Setelah Dua Jam Terpapar Matahari, Tabir Surya yang Mengandung Seng Oksida Bisa Bersifat Toksik
Dengan menggunakan ikan zebra serta formula bahan penyaring sinar matahari serta seng oksida, peneliti di Oregon State University mengujinya di bawah paparan sinar ultraviolet selama dua jam.
Oleh
Ichwan Susanto
·3 menit baca
Tabir surya yang mengandung seng oksida atau zinc oxide, bahan yang sangat umum, kehilangan efektivitasnya dan menjadi racun setelah dua jam terpapar radiasi sinar ultraviolet. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Photochemical & Photobiological Sciences, 14 Oktober 2021, ini bisa jadi mengejutkan kita yang sering menggunakan tabir surya saat berkegiatan di luar ruang.
Riset yang dilakukan tim peneliti yang mayoritas dari Oregon State University (OSU) ini menggunakan ikan zebra yang memiliki kesamaan luar biasa dengan manusia pada tingkat molekuler, genetik, dan seluler. Dengan kata lain, penelitian yang melibatkan ikan zebra bisa relevan dengan manusia.
Tim peneliti ini dari OSU ini, di antaranya Robyn Tanguay, Lisa Truong, dan Claudia Santillan, berusaha menjawab pertanyaan penting, tetapi sebagian besar diabaikan mengenai pasar tabir surya global yang besar, yang diprediksi oleh perusahaan data pasar Statista bernilai lebih dari 24 miliar dollar AS, pada akhir dekade. Pertanyaan tersebut ialah seberapa stabil, aman, dan efektif kombinasi bahan-bahan penyusun tabir surya.
Hal itu dibandingkan dengan bahan tabir surya sebagai komponen individu (bukan kombinasi), seperti persetujuan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). Lalu, seberapa aman reaksi hasil produk kimia tersebut saat terpapar sinar matahari?
Campuran yang terpapar UV tanpa seng oksida tidak menyebabkan perubahan yang signifikan pada ikan.
”Tabir surya sangat penting sebagai produk konsumen yang membantu mengurangi paparan ultraviolet dan menjauhkan dari kanker kulit. Namun, kita tidak tahu bila penggunaan formulasi sejumlah tabir surya dapat menimbulkan toksisitas yang tidak diinginkan karena interaksi di antara beberapa bahan baku dengan sinar UV,” kata Tanguay, pakar internasional di bidang toksikologi dan perempuan profesor di OSU, seperti tertulis dalam situs internet kampus tersebut, 14 Oktober 2021.
Pemikiran publik bahwa tabir surya aman disebabkan pihak produsen yang seringnya berdasarkan data yang terbatas, menurut dia, menggunakan banyak bahan dengan membatasi yang lain. Contohnya, penggunaan oxybenzone yang efektif dihentikan karena bisa menyebabkan kerusakan pada terumbu karang.
”Dan, tabir surya berisi komponen anorganik, seperti seng oksida atau titanium dioksida yang menghalangi sinar UV, dipasarkan secara besar-besaran sebagai alternatif yang aman pada komponen organik kecil yang menyerap sinar itu,” kata Tanguay.
Tim peneliti membuat lima campuran yang mengandung penyaring UV—bahan aktif pada tabir surya—dari sejumlah produk yang tersedia di AS dan Eropa. Mereka juga membuat campuran dengan bahan yang sama dengan ditambah sedikit seng oksida dibandingkan jumlah yang direkomendasikan secara komersial.
Para peneliti kemudian mengekspos campuran tersebut dengan radiasi ultraviolet selama dua jam. Mereka juga menggunakan spektroskopi untuk mengecek photostability-nya, yaitu apa yang sinar matahari lakukan pada komponen-komponen dalam campuran itu dan kemampuannya melindungi dari UV.
Mereka juga mengamati apakah radiasi UV telah menyebabkan salah satu campuran menjadi racun bagi ikan zebra. Mereka menemukan bahwa campuran yang terpapar UV tanpa seng oksida tidak menyebabkan perubahan yang signifikan pada ikan.
”Ada beberapa penelitian yang menunjukkan tabir surya dapat bereaksi dengan cepat di bawah paparan sinar UV—pengaturan yang dimaksudkan secara khusus untuk penggunaannya—jadi cukup mengejutkan betapa sedikit pengujian toksisitas yang dilakukan pada produk fotodegradasi,” kata Truong.
Ia menyebutkan temuan mereka menunjukkan bahwa formula berbasis molekul kecil yang tersedia secara komersial, yang merupakan dasar dari formula yang dipelajari, dapat digabungkan dalam rasio bahan berbeda yang meminimalkan fotodegradasi. Namun, para ilmuwan melihat perbedaan besar dalam fotostabilitas dan fototoksisitas ketika partikel seng oksida ditambahkan, baik nanopartikel maupun mikropartikel yang lebih besar.
”Dengan ukuran partikel apa pun, seng oksida mendegradasi campuran organik dan menyebabkan hilangnya lebih dari 80 persen perlindungan filter organik terhadap sinar ultraviolet-A, yang merupakan 95 persen dari radiasi UV yang mencapai Bumi,” kata Santillan.
Selain itu, lanjutnya, produk fotodegradasi yang diinduksi seng-oksida juga menyebabkan peningkatan cacat yang signifikan pada ikan zebra yang mereka gunakan untuk menguji toksisitas. Itu menunjukkan bahwa partikel seng oksida mengarah ke degradasi yang penetrasinya ke ekosistem perairan berbahaya bagi lingkungan.
Tanguay mengaku terkejut bahwa kelima campuran molekul kecil umumnya memiliki photostability, tetapi tidak terkejut bahwa menambahkan partikel seng oksida menyebabkan toksisitas pada penyinaran UV. ”Temuan ini akan mengejutkan banyak konsumen yang disesatkan oleh label ’bebas nano’ pada tabir surya berbasis mineral yang menyiratkan bahwa tabir surya aman hanya karena tidak mengandung partikel yang lebih kecil,” ujarnya.
Ia menyebutkan, ukuran partikel logam oksida apa pun dapat memiliki permukaan reaktif, apakah itu kurang dari 100 nanometer atau tidak. Karena itu, yang lebih penting dari ukuran adalah identitas logam, struktur kristalnya, dan lapisan permukaannya.