JAKARTA, KOMPAS — Komitmen penganggaran pendidikan dalam Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota umumnya diklaim sudah mematuhi ketentuan minimal 20 persen.
Namun, pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih mengeluhkan kontribusi daerah dalam menuntaskan sejumlah persoalan mendasar dalam pendidikan yang dinilai belum signifikan.
Klaim 20 persen APBD dari daerah-daerah hanya ”pepesan kosong” alias tidak terbukti. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan, merujuk pada kajian neraca pendidikan daerah yang dibuat Kemdikbud, baru satu pemerintah daerah yang memenuhi komitmen penganggaran tersebut, yakni DKI Jakarta.
Daerah lain masih minim dan umumnya mengandalkan pemerintah pusat dalam pembiayaan pendidikan bagi warganya sendiri.
Merujuk kajian neraca pendidikan daerah yang dibuat Kemdikbud, baru satu pemerintah daerah yang memenuhi komitmen penganggaran tersebut, yakni DKI Jakarta.
Dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2018 yang digelar Kemdikbud pekan lalu, ada salah satu usulan diterbitkan dan disosialisasikan sebagai payung hukum untuk memastikan kewajiban APBD mengalokasikan minimal 20 persen dari pendapatan asli derah untuk dilokasikan pada fungsi pendidikan.
Jika tanpa memperhitungkan transfer daerah untuk fungsi pendidikan ke APBD, sangat minim pemerintah daerah yang sudah memenuhi APBD murni miniml 20 persen.
Muhadjir mengatakan, dari sekitar Rp 440 triliun anggaran fungsi pendidikan di APBN, lebih dari 60 persen ditransfer ke daerah. Jika pemerintah daerah juga berkomitmen mengalokasikan ABPN murni 20 persen, diyakini kemajuan pendidikan semakin baik.
”Jika ada komitmen anggaran yang baik dari pemda, minimal bisa memberikan tambahan insentif untuk guru honorer di daerah agar mereka bisa dituntut fokus dalam menjadi guru yang bermutu di daerah masing-masing,” ujar Muhadjir.
Ia juga menyebut bantuan operasional pendidikan (BOS) dari pemerintah pusat masih banyak yang belum didampingi dengan BOS daerah. ”Harusnya pemda ada dukungan. Dana BOS ini untuk operasional sekolah dan juga membayar guru honorer,” lanjut Muhadjir.
Komitmen
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad mengatakan, baru sekitar 50 persen daerah yang memberikan BOS daerah. Padahal, soal BOS daerah ini sudah dibuat komitmen bersama Kemdikbud dengan pemerintah daerah dan DPRD pada tahun 2006. Ada kesepakatan bahwa BOS dipenuhi 50 persen dari pusat dan 50 persen dari daerah.
”Besaran BOS dari pusat belum ideal untuk sekolah yang bermutu tinggi. Tadinya harapan itu bisa diwujudkan dengan dana pendamping BOS daerah. Tetapi, implementasinya tidak berjalan baik,” kata Hamid.
Menurut dia, pemerintah daerah yang punya kapasitas fiskal yang bagus seharusnya bisa memenuhi komitmen. Kemdikbud akan memberikan afirmasi bagi pemerintah daerah yang kapasitas fiskalnya rendah, seperti daerah pemekaran baru.
Terkait pendidikan dan kebudayaan dari pemerintah daerah, dalam rapat nasional dan pendidikan kebudayaan tahun ini, akan ada tindak lanjut untuk mengawal proses perencanaan dan akuntabilitas penyaluran dana transfer daerah, antara lain melalui perbaikan kualitas data pokok pendidikan oleh satuan pendidikan dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya.
Selain itu, menyinkronkan kebijakan antara Kemdikbud dan Kementerian Dalam Negeri terkait penggunaan anggaran pendidikan di daerah antara menggunakan mekanisme hibah, bansos, dan belanja langsung.
Demikian pula dirasa perlu meningkatkan kualitas aparat pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan pendidikan dan kebudayaan dengan transparan dan akuntabel.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku, John Leunupun mengatakan, anggaran pendidikan di APBD sudah 20 persen. Dana tersebut termasuk transfer daerah. Namun, dana pendidikan dan pelatihan pegawai juga masuk dalam fungsi pendidikan. Demikian juga untuk beasiswa kuliah anak-anak daerah.