Kalau Butuh Modal, Ya, Sertifikatnya ”Disekolahkan” Dulu
Oleh
ADI SUCIPTO KISSWARA
·5 menit baca
Sriwati, buruh pabrik di Kabupaten Sidoarjo; Elly Cintyasih, warga Desa Tugu, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan; Fendi Tri Prasetyo, warga Kesamben, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban; dan Miftahul Huda, warga Kabupaten Bojonegoro; Tutik Badriyah, warga Lamongan; kini lega. Mereka termasuk dari 5.750 warga Jawa Timur yang menerima sertifikat tanah pada Kamis (8/3) yang dipusatkan di Alun-alun Lamongan. Penyerahan sertifikat itu dihadiri Presiden Joko Widodo.
Kegembiraan Elly dan Fendi lebih berlimpah lagi karena keduanya menerima hadiah sepeda dari Presiden setelah menjawab pertanyaan yang diajukan. Bukan hanya penerima sertifikat yang ketiban rezeki, Ayu Linda, petugas di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Agraria dan Tata Ruang Bojonegoro, pun semringah mendapatkan sepeda.
Sementara itu, M Syafik, pelaku usaha kecil menengah asal Gresik, merasa senang sertifikatnya telah terbit. Sertifikat itu bisa dijadikan jaminan untuk mencari tambahan modal. ”Selama ini saya sering terbentur modal saat banyak pesanan. Pinjam di bank sulit kalau tidak ada jaminan,” ujarnya.
Ia memproduksi alas kaki dari kayu (klompen), sepatu rajut, topi dari pelepah pisang, hingga tempat tisu bermotif lukis. Pesanan datang dari berbagai wilayah, seperti Jakarta, Sumatera, dan Kalimantan. ”Nanti kalau butuh tambahan modal, ya, sertifikatnya ’disekolahkan’ (dijadikan agunan pinjaman) dulu,” lanjut Syafik.
Harus tuntas
Presiden Joko Widodo meminta petugas BPN bersemangat melayani penerbitan sertifikat meskipun harus lembur. Penerbitan sertifikat harus dipercepat agar memberikan kejelasan status hukum atas tanah yang ada, termasuk luasan ukuran, letak, hingga pemilik sahnya. Sertifikat itu bisa menjadi aset untuk menambah modal kerja.
Tahun ini pemerintah menargetkan bisa menerbitkan 7 juta sertifikat, naik dibandingkan target pada 2017 yang sebanyak 5 juta sertifikat tanah. Presiden Joko Widodo pada acara penyerahan sertifikat tanah untuk rakyat di Lamongan, Jatim, Kamis pekan lalu, menyebutkan, tahun depan target dinaikkan lagi, dengan penerbitan 9 juta sertifikat tanah.
Saat ini, secara nasional, total keseluruhan baru diterbitkan 51 juta sertifikat dari sekitar 126 juta bidang tanah. ”Kalau rata-rata per tahun hanya tercapai 500.000 sertifikat, bisa-bisa 140 tahun baru tuntas,” ujarnya.
Presiden mengharapkan pada 2025 sertifikat bisa dirampungkan semua. Di Jatim ditargetkan tuntas pada 2023. ”Saya telah berkeliling ke sejumlah daerah dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, hingga Papua, masalah tanah rawan sengketa. Sengketa rakyat dengan rakyat, rakyat dengan pemerintah, rakyat dengan perusahaan, anak dengan orangtua, adik dengan kakak,” tuturnya.
Presiden melanjutkan, kalau sertifikat sudah di tangan, sudah aman. Itu menjadi tanda bukti hak hukum atas tanah yang dimiliki.
Ia meminta, setelah diserahkan, sertifikat agar dibungkus plastik supaya tidak mudah rusak. Sertifikat juga harus dibuat salinannya sebagai bukti kepemilikan jika sertifikat dijadikan agunan. ”Kalau harus ’disekolahkan’ atau dijadikan jaminan, harus dihitung betul kemampuan mengangsur,” ucapnya.
Presiden mencontohkan, jika mendapatkan pinjaman besar sampai Rp 300 juta, jangan separuhnya, Rp 150 juta, untuk beli mobil buat gagah-gagahan. Bisa-bisa nanti mobilnya ditarik dealer karena peminjam tak mampu mengangsur. Sertifikatnya bisa ditahan bank dan tanah bisa hilang.
