Fasilitas bagi pasien kanker di Indonesia masih terbatas. Di Indonesia hanya terdapat 714 unit rumah sakit dengan sarana kemoterapi, 507 unit RS dengan onkologi board, dan 35 RS dengan sarana radioterapi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Angka kasus baru dan kematian akibat kanker di Indonesia masih tinggi. Namun, upaya deteksi dini, pengobatan, hingga perawatan bagi pasien kanker belum optimal. Meningkatkan akses pelayanan bagi pasien kanker mutlak dilakukan untuk menekan angka kasus baru dan kematian ini.
Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Koordinator Jawa Tengah Eko Adhi Pangarsa mengemukakan, dari total 270 juta penduduk Indonesia, pada tahun 2020 ditemukan lebih dari 396.000 kasus kanker baru. Kematian akibat kanker ini mencapai lebih dari 234.000 kasus. Ini menunjukkan tidak ada selisih yang terlalu jauh antara kasus baru dan kematian.
”Prediksi dari WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), pada tahun 2040-an mortalitas kanker akan meningkat sekitar 32 persen. Proporsi kanker ini akan banyak diderita oleh negara-negara berkembang,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, Kamis (4/11/2021).
Eko menjelaskan, kanker akan banyak terjadi di negara berkembang karena akses terhadap skrining untuk deteksi dini belum optimal. Akses pasien ke fasilitas kesehatan yang baik dan bermutu dengan pengobatan baru juga masih sangat terbatas di negara-negara berkembang.
Kanker akan banyak terjadi di negara berkembang karena akses terhadap penyaringan (screening) untuk deteksi dini belum optimal. Akses pasien ke fasilitas kesehatan yang baik dan bermutu dengan pengobatan baru juga masih sangat terbatas di negara-negara berkembang.
Kondisi dan ketersediaan fasilitas bagi pasien kanker di Indonesia juga belum dapat menjangkau seluruh masyarakat. Berdasarkan data Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, di seluruh Indonesia hanya terdapat 714 unit rumah sakit (RS) dengan sarana kemoterapi, 507 unit RS dengan onkologi board, dan 35 RS dengan sarana radioterapi.
Hasil riset Patient Beyond Borders menunjukkan, masyarakat Indonesia termasuk pasien kanker yang kerap memilih pengobatan di luar negeri. Setiap tahun, biaya yang dikeluarkan masyarakat Indonesia untuk berobat ke luar negeri mencapai 11,5 miliar dolar AS. Salah satu alasan masyarakat memilih pengobatan di luar negeri adalah kurangnya mutu pelayanan dan pengawasan kesehatan di Indonesia.
Meski demikian, kata Eko, secara umum 50-60 persen dari kematian kanker di negara berkembang diperkirakan masih bisa diperbaiki khususnya dalam upaya pencegahan. Hal ini juga yang dilakukan oleh negara maju. Kasus baru dan angka kematian kanker di negara maju jauh lebih baik dibandingkan dengan negara berkembang karena telah meningkatkan upaya pencegahan maupun deteksi dini seperti kampanye antimerokok.
”Semua penduduk Indonesia memiliki akses yang setara dan baik terhadap pencegahan, skrining, dan terapi kanker yang berkualitas. Oleh karena itu, perlu meningkatkan kewaspadaan deteksi dini dan tindak lanjutnya,” ungkapnya.
Deteksi dini berbagai penyakit termasuk kanker akan mengurangi insidensi dan kondisi stadium lanjut. Pada akhirnya, dengan pengobatan dan perawatan yang baik serta teratur, hal ini akan mengurangi angka kematian pasien kanker.
Ketua Umum YKI Pusat Aru Wicaksono Sudoyo mengatakan, seorang pasien kanker harus mendapatkan empat hak, yakni hak mendapatkan informasi, deteksi dini, pengobatan, dan perawatan. Langkah memberikan edukasi terhadap pasien juga didasarkan pada prinsip untuk menjamin keselamatan pasien.
Menurut Aru, permasalahan kanker tidak hanya berbicara soal persentase kasus, tetapi juga menyangkut keselamatan hingga hak pasien. ”Keamanan pasien ini masih menjadi tantangan di Indonesia. Visi misi Yayasan Kanker Indonesia adalah membuat masyarakat sadar terhadap kanker dan hak-hak pasien,” katanya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2019 juga sudah menyatakan bahwa semua pasien perlu mendapatkan pelayanan dan jaminan keselamatan. Sementara pada 2006, American Society of Clinical Oncology (ASCO) dan European Society for Medical Oncology (ESMO) telah membuat konsensus terkait pelayanan kanker yang berkualitas.
Beberapa pelayanan yang perlu didapat oleh penderita kanker adalah akses terhadap informasi tentang penyakit yang mereka derita, jaminan privasi, rekam medis, tindakan pencegahan, dan tidak diskriminatif. Konsensus lainnya yang tidak kalah penting adalah partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan dan perawatan.
Masalah sosial ekonomi
Marketing Manager PT Kalbe Farma, Selvinna Nana, mengatakan, kanker tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan, tetapi juga sosial ekonomi masyarakat. Sebab, pengobatan maupun perawatan pasien kanker memakan biaya yang cukup besar.
Mengingat kanker berdampak terhadap berbagai aspek, menurut Nana, penanganannya juga harus melibatkan berbagai pihak secara luas, mulai dari pemerintah, lembaga kedokteran, hingga organisasi kesehatan lainnya. Bahkan, media juga berperan penting dalam memberikan edukasi dan meluruskan berbagai berita keliru atau hoaks seputar pengobatan maupun perawatan kanker.
”Semua keterlibatan dari berbagai pihak ini sama-sama memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebab, pasien merupakan subyek penting dan utama dari semua rantai pelayanan kesehatan,” ucapnya.
Nana menyatakan, beberapa tahun yang lalu Kalbe Farma telah menjadi penyedia dan penyalur kemoterapi bagi pasien kanker. Namun, sejak dua tahun terakhir, Kalbe juga fokus membantu pasien dalam hal nonpengobatan seperti tes diagnosis kanker dan deteksi dini.