Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN III (Persero) mulai menggarap gula kemasan ritel. Upaya itu diharapkan memotong rantai distribusi dan menjaga harga gula di tingkat konsumen.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Guna menjaga kestabilan harga gula di tingkat konsumen, Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN III (Persero) mulai menggarap gula kemasan ritel. Gula kemasan eceran ini menjadi salah satu lini bisnis anak-anak perusahaan, yakni PTPN II, PTPN VII, PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII, dan PTPN XIV.
”Mulai tahun ini, PTPN akan menjual gula dalam kemasan kecil untuk menghindari rantai pasok yang panjang yang bahkan mencapai 3-4 mata rantai hingga kepada konsumen,” kata Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN III (Persero) Muhammad Abdul Ghani saat konferensi pers dalam jaringan, Rabu (5/8/2020).
Gula eceran untuk pasar ritel itu dikemas 1 kilogram (kg). Sepanjang tahun ini, gula produksi Holding Perkebunan Nusantara diperkirakan mencapai 1 juta ton. Dari proyeksi produksi tersebut, 40.000 ton di antaranya akan dikemas untuk pasar ritel.
Mayoritas pabrik gula Holding Perkebunan Nusantara berada di Pulau Jawa. Oleh karena itu, kata Ghani, perseroan akan fokus pada target pasar di wilayah Pulau Jawa. Dia berharap perseroan dapat mengendalikan harga gula hingga tingkat konsumen di wilayah-wilayah yang ada pabrik gula PTPN agar harganya sesuai dengan acuan pemerintah.
Dari sisi kemasan, Holding Perkebunan Nusantara akan menggunakan jenama (merek) yang sudah melekat pada produk-produk yang dikelola oleh anak perusahaan. Produk PTPN II dan PTPN VII, misalnya, menggunakan jenama Walini, PTPN IX dengan Banaran, PTPN X dengan Dasa Manis, PTPN XI dengan Gupalas, dan PTPN XIV dengan Gollata.
Menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga rata-rata nasional gula di tingkat konsumen mencapai Rp 14.800 per kg, Rabu (5/8). Padahal, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen, harga acuan penjualan gula di tingkat konsumen ditetapkan Rp 12.500 per kg.
Terkait rencana itu, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) Abdullah Mansuri menilai, cara Holding Perkebunan Nusantara sebagai badan usaha milik negara (BUMN) mengendalikan harga gula di tingkat konsumen kurang tepat. ”Penggarapan bisnis kemasan 1 kg secara ritel (oleh Holding Perkebunan Nusantara) justru menambah jenis rantai distribusi baru, bukan memangkas,” katanya saat dihubungi, Rabu.
Akibatnya, kata Abdullah, rantai distribusi dan tata niaga pergulaan nasional semakin keruh. BUMN bersama pemerintah semestinya memperkuat transparansi tata niaga gula yang ada saat ini dan mengevaluasinya agar tidak terjadi lonjakan harga seperti pada beberapa bulan yang lalu.
Sepanjang tahun
Dalam menggarap gula kemasan ritel, Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN III (Persero) Dwi Sutoro menyatakan, penyaluran tak hanya pada musim giling. Targetnya, gula kemasan ritel ini dapat disalurkan sepanjang tahun sehingga harga di tingkat konsumen terjaga.
Untuk menyalurkan gula kemasan ritel hasil produksi tahun ini, Holding Perkebunan Nusantara menggandeng 65 koperasi dan 7 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang kemitraannya tersebar di enam anak perusahaan.
”Kami akan menjual kepada mereka dengan harga perhitungan kasar sekitar Rp 11.600 per kg. Harapannya, mereka dapat menjual kepada konsumen seharga Rp 12.500 per kg,” kata Dwi.
Dwi menyebutkan, perseroan menargetkan produksi gula mencapai 2 juta ton per tahun pada tahun 2025. Pada skala produksi ini, gula yang akan disalurkan dengan kemasan ritel sekitar 20 persen.