Cegah Kanker Serviks, Imunisasi HPV untuk Anak Usia Sekolah Digencarkan
Pemerintah terus menggencarkan imunisasi HPV untuk menekan angka kasus kanker serviks di Indonesia. Imunisasi menyasar anak-anak perempuan usia sekolah baik yang bersekolah formal maupun nonformal.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Imunisasi human papilomavirusmerupakan salah satu cara untuk mencegah kasus kanker serviks atau kanker mulut rahim yang masih tinggi di Indonesia. Imunisasi ini terus digencarkan, terutama untuk anak-anak perempuan di usia sekolah, baik yang bersekolah formal maupun nonformal.
Kepala Bagian Hukum dan Humas Sekretariat Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Iqbal Djakaria menyampaikan, sebagai upaya mencegah kanker serviks, pemerintah telah melakukan program imunisasi human papilomavirus (HPV) dan deteksi dini melalui metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA).
”Pelaksanaan imunisasi HPV dilakukan melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah. Imunisasi diberikan pada anak perempuan usia kelas V sekolah dasar untuk dosis pertama dan kelas VI untuk dosis kedua. Vaksin HPV juga sudah tersedia di fasilitas kesehatan swasta,” ujarnya dalam webinar hari kanker sedunia, Jumat (4/2/2022).
Iqbal menjelaskan, pelaksanaan imunisasi HPV yang terintegrasi dengan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) tidak hanya menyasar anak di sekolah formal. Imunisasi HPV juga menjangkau anak-anak di sekolah nonformal dan putus sekolah.
Bagi sasaran anak yang tidak bersekolah, imunisasi HPV dilakukan di posyandu, puskesmas, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Imunisasi juga dapat dilaksanakan di tempat berkumpulnya anak yang putus sekolah, seperti rumah singgah anak jalanan, yayasan atau panti asuhan, panti sosial, sekolah nonformal, dan tempat-tempat lainnya.
Angka kematian yang tinggi ini terjadi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (Jakarta) yang penuh dengan teknologi dan tenaga ahli. Bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan pasien kanker di daerah yang kekurangan sarana dan prasarana kesehatan,
Menurut Iqbal, petugas dinas kesehatan kabupaten/kota dapat berkoordinasi dengan dinas sosial setempat untuk mendapatkan data anak usia sekolah. Pendataan dapat dilakukan oleh kader melalui program secara langsung dari rumah ke rumah.
Berdasarkan cakupan program BIAS HPV tahun 2021, tercatat baru pemerintah kabupaten/kota di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta yang baru menyampaikan laporannya. Beberapa daerah yang belum melaporkan angka cakupan, antara lain, Surabaya, Lamongan, Kediri, Makassar, Manado, Karanganyar, Sukoharjo, Denpasar, dan Badung.
Saat ini, Kemenkes terus memperluas pengenalan vaksin HPV seperti tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 6779 Tahun 2021. Target pengenalan vaksin HPV mencakup 131 kabupaten/kota dengan sasaran lebih dari 800.000 anak usia sekolah pada 2022 dan akan terus meningkat hingga 1,4 juta anak pada 2023.
Iqbal mengakui bahwa program imunisasi HPV berpotensi menemui tantangan kampanye hitam yang berkaitan dengan isu keagamaan, rumor di media, hingga persepsi tentang kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI). Imunisasi HPV ini juga berpotensi mendapat penolakan baik dari sekolah maupun orangtua.
”Target rumor negatif perlu segera diklarifikasi agar tidak mengganggu jalannya pelaksanaan BIAS HPV. Dengan klarifikasi ini, diharapkan cakupan tinggi imunisasi HPV mencapai minimal 95 persen bisa tercapai,” katanya.
Sesuai target global, angka kejadian kanker serviks dapat turun menjadi 4 per 100.000 penduduk per tahun pada 2030. Target ini mencakup 90 persen anak perempuan sepenuhnya mendapat vaksinasi HPV pada usia 15 tahun, 70 persen perempuan melakukan penapisan (skrining) pada usia 35 dan 45 tahun, serta 90 persen perempuan yang diidentifikasi menderita kanker serviks mendapat penanganan yang baik.
Kematian tinggi
Ketua Dewan Penasehat Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) Andrijono mengatakan, data menunjukkan setiap hari, di Indonesia terdapat 89 pasien baru kanker serviks. Kasus kanker serviks stadium lanjut di Indonesia tercatat 94 persen meninggal dalam waktu dua tahun.
”Angka kematian yang tinggi ini terjadi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (Jakarta) yang penuh dengan teknologi dan tenaga ahli. Bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan pasien kanker di daerah yang kekurangan sarana dan prasarana kesehatan,” ujarnya.
Andrijono menyatakan, upaya penurunan kanker serviks bagi perempuan yang sudah menikah dapat dilakukan dengan penapisan. Namun, data penapisan Indonesia masih kurang dari 10 persen. Oleh karena itu, selain vaksinasi, upaya penapisan kanker serviks perlu terus ditingkatkan hingga mencapai target 70 persen.
Indonesia termasuk salah satu negara dengan kasus kanker serviks tertinggi di Asia. Bahkan, kasus kanker serviks Indonesia berada di peringkat pertama kanker ginekologi atau reproduksi perempuan.Sementara berdasarkan data Globocan 2020, kanker serviks termasuk kanker perempuan terbanyak kedua setelah kanker payudara di Indonesia dengan jumlah kasus 36.633 atau 17,2 persen dengan angka kematian diperkirakan sebanyak 21.003 orang.