Selain dari kenaikan harga saham, investor saham dapat mengharapkan penghasilan dari dividen yang diberikan emiten setiap tahunnya. Emiten apa saja yang memberikan dividen yang besar? Faktor apa saja yang memengaruhinya?
Oleh
JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
Ada banyak motivasi ketika seseorang membeli saham. Ada yang ingin mendapatkan dividen, ada pula yang ingin mendapatkan penghasilan secara cepat dari kenaikan harga saham.
Bagi mereka yang mengharapkan dividen, Maret dan April ini akan ada banyak rapat umum pemegang saham tahunan, yang antara lain membahas pembagian dividen.
Ada emiten yang membagikan dividen lebih dari 50 persen labanya, ada pula yang tidak sebesar itu. Emiten yang sudah mengumumkan akan membagikan atau sudah membagikan dividen antara lain Bank BCA, Bank BRI, Semen Indonesia, dan Sido Muncul.
Kenaikan penjualan dan kenaikan laba bersih akan memengaruhi pembagian dividen.
Besaran dividen yang dibagikan sangat terkait dengan kinerja keuangan dari emiten-emiten tersebut. Kenaikan penjualan dan kenaikan laba bersih akan memengaruhi besaran dividen.
Emiten biasanya menggunakan laba untuk keperluan ekspansi atau dibagikan sebagai dividen. Unilever, misalnya, terkenal royal membagikan dividen, yakni hampir 100 persen dari laba bersihnya, karena sudah tidak perlu melakukan ekspansi lagi.
Pada 2021, laba bersih Unilever sebesar Rp 7,16 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 7,13 triliun dibagikan sebagai dividen. Dengan demikian, satu lembar saham akan mendapatkan dividen Rp 187 dengan dividend yield 4,6 persen.
Untuk mengetahui emiten mana saja yang memberikan dividen besar, Bursa Efek Indonesia memiliki indeks IDX High Deviden 20, yang terdiri dari 20 emiten yang memberikan dividen dalam jumlah besar.
Emiten anggota indeks tersebut antara lain Adira Dinamika Multifinance yang memberikan dividend yield 6 persen, Hexindo Adiperkasa yang memberikan dividend yield 19,43 persen, dan Mitra Pinasthika Mustika dengan dividend yield 10 persen.
Dividend yield merupakan perbandingan besar dividen yang diterima investor terhadap harga saham. Semakin tinggi dividend yield, semakin menguntungkan investor. Misalnya, emiten ABCD memberikan dividen Rp 300 per saham dengan harga saham Rp 4.000. Dengan demikian, dividend yield-nya adalah Rp 300 : Rp 4.000 = 7,5 persen.
Para pemburu dividen merupakan investor jangka panjang. Emiten yang sedang bertumbuh biasanya memberikan dividend yield yang lebih kecil karena masih memerlukan dana untuk mengembangkan bisnis.
Contohnya adalah perusahaan-perusahaan teknologi. Sementara perusahaan yang sudah matang dan tidak lagi bertumbuh kencang memberikan dividend yield yang besar, seperti Unilever.
Untuk mendapatkan dividen besar, tentu saja diperlukan investasi besar pula. Investor seperti Lo Kheng Hong mendapatkan dividen dari investasinya di beberapa emiten. Salah satunya dari Gajah Tunggal, di mana Lo Kheng Hong memiliki porsi saham 5,1 persen.
Tahun lalu, Gajah Tunggal membagikan dividen sebesar 10,87 persen dari total laba bersih yang diperoleh tahun 2020 sebesar Rp 320,37 miliar. Dengan demikian, diperkirakan Lo Kheng Hong mendapatkan dividen sebesar Rp 1,77 miliar.
Dia juga memiliki saham Petrosea Tbk sebesar 15,01 persen. Petrosea membagikan dividen sebesar Rp 115 per saham dari kinerja keuangan 2020. Diperkirakan Lo Kheng Hong mendapatkan dividen sebesar Rp 17,41 miliar.
Selain untuk penghasilan, dividen juga dapat digunakan untuk mengurangi kerugian dari sebuah saham. Misalnya, seorang investor merugi 10 persen dari saham XWY. Tetapi, emiten itu membagikan dividend yield sebesar 7 persen. Berarti kerugiannya tinggal 3 persen saja.