Fenomena opsi biner tak lepas dari pelaku investasi ilegal yang memanfaatkan psikologi sebagian masyarakat yang ingin kaya raya dalam waktu singkat. Berikut sejumlah refleksi yang perlu diperhatikan sebelum berinvestasi.
Oleh
PRIMANDANU FEBRIYAN AZIZ
·4 menit baca
Di luar dugaan, selama pandemi Covid-19 dan terbatasnya mobilisasi, masyarakat Indonesia semakin ”melek” investasi. PT Bursa Efek Indonesia atau BEI mencatat pertumbuhan jumlah investor sepanjang tahun 2021 mencapai 92,7 persen menjadi 7,48 juta investor dari 3,88 juta investor pada 2020. Meski demikian, seiring percepatan pertumbuhan investor di pasar modal, penawaran investasi ilegal juga makin marak di tengah masyarakat.
Selama 2021, Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menutup 98 investasi ilegal dengan berbagai modus kegiatan, antara lain money game, crypto asset ilegal dan forex tanpa izin, serta jenis kegiatan investasi ilegal lainnya. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) juga telah memblokir 1.222 situs perdagangan berjangka komoditi ilegal, termasuk di antaranya 92 domain kegiatan judi berkedok trading atau opsi biner (binary option).
Belakangan ini opsi biner tengah ramai diperbincangkan karena banyak masyarakat yang mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah. Hal ini mengingat cara kerja opsi biner yang mirip dengan perjudian dengan hanya menebak naik atau turunnya harga suatu aset dalam periode tertentu. Tragisnya, jika tebakannya benar, keuntungan tidak sampai 100 persen dari modal, sedangkan tebakan yang salah ruginya 100 persen.
Urgensi literasi
Fenomena opsi biner dengan berbagai variannya tidak terlepas dari pelaku investasi ilegal yang memanfaatkan psikologi sebagian masyarakat yang ingin menjadi kaya raya dalam waktu singkat. Tidak sedikit korban mengaku tertarik menggunakan platform opsi biner karena ”terhipnotis” dari para afiliator yang terlihat hidup mewah dengan kedok perdagangan opsi biner. Selain itu, perilaku fear of missing out (FOMO) yang menjadi motivasi semu berinvestasi lantaran karena sedang booming dan takut kehilangan momentum.
Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari literasi keuangan masyarakat, khususnya investasi, yang saat ini masih terbilang rendah. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (2019), tingkat literasi keuangan mencapai 38,03 persen dan literasi di sektor pasar modal mewakili literasi investasi tak sampai 5 persen.
Ke depan, tren investasi akan semakin populer seiring meningkatnya edukasi dan promosi melalui kanal daring dan media sosial. Oleh karena itu, urgensi edukasi untuk meningkatkan literasi investasi menjadi isu krusial agar cara pandang dan pengambilan keputusan keuangan masyarakat sebelum berinvestasi lebih berhati-hati (prudent) dan lebih bijak dalam memilih instrumen investasi.
Refleksi sebelum investasi
Banyaknya tawaran investasi di tengah masyarakat berperan dalam pendalaman basis investor untuk menjaga kestabilan pasar. Namun, apabila tidak diimbangi literasi investasi yang baik, hal ini dapat mendorong spekulasi yang berlebihan dan rentan terjerumus pada penawaran investasi ilegal. Oleh karena itu, berikut lima refleksi yang perlu diperhatikan sebelum berinvestasi.
Pertama, tujuan investasi bukan untuk menjadi kaya, melainkan untuk mencapai tujuan keuangan. Investasi dan tujuan keuangan dapat dianalogikan sebagai kendaraan yang akan membantu kita dalam mencapai destinasi tertentu.
Perjalanan dengan tujuan dalam kota tentu berbeda kendaraannya dengan tujuan lintas pulau. Instrumen investasi untuk tujuan jangka panjang, seperti membeli properti dan biaya pendidikan, tentu berbeda dengan tujuan investasi jangka pendek, seperti mempersiapkan dana darurat.
Banyaknya tawaran investasi di tengah masyarakat berperan dalam pendalaman basis investor untuk menjaga kestabilan pasar.
Kedua, karakteristik investasi berbeda dengan judi. Investasi, khususnya yang ada di pasar modal, mekanismenya dilakukan melalui perdagangan antara pihak yang melakukan penawaran jual dan pihak yang melakukan permintaan beli atas suatu efek. Sementara praktik perjudian konsepnya adalah zero-sum-game, yaitu suatu kondisi ketika ada pihak yang mendapatkan keuntungan berarti kerugian bagi pihak yang lain.
Ketiga, setiap investasi memiliki risiko. Istilah high risk high return sudah sangat populer di dunia investasi. Dalam keuangan syariah juga dikenal kaidah serupa al-ghunm bi al-ghurm yang maknanya pihak yang ingin memperoleh keuntungan harus menanggung tingkat risiko tertentu. Prinsip ini mematahkan klaim pelaku investasi ilegal yang kerap menawarkan investasi tanpa risiko (free risk).
Keempat, umumnya investasi berorientasi jangka panjang. Terlepas dari adanya instrumen investasi untuk tujuan jangka pendek, secara teori, investasi jangka panjang berpotensi menghasilkan imbal hasil yang lebih optimal (value investing). Mehra dan Prescott (1985) mengenalkan teori equity premium puzzle yang menjelaskan bahwa, dalam jangka panjang, investasi saham memiliki imbal hasil historis yang lebih tinggi dibandingkan dengan instrumen pendapatan tetap.
Kelima, imbal hasil investasi terukur sesuai tingkat risiko dan jangka waktu investasi. Setiap instrumen investasi memiliki data historis imbal hasil untuk dijadikan acuan bagi investor dalam menentukan pilihan investasi.
Setiap instrumen investasi memiliki data historis imbal hasil untuk dijadikan acuan bagi investor dalam menentukan pilihan investasi.
Sebagai ilustrasi, jika imbal hasil deposito bank saat ini 3 persen per tahun, imbal hasil per bulan 0,25 persen. Dengan demikian, jika ada pihak yang menawarkan produk dengan karakteristik serupa deposito dan menawarkan 2,5 persen per bulan, maka sudah 10 kali lipat dari acuan. Kemampuan memahami rasionalitas imbal hasil dan risiko dapat membantu investor dalam menilai aspek logis suatu produk investasi agar terhindar dari investasi ilegal yang kerap menawarkan imbal hasil di luar kewajaran.
Literasi keuangan yang baik memiliki peran yang penting dalam pengambilan keputusan investasi. Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama pemangku kepentingan berupaya meningkatkan literasi edukasi kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya market abuse dan spekulasi yang berlebihan. Selain aspek logis, legalitas pada otoritas terkait menjadi filter minimal sebelum menerima tawaran investasi.
Yuk, cek terlebih dahulu legalitas dan kelogisan dalam setiap penawaran investasi yang Anda terima.