Tagih Insentif Covid-19 di Instagram, Dokter di Banda Aceh Dipecat
Unggahan di Instagram yang dianggap penghinaan adalah kritik terhadap Wali Kota Banda Aceh sebagai pejabat publik. Pemecatan dianggap pembungkaman berpendapat.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Dokter umum Bahrul Anwar (28), tenaga kontrak di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Banda Aceh, Provinsi Aceh, harus menerima kenyataan pahit. Unggahan cerita di Instagram membuatnya kehilangan pekerjaan alias dipecat. Unggahan itu membuatnya dianggap melakukan pencemaran nama baik Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman dan institusi tempat dia bekerja.
Bahrul kepada sejumlah media di Banda Aceh, Minggu (10/4/2022) malam, menuturkan, unggahan tersebut berisi kekecewaan kepada manajemen rumah sakit dan Pemerintah Kota Banda Aceh lantaran haknya berupa insentif dalam menangani pasien Covid-19 selama tujuh bulan belum dicairkan.
”Masalah saya hanya karena postingan Instagram, padahal kinerja saya baik. Namun, saya dianggap mempermalukan instansi dan wali kota sehingga diberhentikan secara tidak hormat,” ujar Bahrul.
Pada 1 April 2022 sekitar pukul 10.00, Bahrul menaikkan unggahan berisi foto Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman dengan narasi, ”Lepas kali senyumnya ahh,ga ada beban pikiran. udah setahun lebih hak orang tidak diberikan tapi tidak ada malunya. Ups..statmen saya salah ya? undang pertemuan terbuka lah yuk ajak media DPRK juga, biar saling meluruskan bareng. Saya juga orang Banda Aceh malu punya pemimpin tidak amanah.”
Beberapa jam setelah unggahan itu tayang di Instagram, Bahrul dipanggil oleh manajemen rumah sakit. Manajemen meminta Bahrul agar mencabut unggahan itu dan membuat pernyataan maaf. Jika tidak dilakukan, Bahrul diancam dibekukan kerja sebulan. Bahrul menuruti permintaan manajemen.
Bahrul berpikir kasus itu sudah tuntas. Namun, pada 5 April 2022, dia kembali dipanggil manajemen rumah sakit. Pada saat itu dia diberikan surat panggilan satu, dua, dan surat pemberhentian kerja secara tidak hormat.
Meski telah dipecat, haknya berupa insentif sebagai tenaga kesehatan merawat pasien Covid-19 belum juga dibayarkan. Bahrul berharap haknya diberikan dan surat pemecatan dicabut. Dia siap mengundurkan diri atau diberhentikan dengan hormat.
”Saya takut pemberhentian secara tidak hormat ini menghambat karier profesi saya ke depan,” kata Bahrul.
Bahrul bekerja di RSUD Meuraxa sejak Februari 2021 dengan status tenaga kontrak. Gaji sebagai dokter kontrak sebanyak Rp 1,6 juta per bulan di bawah upah minimum Banda Aceh, Rp 3,2 juta. Akan tetapi, dia memperoleh jasa medis sebulan antara Rp 2 juta dan Rp 5 juta. Paling sering dia menerima Rp 2 juta, tergantung dari jumlah pasien.
Menurut Bahrul, para tenaga kesehatan lain di RSUD Meuraxa juga belum menerima insentif. Bahrul memberanikan diri untuk membuka ke publik agar ada respons dari wali kota. Akan tetapi, yang terjadi, alih-alih keluhannya disambut, malah dia kena pecat. Bahrul mengadukan persoalan itu kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh. Bahrul menyatakan telah siap ”melawan” meski harus ke pengadilan.
Kepala Operasional LBH Banda Aceh Qudrat menuturkan, pada Senin (11/4/2022), surat kuasa telah ditandatangani. Artinya, Bahrul resmi menjadi klien LBH Banda Aceh. Qudrat mengatakan, unggahan di Instagram yang dianggap penghinaan itu adalah kritik terhadap Wali Kota Banda Aceh sebagai pejabat publik. ”Kritik itu muncul karena ada sebab, insentif dia belum dibayar. Jadi, ini bukan penghinaan,” kata Qudrat.
Qudrat menambahkan, pemecatan tersebut menunjukkan Pemkot Banda Aceh antikritik. ”Ini pembungkaman atas kebebasan berpendapat,” ujar Qudrat.
Kritik itu muncul karena ada sebab, yaitu insentif dia belum dibayar. Jadi, ini bukan penghinaan. (Qudran)
LBH Banda Aceh akan menggugat surat pemecatan itu ke pengadilan. Qudrat berpendapat, surat pemecatan tersebut tidak patut karena yang disampaikan adalah fakta. Namun, dia berharap persoalan ini dapat dituntaskan melalui musyawarah.
Ditemui pada Senin (11/4/2022), Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengatakan, dirinya tersinggung dengan diksi tidak amanah di dalam postingan Bahrul. Akan tetapi, Aminullah tidak mau merespons lebih jauh soal pemecatan. ”Itu (pemecatan) urusan manajemen rumah sakit,” kata Aminullah.
Terhadap insentif para nakes yang masih menunggak, Aminullah berjanji akan menyelesaikan sebelum masa jabatannya berakhir, Juli 2022. Di RSUD Meuraxa, sekitar 30 dokter belum dibayar insentif Covid-19. Besaran insentif untuk dokter spesialis Rp 15 juta per bulan, dokter umum Rp 10 juta per bulan, bidan/perawat Rp 7,5 juta per bulan, dan tenaga kesehatan lainnya Rp 5 juta per bulan.
Aminullah mengatakan, insentif untuk nakes menangani Covid-19 tertunggak karena masih ada dana penanganan Covid-19 dari Kementerian Kesehatan yang belum dikirim sebesar Rp 45 miliar.