Waspadai Hepatitis Akut, 15 Anak Pasien Diare di Manado Dipantau Ketat
Sebanyak 15 anak penderita diare dirawat di beberapa rumah sakit di Manado, Sulawesi Utara. Pemerintah kota terus memantau kondisi mereka untuk mempersiapkan diri terhadap kemungkinan hepatitis akut.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Keluarga pasien berjalan di bangsal RSUP Prof dr RD Kandou, Manado, Sulawesi Utara, Rabu (22/1/2020).
MANADO, KOMPAS — Sebanyak 15 anak penderita diare dirawat di beberapa rumah sakit di Manado, Sulawesi Utara. Pemerintah kota terus memantau kondisi mereka untuk mempersiapkan diri terhadap kemungkinan hepatitis akut.
Dihubungi lewat telepon, Selasa (10/5/2022), Kepala Dinas Kesehatan Manado Steaven Dandel mengatakan, 15 anak tersebut belum menunjukkan gejala utama hepatitis akut, yaitu sakit kuning atau ikterus. Mereka pun belum dikategorikan pasien suspek hepatitis akut. Hingga kini, belum ada kasus hepatitis akut yang terkonfirmasi di Manado.
”Tetapi, kami sudah punya sistem kewaspadaan dini dan respons (SKDR). Kalau ada pasien yang datang ke rumah sakit atau puskesmas dengan gejala menyerupai hepatitis akut, harus dilaporkan dan direspons dalam waktu satu kali 24 jam,” kata Steaven.
Kondisi 15 anak tersebut, lanjut Steaven, akan dipantau ketat beberapa hari ke depan. Sebab, diare yang disertai demam, mual, muntah, dan kram perut tergolong gejala awal. Adapun sakit kuning yang juga dikenal sebagai jaundice akan muncul jika terjadi kerusakan hati.
Pada saat yang sama, pelaksanaan belajar tatap muka seperti biasa di sekolah juga meningkatkan kerentanan penjangkitan hepatitis akut terhadap anak-anak. Dugaan sementara, penyakit itu menular secara fekal-oral atau lewat makanan. Maka, kata Steaven, jajanan dan makanan yang dijual di dalam ataupun sekitar sekolah harus diwaspadai.
Namun, pemeran utama pencegahan penularan penyakit ini adalah orangtua siswa. ”Orangtua harus mengajarkan anak-anaknya perilaku hidup bersih dan sehat ketika mereka akan masuk sekolah. Harus berhati-hati memilih makanan, atau mungkin lebih baik membawa makanan dari rumah,” papar Steaven.
Antara 5 April dan 3 Mei 2022, sudah ada lebih dari 200 kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya di lebih dari 20 negara di Asia, Amerika, dan Eropa. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkannya sebagai kejadian luar biasa.
Pada lebih dari 70 kasus di luar negeri, ditemukan adenovirus. Adapun pada lebih dari 30 kasus ditemukan infeksi SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Namun, tak ditemukan virus hepatitis A, B, C, D, ataupun E. Maka, hingga kini belum diketahui penyebab penyakit tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Sulut Debie Kalalo telah meminta seluruh dinas kesehatan di kota/kabupaten serta seluruh rumah sakit untuk melaporkan dan memantau kasus sindrom penyakit kuning akut. Di samping itu, setiap daerah harus memberikan komunikasi informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat.
Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Sulut Mery Pasorong mengatakan, masyarakat bisa melakukan pencegahan mandiri dengan rutin mencucui tangan menggunakan air bersih, memastikan makanan yang disantap benar-benar matang, dan tidak bertukar alat makan dengan orang lain.
”Seiring dengan berlangsungnya sekolah tatap muka, kami berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak sekolah untuk mengawasi anak-anak. Media komunikasi lewat infografis, link (tautan laman) informasi pencegahan, itu disebarkan di website lintas sektor untuk menjadi bahan sosialisasi di sekolah,” tutur Mery.
Saat ini, kasus hepatitis akut baru terkonfirmasi di Jakarta. Terkait kecurigaan terhadap makanan sebagai media penularan, Kantor Karantina Pertanian Manado belum mendapat instruksi mengenai tindakan pencegahan masuknya bahan makanan yang terkontaminasi.
”Sampai sekarang belum ada langkah khusus karena penyebab penyakit ini, kan, masih simpang siur. Kalaupun dari makanan, kami juga belum tahu makanan apa, misalnya daging atau mungkin makanan jadi,” kata Donni Muksydayan Saragih, Kepala Kantor Karantina Pertanian Manado.