Antioksidan ditambahkan pada produksi makanan untuk menjaga kualitas, keamanan, dan meningkatkan umur simpan makanan. Namun, penggunaan bahan tambahan pangan ini diatur agar tetap aman bagi kesehatan.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·5 menit baca
Bandingkan minyak kelapa yang dibuat secara tradisional dengan minyak kelapa produksi industri. Atau kue kering yang dibuat rumahan dengan kue kering dari industri pangan. Tentu berbeda dari segi masa simpan serta kemampuan mempertahankan rasa, warna, dan bau. Buatan tradisional atau rumahan lebih cepat tengik, berubah rasa, dan warna.
Perbedaan itu disebabkan, antara lan, penambahan antioksidan. Salah satunya tert-butylhydroquinone (TBHQ). Antioksidan sintetis ini berfungsi memperlambat oksidasi. Oksidasi menyebabkan makanan kehilangan kualitas rasa, warna, bahkan menyebabkan makanan menjadi racun. Selain itu, oksidasi menyebabkan vitamin terurai sehingga makanan kehilangan sebagian nilai gizinya. TBHQ membantu menjaga kualitas, keamanan, nilai gizi, dan meningkatkan masa simpan makanan.
Menurut laman Food Insight dari International Food Information Council, 13 April 2021, TBHQ bisa ditemukan dalam lemak dan minyak, mentega, keripik, donat, roti, biskuit, popcorn, mi instan, makanan beku, dan masakan siap saji kemasan.
Tidak seperti antioksidan alami dalam buah-buahan dan sayuran, TBHQ cukup kontroversial. Penelitian menunjukkan, pada dosis tinggi, TBHQ dilaporkan memiliki efek negatif. Tahun 1980an dan 1990an, pernah ada kekhawatiran, TBHQ dosis tinggi menyebabkan tumor prakanker pada model hewan.
Namun, seperti dijelaskan oleh Sean O'Keefe, Guru Besar Ilmu Pangan di Virginia Tech di laman Best Food Facts, 31 Agustus 2016, saat membahas toksisitas, perlu dilihat dosisnya. ”Etanol dalam minuman beralkohol beracun pada dosis tinggi dan dapat menyebabkan kematian dengan menghambat pernapasan. Tetapi segelas atau dua gelas anggur bisa membantu relaksasi,” katanya.
Administrasi Makanan dan Obat-obatan (FDA) Amerika Serikat (AS) mengklasifikasikan TBHQ sebagai bahan yang secara umum dinilai aman (generally recognized as safe/GRAS) dan menyetujui penggunaan dalam makanan pada 1972. Saat itu makanan siap saji semakin populer.
FDA mengatur, kandungan TBHQ maksimal 0,02 persen atau 200 ppm dari total kandungan lemak dan minyak suatu bahan makanan. Bagi konsumen, asupan harian yang dapat diterima (acceptable daily intake/ADI), yakni batas aman suatu bahan untuk dikonsumsi setiap hari sepanjang usia tanpa efek merugikan adalah 0,7 miligram (mg) per kilogram (kg) berat badan.
Dinilai aman
Opini Panel Ilmiah Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) yang diadopsi 12 Juli 2004 menyatakan, TBHQ aman digunakan hingga 200 mg per kg lemak atau minyak pada makanan.
TBHQ juga dievaluasi Komite Bersama Ahli FAO/WHO terkait Bahan Tambahan Pangan (JECFA) pada beberapa pertemuan antara tahun 1975 dan 1997. Setelah meninjau studi toksisitas jangka panjang pada tikus, mencit, dan anjing, serta studi toksisitas reproduksi pada tikus, JECFA menyimpulkan, TBHQ tidak bersifat karsinogenik pada tikus dan mencit. Panel menganggap anjing sebagai spesies paling sensitif dan menetapkan ADI 0-0,7 mg/kg berat badan berdasarkan level tanpa efek samping (no observed adverse effect level/NOAEL).
Di sisi lain, penelitian Yongtao Zhang dan kolega dari Key Laboratory of Cardiovascular Remodeling and Function Research, Qilu Hospital, China, di Scientific Reports dari Nature, 11 Agustus 2015, mendapatkan, TBHQ berpotensi mencegah atau mengurangi kerusakan jantung. TBHQ mencegah perubahan ukuran bilik jantung kiri dan gangguan jantung dari tikus percobaan yang mengalami penyempitan pembuluh darah dan mengurangi prevalensi kematian sel-sel jantung.
TBHQ tidak karsinogenik atau tidak menyebabkan kanker dan aman dikonsumsi pada tingkat yang dibolehkan dalam makanan.
Pusat Keamanan Pangan (CFS) Pemerintah Daerah Administratif Khusus Hong Kong, Juli 2017, menegaskan, TBHQ tidak karsinogenik atau tidak menyebabkan kanker dan aman dikonsumsi pada tingkat yang dibolehkan dalam makanan. Penggunaan dalam mi instan diizinkan hingga 200 ppm lemak.
Menurut CFS, TBHQ dalam mi instan bukan masalah keamanan pangan. Meski demikian, mi instan umumnya tinggi garam dan lemak. Untuk menjaga keseimbangan pola makan, konsumen dapat mengurangi garam dan lemak dengan memasak mi biasa, bihun, atau makaroni, ditambah sayuran segar, daging tanpa lemak dan sedikit bumbu.
Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor Nuri Andarwulan menuturkan, TBHQ adalah antioksidan yang dibuat secara kimia, yakni menggabungkan hydroquinone dan tert butyl alcohol dengan bantuan asam fosfat.
Mekanisme kerjanya adalah menghambat atau memperlambat reaksi oksidasi. Proses oksidasi tetap berjalan, tetapi menjadi sangat lambat. Karena itu, pada makanan ada masa simpan. Masa itu berakhir setelah antioksidan tidak mampu lagi menghambat oksidasi.
Jika tidak ingin menggunakan antioksidan, ada cara lain untuk menghambat oksidasi, yakni mengganti oksigen dalam kemasan dengan nitrogen dan karbondioksida atau menghilangkan oksigen dengan memvakum kemasan makanan.
Penggunaan bahan tambahan pangan termasuk antioksidan diatur oleh Komisi Codex Alimentarius (CAC), organisasi yang dibentuk FAO dan WHO untuk melindungi kesehatan konsumen dan menjamin perdagangan internasional yang jujur. Organisasi itu menyediakan standar, panduan, rekomendasi, sebagai acuan bagi negara anggota dalam menetapkan peraturan dan standar di bidang pangan.
Terkait TBHQ, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Antioksidan, menetapkan, ADI 0-0,7 mg per kg berat badan. Adapun batas maksimum pada pangan berkisar 140-200 mg per kg tergantung kategori pangan.
Untuk mengetahui ada tidaknya TBHQ, bisa dibaca label kemasan. Bahan itu biasa disebut sebagai tert-butylhidroquinone, tertiary butylhydroquinone, TBHQ, butylated hydroxyanisol, atau antioxidant (319).
Dengan mengetahui rekomendasi asupan yang aman, kita bisa menghitung berapa banyak bahan tambahan makanan yang boleh masuk ke tubuh sesuai berat badan kita. Namun, tidak mudah menghitung secara detil, misalnya berapa gram minyak, margarin, atau mentega, dalam makanan gorengan, biskuit, keripik dalam kemasan atau makanan lain yang kita makan.
Cara paling aman adalah membatasi makanan kemasan dan mengurangi menggoreng. Memilih berbagai bahan pangan untuk dimakan segar, dipanggang, atau dikukus.