JAKARTA, KOMPAS – Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti kembali diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung KPK Jakarta, Rabu (21/2) untuk perkara penerbitan Surat Keterangan Lunas terhadap obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Keterangannya diperlukan untuk melengkapi berkas sesuai arahan jaksa penuntut umum.
Dorodjatun yang mengenakan batik berwarna biru datang sekitar pukul 09.50 WIB. Kedatanganya merupakan penjadwalan ulang karena semestinya dirinya diperiksa pada Senin (19/2). Pemeriksaan kali ini merupakan yang keempat bagi bekas Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan.
Pertama kali, ia diminta keterangan dalam rangka penyelidikan. Selanjutnya pada Mei 2017, Januari 2018, dan kemarin, ia diperiksa untuk tersangka mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Temenggung. “Kali ini, penyidik mengkonfirmasi sejumlah dokumen yang pernah disita sebelumnya terkait rapat-rapat terbatas kabinet saat itu dan proses pembahasan di BPPN hingga penerbitan SKL,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Pada pemeriksaan sebelumnya, Dorodjatun dicecar mengenai proses pembuatan surat keterangan tersebut untuk menggali awal mula pengusul terbitnya dokumen tersebut. Dorodjatun juga diminta menjelaskan kajian klasifikasi utang hingga muncul keputusan seorang obligor penerima BLBI dianggap telah menyelesaikan kewajibannya.
Peran KKSK sesuai dengan pembentukannya pada 1999 memang berhubungan erat dengan BPPN. Komite ini mempunyai tugas untuk mengarahkan dan mengawasi kinerja BPPN, termasuk penerbitan SKL.
Pada 2002, Tim Bantuan Hukum, Tim Pengarah Bantuan Hukum, dan Oversight Commiittee (OC) BPPN mengeluarkan rekomendasi agar para obligor bermasalah dikenai tindak pidana dan perdata untuk memenuhi kewajibannya, terhitung sejak pemanggilan oleh BPPN. Ada sejumlah obligor yang bermasalah.
Untuk Tim Bantuan Hukum KKSK, ada 30 obligor penandatangan Akta Pengakuan Utang yang dikaji. Sedangkan ada dua obligor lain yang merupakan penandatangan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA/perjanjian penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dengan jaminan aset), yaitu Sjamsul Nursalim dari BDNI dan Sudono Salim dari BCA disebut-sebut juga cedera janji sehingga harus diminta pertanggungjawaban (Kompas, 7/6/2002).
Kini, Syafruddin menjadi tersangka karena mengeluarkan SKL kepada BDNI milik Sjamsul mengacu pada MSAA. Padahal utangnya ternyata belum selesai sehingga mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 4,58 triliun sesuai dengan audit Badan Pemeriksa Keuangan pada 2017 ini.
Selain Dorodjatun, KPK juga memeriksa Thomas Maria selaku Team Leader Loan Work Out I Asset Management Credit (LWO-I AMC) BPPN 2000-2002. Yang bersangkutan juga diminta keterangannya untuk mengetahui alur terbitnya surat keterangan lunas terhadap Sjamsul yang sampai saat ini tidak bisa didatangkan ke Indonesia.