain menimbulkan korban jiwa, cuaca panas juga dikhawatirkan akan memengaruhi produksi tanaman pangan termasuk gandum.
India selama ini dikenal sebagai produsen gandum terbesar kedua di dunia setelah China. Produksi gandum India pada 2021 mencapai sekitar 109,5 juta ton. Dampak gelombang panas yang melanda India diprediksi akan mengurangi produksi gandum hingga 20 persen. Penyusutan panen karena pengaruh cuaca terhadap siklus air dan kekeringan yang berdampak pada luasan panen gandum.
Kekhawatiran lain dari gelombang panas adalah dampak pada peningkatan kebutuhan energi terutama listrik. Untuk mengurangi hawa panas, masyarakat India banyak menggunakan kipas angin dan pendingin ruangan (AC). Cara lain adalah dengan berendam di kolam atau menggunakan kain lap basah untuk mendinginkan tubuh.
Tidak heran jika konsumsi listrik rumah tangga bakal ikut meningkat seiring bertambah panasnya cuaca. Namun, permintaan pasokan listrik juga membawa masalah lain bagi India yaitu ancaman krisis energi bagi sektor industri. Peningkatan kebutuhan listrik rumah tangga dapat berdampak pada pengurangan kuota energi bagi dunia usaha. Pemadaman bergilir pasti akan merugikan operasional pabrik-pabrik dan industri.
Emisi karbon
Problem yang lebih laten dari krisis energi datang dari bahan baku pembangkit. Ini karena sebagian besar pasokan energi India berasal dari pembangkit listrik tenaga batubara. Dalam catatan Global Energy Monitor dan Statista, India merupakan negara terbesar kedua di dunia yang menggunakan pembangkit batubara dengan 285 unit pembangkit yang beroperasi. Jumlah tersebut lebih banyak dibanding yang digunakan di AS (240 pembangkit) dan Indonesia (84 pembangkit).
Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi listrik, penambahan pasokan batubara menjadi hal yang tidak terhindarkan. Solusi ini secara tidak langsung menjadi lingkaran masalah yang sulit terurai. Titik masalahnya adalah penggunaan batubara yang berdampak pada emisi karbon.
Emisi karbon merupakan hal yang menakutkan bagi kelestarian Bumi. Penggunaan batubara berkontribusi 40 persen emisi karbon dalam setahun.Data Global Carbon Project menyebutkan saat ini emisi karbon dunia tercatat 34,07 miliar ton per tahun. India menjadi negara penyumbang ketiga terbanyak untuk emisi karbon dunia yaitu 2,44 miliar ton per tahun.
Apa yang terjadi di India akhir-akhir ini menautkan dua fenomena perubahan iklim yaitu peningkatan emisi karbon dan pemanasan suhu. Hal ini juga ditegaskan oleh Organisasi Meteorologi Dunia yang melihat bahwa peningkatan suhu di India dan Pakistan sejalan dengan fenomena perubahan iklim. Gelombang panas menjadi lebih sering dan lebih intens terjadi. Gelombang panas dinyatakan ketika suhu maksimum mencapai lebih dari 40 derajat celcius.
India telah menghadapi ancaman nyata gelombang panas. Publikasi “The Lancet Countdown on Health and Climate Change (2019)” menyebutkan tingkat kerentanan India terhadap gelombang panas naik 15 persen dibandingkan tahun 1990.
Dalam jangka panjang, laporan kesehatan dan perubahan iklim tersebut juga memperingatkan bahwa perubahan iklim dapat menambah tingkat kekurangan gizi dan memperburuk infeksi yang disebabkan oleh berbagai macam penyakit terutama kolera.
Rentan
Munculnya gelombang panas sudah menjadi risiko yang akan dihadapi India di masa depan. Belajar dari kasus cuaca panas yang melanda wilayah Ahmedabad pada 2010, otoritas India telah membuat sistem peringatan dini untuk menghadapi panas ekstrem. Sistem ini bekerja dari hulu ke hilir, mulai dari pengukuran temperatur suhu, penyebaran informasi kriteria suhu, hingga tindakan yang harus diambil oleh masyarakat, lembaga kesehatan, dan pemerintah.
Pemantauan yang dilakukan juga periodik, dari tahap pramusim panas (Januari-Maret), selama musim panas (Maret-Juli), hingga setelah musim panas (Juli-September). Semua ini dilakukan agar tidak terulang tragedi panas ekstrem di Ahmedabad yang berdampak pada 1.334 orang warga.
Departemen Meteorologi India juga pernah melakukan edukasi kepada masyarakat untuk menghadapi paparan suhu panas. Strategi yang dilakukan lebih menyasar kepada pekerja yang bekerja di luar ruangan karena mereka lebih rentan terkena dampak gelombang panas.
Saat musim panas tiba, pemerintah dan perusahaan harus menyiapkan air minum untuk dibagikan ke mereka yang masih harus bekerja di luar ruangan. Dunia usaha juga didesak untuk mengurangi atau mengubah jam kerja bagi tenaga kerja di luar ruang selama musim panas.
Di luar penanganan dalam jangka pendek seperti di atas, untuk mengantisipasi dampak yang lebih buruk, India harus mempercepat peralihan ke energi terbarukan. Ini sejalan dengan hasil Pertemuan Perubahan Iklim COP 26 Glasgow pada awal November 2021 lalu yang menyepakati rencana pengurangan penggunaan batu bara di dunia.
Selama ini India telah merintis penggunaan tenaga surya dan angin sebagai langkah transisi ke teknologi hijau. Badan Energi Terbarukan Internasional (International Renewable Energy Agency) mencatat total kapasitas daya energi terbarukan di India mencapai 40.067 megawatt. Energi yang dihasilkan dari teknologi hijau seperti tenaga surya, tenaga angin, olahan organik, dan tenaga air milik India tersebut merupakan yang terbesar keempat di dunia.
India juga berkomitmen meningkatkan target kontribusi nasional atau nationally determined contribution (NDC) dalam Pertemuan Perubahan Iklim COP26. Komitmen ini berupa kebijakan, target dan tindakan kontribusi untuk mengurangi emisi dan beradaptasi terhadap perubahan iklim. India bersama negara-negara di dunia juga berkomitmen untuk menghentikan deforestasi dan mengurangi emisi metana hingga 30 persen pada 2030.
Kerja sama negara di dunia diperlukan untuk menekan dampak perubahan iklim. Ini karena fenomena kenaikan suhu bukan hanya terjadi di India atau Pakistan saja. Dunia harus bekerja keras untuk membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat celcius sesuai tujuan Kesepakatan Paris 2015.
Hari-hari ini hingga Juli mendatang, sebagian besar wilayah daratan akan segera mengalami hari-hari yang lebih panas terutama di daerah tropis. Perubahan suhu memunculkan banyak sekali kejadian ekstrem di permukaan Bumi, mulai dari kekurangan air, wabah penyakit, hingga pengungsi iklim. Semua negara termasuk Indonesia harus bekerja menyelamatkan Bumi atau bersiap terpapar gelombang panas. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Menahan Laju Pemanasan Dunia