Kanker Ovarium Stadium Awal Tak Bergejala, Kenali Faktor Risiko dan Tanda-tandanya
Mayoritas kasus kanker ovarium terdeteksi pada stadium 3 dan 4. Namun, penyakit ini bisa diidentifikasi dengan mengenali faktor risiko dan tanda-tandanya sehingga dapat segera ditangani.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kanker ovarium pada stadium awal tidak menunjukkan gejala khas sehingga sering disebut sebagai silent killer atau pembunuh senyap. Namun, penyakit ini bisa diidentifikasi dengan mengenali faktor risiko dan tanda-tandanya sehingga dapat didiagnosis sedini mungkin.
Berdasarkan data Global Burden of Cancer Study, Indonesia mencatat 14.896 kasus baru kanker ovarium pada 2020. Tidak adanya gejala khas membuat kanker pada indung telur itu sulit terdeteksi pada stadium 1 dan 2.
Ketua Himpunan Onkologi dan Ginekologi Indonesia (HOGI) Brahmana Askandar mengatakan, mayoritas kasus kanker ovarium terdeteksi pada stadium 3 dan 4. Saat stadium awal, penderitanya tidak mengeluhkan gejala spesifik.
”Haidnya normal saja. Indung telur masih bisa berproduksi. Rata-rata pasien yang datang perutnya sudah membesar. Sesak karena ada cairan di paru-paru, gangguan buang air besar, dan ada penyebaran di usus,” ujarnya dalam konferensi pers Kampanye 10 Jari: Bersama Kita Bisa Menghadapi Kanker Ovarium yang digelar secara daring, Kamis (13/1/2022).
Oleh sebab itu, meskipun kasusnya tidak sebanyak kanker serviks, kanker ovarium tetap wajib diwaspadai. Menurut Brahmana, hanya 20 persen dari kasus kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium awal.
”Jika ditemukan lebih dini, 94 persen pasien mempunyai harapan hidup lebih dari lima tahun setelah didiagnosis. Penyakit ini dikenal sebagai silent killer bagi kaum perempuan,” katanya.
Mengenali faktor risiko sangat penting agar kanker ovarium bisa segera ditangani. Brahmana menuturkan, terdapat enam faktor risiko yang harus diperhatikan untuk mengenali penyakit ini.
Faktor pertama adalah perempuan lanjut usia di atas 60 tahun. Faktor kedua, mempunyai angka kelahiran rendah. Artinya, perempuan yang lebih sering mengandung cenderung punya risiko lebih kecil.
”Faktor ketiga adalah riwayat kanker ovarium pada keluarga, seperti ibu dan saudara perempuan. Gaya hidup buruk yang kurang berolahraga juga turut menjadi faktor risiko,” ujarnya.
Kanker ovarium juga memiliki empat tanda yang bisa dikenali, yaitu perut sering kembung, nafsu makan berkurang, gangguan buang air kecil, dan nyeri panggul atau perut.
Dua faktor lainnya adalah mempunyai riwayat kista endometriosis dan memiliki mutasi genetik. Endometriosis merupakan kondisi terbentuknya jaringan darah haid di luar rahim.
”Ukuran ovarium kecil, sekitar 2 sentimeter. Namun, jika menjadi kanker, ukurannya bisa mencapai 40-50 cm,” ucapnya.
Kanker ovarium juga memiliki empat tanda yang bisa dikenali, yaitu perut sering kembung, nafsu makan berkurang, gangguan buang air kecil, dan nyeri panggul atau perut.
”Paling tidak empat gejala ini harus diedukasi ke masyarakat. Berbeda dengan kanker serviks yang perubahannya tahap demi tahap, perubahan dari normal menjadi kanker ovarium tidak jelas tahapannya,” jelasnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Elvieda Sariwati mengatakan, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 30-50 persen kematian akibat kanker bisa dicegah. Hal itu dapat dilakukan dengan menghindari faktor risiko dan pola hidup sehat.
”Jadi, perlu deteksi secara berkala. Namun, kanker ovarium menjadi salah satu kanker yang agak sulit untuk dideteksi dini,” katanya.
Oleh karena itu, kampanye 10 Jari mesti terus digaungkan agar dipahami masyarakat luas. Kampanye tersebut mengacu pada mengenali enam faktor risiko dan empat tanda-tandanya.
Ketua Umum Cancer Information and Support Center (CISC) Aryanthi Baramuli Putri mengatakan, penanggulangan kanker ovarium membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Langkah yang bisa diambil meliputi upaya promotif, diagnosis, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif secara berkesinambungan. ”Kami juga melihat bagaimana para penyintas kanker ovarium dapat bersatu dan mendukung satu sama lain untuk saling menguatkan dalam melawan penyakit ini,” ujarnya.