BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Warga yang bermukim di sekitar kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman meminta Pemerintah Provinsi Lampung mengatasi pembalakan liar. Pasalnya, meski telah ditertibkan oleh aparat, pembalak masih berani masuk ke hutan untuk menebang pohon.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Mulokh Lestari Nasrin, Kamis (26/10), saat ditemui di kantor Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung, mengatakan, warga khawatir karena pembalak masih terlihat memasuki kawasan Regiter 19, Tahura Wan Abdul Rachman. Warga yang hendak mencegah justru kerap mendapatkan teror dari pembalak. Polisi kehutanan juga dinilai lambat menindak pembalak.
Nasrin meminta pemerintah segera bertindak untuk mengatasi aksi pembalakan liar tersebut. Selain menimbulkan kerusakan lingkungan, warga juga khawatir dengan ancaman banjir jelang musim hujan.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung Hendrawan mengungkapkan, berdasarkan catatan Walhi, ada lebih dari 60 batang pohon sonokeling di tahura yang telah ditebang. Pohon-pohon yang ditebang itu rata-rata berusia lebih dari 50 tahun.
Selama ini, kata Hendrawan, sebagian besar pelaku yang diproses merupakan eksekutor di lapangan. Hingga kini belum terungkap pemilik modal yang mengendalikan bisnis perdagangan kayu ilegal tersebut. Penyelidikan kasus pembalakan liar yang tidak tuntas itulah yang membuat aksi penebangan pohon ilegal masih kerap terjadi.
”Pemilik modal yang tidak tersentuh dapat kembali menjalankan bisnis perdagangan kayu ilegal. Kami mendesak pemerintah segera membentuk tim untuk mengatasi pembalakan liar,” kata Hendrawan.
Direktur LBH Bandar Lampung Alian Setiadi juga meminta aparat Polres Pesawaran menyelidiki laporan adanya oknum Polres Pesawaran yang diduga memindahkan barang bukti kasus pembalakan liar. Ada indikasi, oknum aparat itu hendak memiliki kayu atau mengambil keuntungan pribadi dari kasus tersebut.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pesawaran Inspektur Satu Hasanuddin saat dikonfirmasi menuturkan, sepanjang tahun 2017, pihaknya tengah menangani 9 kasus pembalakan liar. Hingga saat ini, 1 kasus telah dilimpahkan ke kejaksaan, 4 kasus dalam proses penyidikan, dan 4 kasus lainnya dalam proses penyelidikan.
Dia menjelaskan, aparat kerap kesulitan menangkap tersangka pembalakan liar. Saat penggerebekan, pelaku biasanya telah kabur ke luar hutan. Lokasi yang jauh juga menyulitkan aparat tiba di lokasi dengan cepat.
Terkait laporan adanya oknum yang diduga memindahkan kayu hasil penindakan pembalakan liar, kata Hasanudin, dia berjanji akan menyelidiki laporan itu. Meski begitu, dia menegaskan bahwa barang bukti yang berkaitan dengan perkara pembalakan liar masih lengkap.
”Kami masih melakukan investigasi internal terkait permasalah itu. Kemungkinan, kayu yang dipindahkan itu tidak termasuk barang bukti,” katanya. Dia menjanjikan aparat yang terbukti terlibat dalam pembalakan liar akan mendapat sanksi tegas hingga pemecatan.
Kepala Bidang Perlindungan dan Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Wiyogo Supriyanto mengatakan, pihaknya telah mengusulkan tim terpadu kepada Gubernur Lampung M Ridho Ficardo. Tim yang melibatkan berbagai intansi terkait itu diharapkan dalam mengatasi berbagai permasalahaan lingkungan, antara lain pembalakan liar, tumpang tindih lahan, dan penyelundupan satwa.