Guru Besar Undana Kupang Mengawetkan Nira Lontar Bertahan sampai 6 Bulan
Guru Besar Undana Kupang Prof Nyoman Mahayasa temukan cara mengawetkan nira lontar agar tetap bertahan sampai 6 bulan, dengan kandungan yang masih utuh. Selama ini nira yang habis disadap hanya bertahan 2-3 bulan saja.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Nira lontar bisa diawetkan sampai enam bulan, masih terasa seperti asli. Selama ini nira lontar hanya bertahan 2-3 jam, setelah berubah kualitas dari manis menjadi asam. Buah dan nira lontar sudah diolah menjadi sirup dan beberapa jenis kue. Temuan pengawetan nira lontar bermanfaat bagi petani penyadap.
Guru besar Universitas Nusa Cendana kupang, Prof Nyoman Mahayasa di Kupang, Jumat (29/4/2022) mengatakan, minuman nira lontar memiliki sejumlah kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan. Vitamin A, B, C, mineral seng, kalium, zat besi, kalsium, serat, protein, dan karbohidrat. Nira asli ini memiliki antioksidan alami tinggi bagi kesehatan. Menyembuhkan penyakit kanker, diare, lambung (mag) dan sariawan.
”Dengan hasil temuan ini, nirabisa bertahan sampai enam bulan. Artinya, dalam tenggat itu, niramasih terasa manis, dengan kualitas utuh, tidak berubah menjadi alkohol,” katanya.
Padahal, selama ini kandungan itu bertahan 2-3 jam setelah habis disadap atau diambil dari mayang lontar, air nira lontar yang tadinya manis berubah menjadi asam atau masam atau beralkohol.
Tidak hanya nira dan buah, akar lontar, bunga, daun, dan tulang daun bermanfaat bagi sebagian masyarakat NTT. Daun lontar untuk atap rumah, tulang daun untuk tali, batang lontar untuk tiang bangunan rumah, dan batang lontar untuk peti jenazah setelah serat dalam dikeluarkan.
Temuan itu terkait tiga hal, yakni cara menyadap (mengiris) bulir, proses mengambil (menadah air), dan wadah menyimpan nira, ditambah beberapa unsur pelengkap lagi. Selama ini, nira yang sudah terasa masam diproses menjadi arak atau minuman beralkohol jenis lain. Nira masam bisa juga diproses menjadi gula merah, tetapi kualitas kurang bagus dibanding nira manis.
Hasil penelitian ini atas dukungan Hilda Riwu Kore, istri Wali Kota Kupang, yang juga anggota DPR dari Fraksi Demokrat. Sesuai rencana, penelitian ini akan dipamerkan pada hari Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia di Kota Kupang, 25 Mei 2022. ”Kalau bisa ini bisa dikembangkan bagi para petani lontar terutama penyadap dan pengusaha nira lontar,” katanya.
Diproses
Nira diproses menjadi tuak, arak, gula merah, gula air, dan gula semut. Nira diambil dari pohon lontar, kelapa, dan enau. Kota Kupang, Rote, Timor, Sumba, dan Sabu nira kebanyakan diambil dari pohon lontar. Flores, Alor, dan Lembata kebanyakan nira diambil dari pohon kelapa dan sebagian dari pohon enau.
Kota Kupang, Rote, dan Sabu Rote lontar memiliki banyak manfaat, mulai dari akar sampai daun dan tulang daun. Bahkan, zaman dulu, batang pohon lontar dimanfaatkan untuk menguburkan jenazah seseorang. Batang itu dikeluarkan serat-seratnya kemudian dipoles menjadi halus, memiliki lubang mirip pipa seukuran tubuh manusia.
Profesor di bidang lontar ini mengatakan, selama ini buah lontar dibiarkan begitu saja, atau sebagian orang memanfaatkan untuk makanan ternak babi, dan sekadar minum air buah lontar. Tidak juga dimanfaatkan untuk sirup kolang-kaling, atau minuman lain, seperti di luar NTT.
Tahun 2007-2010, Mahayasa memproses buah dan nira lontar menjadi sirup, perkedel, kue tart, dodol, stik, dan roti. Ia sempat membentuk kelompok tani lontar di Rote dan Kota terkait usaha ini. Atas hasil jerih payah ini, ia mendapatkan penghargaan ”Upakarta” dari pemerintah. Tetapi, hasil penelitian ini tidak dikembangkan petani.
Dengan hasil temuan ini, nirabisa bertahan sampai enam bulan. Artinya, dalam tenggat itu, niramasih terasa manis, dengan kualitas utuh, tidak berubah menjadi alkohol. (Nyoman Mahayasa)
”Saya sempat produksi sirup, dodol, kue tart, dan beberapa jenis makanan lain dari buah dan nira lontar ini. Saat itu ada sejumlah toko menjadi langganan membeli hasil produksi itu. Masyarakat di luar NTT sangat gemar memesan hasil produk ini, tetapi di kalangan orang NTT saat itu mereka tidak tertarik,” katanya.
”Selain itu, karena kesibukan di kampus dan karyawan yang membantu saya saat itu berhenti bekerja. Mengolah buah lontar menjadi bahakan makanan seperti itu, dibutuhkan jenis buah yang berkualitas.”
Saat itu, jenis buah seperti itu sangat sulit didapat di Kota Kupang dan sekitarnya. Lagi pula, pohon lontar terus menyusut karena perobahan lahan lontar menjadi permukiman penduduk dan kegiatan lain.
Mataus Messakh (45) penyadap lontar Kelurahan Naimata Kota Kupang sangat bangga dengan temuan Prof Nyoman Mahayasa soal pengawetan nira lontar tersebut. Ia mengakui, selama ini nira yang tadinya terasa manis, cepat berubah menjadi masam setelah dibiarkan 2-3 jam.
”Kalau nira manis bertahan sampai enam bulan, itu sangat membantu penyadap dan petani lontar. Selama musim hujan, petani tidak menyadap lontar. Jadi, temuan tersebut sangat membantu petani,” ujarnya.
Ayah tiga anak ini memiliki 12 pohon lontar. Bulan Mei-Juni aktivitas menyadap dimulai. ”Saat ini masih ada sisa-sisa hujan sehingga kualitas nira lontar yang disadap kurang baik,” kata Messakh.