Begitu pula apabila dapat pinjaman Rp 30 juta, jangan Rp 15 juta untuk bergaya buat beli motor. ”Kalau angsurannya tidak lancar, bisa-bisa motor juga ditarik dealer. Sertifikat ditahan bank dan aset tanah pun hilang,” papar Presiden.
Ia meminta, kalaupun sertifikat diagunkan, harus digunakan untuk modal kerja, investasi, atau membuka usaha. Apa pun tujuannya, pemanfaatannya harus meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Kepastian hukum
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan A Djalil ditugaskan Presiden untuk menerbitkan sertifikat bagi rakyat secepatnya. Dalam lima tahun mendatang, seluruh tanah harus sudah bersertifikat.
Sofyan menyebutkan, sertifikat yang diserahkan kali ini sebanyak 5.750 bidang tanah untuk warga Lamongan, Bojonegoro, dan Gresik masing-masing 1.500 bidang, Tuban 750 bidang, serta Sidoarjo 500 bidang.
Di Jatim pada tahun 2017 bisa diterbitkan 650.000 sertifikat. Tahun ini ditargetkan 1,5 juta bidang dan tahun 2023 diharapkan sudah tuntas, semua tanah bersertifikat.
Tahun ini di Lamongan diterbitkan 64.000 bidang, naik dibandingkan dengan tahun lalu sebanyak 26.000 bidang. Adapun di Bojonegoro tahun ini akan diserahkan 65.000 sertifikat, naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu sebanyak 26.000 bidang.
Pihaknya berupaya segera menyelesaikan sertifikat tanah. Hal itu akan memberikan kepastian hukum dan bukti kepemilikan atas tanah. ”Sertifikat bisa jadi jaminan modal besar di perbankan. Namun, penggunaannya harus arif agar bisa meningkatkan kemakmuran dan ekonomi keluarga,” lanjutnya.
Ia menegaskan, sertifikat punya kekuatan hukum yang memberikan kepastian pemilik, kepastian letak, dan menghindari sengketa. ”Yang terpenting, bisa jadi agunan dengan nilai pinjaman lebih banyak dibandingkan tanpa sertifikat,” ujarnya.
Modal kerja
Muhammad Abdurrahman Shaleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim menyebutkan, selama 2012-2017 ada 12.731 bidang tanah yang disertifikatkan untuk nelayan dan pembudidaya ikan. Dari jumlah itu, 1.387 digunakan untuk akses modal di koperasi dan perbankan dengan nilai Rp 18,5 miliar. Sebelumnya, nelayan bergantung pada pinjaman modal dan tengkulak. Karena itu, nelayan susah lepas dari jerat praktik renten.
Suparto dari Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Jatim menuturkan, pihaknya juga berkomitmen membantu penerbitan sertifikat untuk pelaku usaha kecil menengah. Pada tahun 2016 ada 3.500 sertifikat, 2017 ada 2.500 sertifikat, dan pada 2018 terdapat 9.500 sertifikat.
Ditargetkan pada tahun 2010 ada 29.300 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terbantu pengurusan sertifikatnya secara gratis. Penerbitan sertifikat akan mempermudah akses modal.
Pihaknya melakukan pendampingan dan pembinaan serta membuka konsultasi bisnis agar UMKM mengakses modal ke perbankan. Selama ini, kebanyakan UMKM belum punya catatan yang tertib.
”Keuangannya belum dipisah antara kepentingan keluarga dan usaha. Mereka perlu diajari agar angsuran ke bank dan arus kas lancar,” kata Suparto.
Perwakilan perbankan, Erwan Eka Wijaya dari Bank Jatim, Erwin Hidayat dari Bank Mandiri Jatim, dan Nur Rohmi Handayani dari BRI, mengatakan, sertifikat bisa menjadi agunan untuk peningkatan jumlah pinjaman. Pengurusannya juga lebih mudah dibandingkan dengan yang tidak ada sertifikat.
Kredit lebih diarahkan ke kegiatan produktif atau modal usaha. Kalaupun konsumtif, bisa digunakan untuk investasi seperti beli rumah. Pemilik sertifikat bisa mengajukan bantuan modal usaha melalui kredit usaha rakyat, termasuk untuk warung, usaha kecil menengah, ataupun ternak.