Cuci Tangan Pakai Sabun, Perilaku Sederhana Bermanfaat Besar
Pada 2018, populasi yang mempunyai kebiasaan cuci tangan yang benar masih di bawah 50 persen. Pada masa pandemi Covid-19, sudah naik ke sekitar 75 persen populasi.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cuci tangan memakai sabun terkesan merupakan perilaku sederhana. Namun, kebiasaan baik tersebut sudah menyelamatkan banyak nyawa, membantu mencegah penularan Covid-19 lebih luas, menurunkan kematian karena diare, dan membantu membantu menekan potensi wabah raya yang berpusat dan berawal dari Indonesia.
Praktik cuci tangan meningkat drastis sejak pandemi Covid-19 di Indonesia dimulai Maret 2020 lalu. ”Meskipun tidak 100 persen memutus penularan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, tetapi mampu membatasi penularan pada batas tertentu,” kata Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 yang juga Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Reisa Broto Asmoro saat menyampaikan keterangan pers di Kantor Kepresidenan Jakarta, Jumat (15/10/2021), yang bertepatan dengan peringatan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia.
Kalau dilihat murni dari sisi statistik saja, hingga Kamis (14/10/2021), ada 4,23 juta orang Indonesia yang sudah terinfeksi Covid-19. Artinya, dari keseluruhan rakyat Indonesia yang tercatat lebih dari 272 juta jiwa, Covid-19 telah menjangkiti 1,6 persen dari populasi yang tersebar di 510 kabupaten/kota. Hingga kini masih ada 4 kabupaten/kota yang belum mencatatkan kasus terkonfirmasi di wilayahnya.
Per 10 Oktober 2021 menunjukkan kepatuhan bermasker tercatat lebih dari 93 persen. Kepatuhan menjaga jarak dan menjauhi kerumunan di atas 91 persen. Selain kesadaran memakai masker dengan baik, Reisa melanjutkan, praktik mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 20 detik berkontribusi signifikan.
Data Badan Pusat Statistik atau BPS menunjukkan proporsi populasi yang mempunyai kebiasaan cuci tangan yang benar, menurut wilayah kabupaten/kota di Indonesia, pada tahun 2018 masih di bawah 50 persen. Artinya, 3 tahun yang lalu, 1 dari 2 orang tidak membiasakan mencuci tangan atau tidak mencuci tangan dengan benar.
“Dan setelah pandemi, dari pantauan relawan yang melaporkan pengamatan mereka ke dashboard Unicef dan Kemenkes, praktik cuci tangan diamati sudah naik ke rata-rata 60 persen populasi. Artinya, sekarang 6 dari 10 orang mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dengan langkah yang benar,” ujar Reisa.
Sedangkan laporan hasil survei perilaku masyarakat pada masa pandemi Covid-19 yang dilakukan BPS pada 13-20 Juli 2021 memperlihatkan hampir 75 persen anggota masyarakat sudah sering cuci tangan. Artinya, 8 dari 10 orang di Indonesia membersihkan tangannya sekitar 8-10 kali sehari.
”Terbukti, cuci tangan pakai sabun terkesan remeh. Tapi ternyata sangat penting dan kontribusinya sangat signifikan dalam mengantar kita ke situasi yang lebih kondusif ini. Dampak cuci tangan yang juga sedang kita nikmati adalah menurunnya angka kematian karena diare, terutama pada balita,” ujar Reisa.
Hal ini seiring membaiknya pencegahan terhadap penyakit tersebut terutama dengan membudayakan cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir selama minimal 20 detik kepada anak-anak dan keluarga mereka.
”Namun, sayangnya, diare masih jadi salah satu pembunuh anak-anak Indonesia berusia 12-59 bulan,” katanya.
Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Vensya Sitohang mengatakan bahwa cuci tangan pakai sabun dapat menurunkan penyakit diare hingga 30 persen dan penyakit saluran pernafasan pada anak atau infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) hingga 20 persen. Dua penyakit tersebut adalah penyebab utama kematian anak balita di Indonesia.
Oleh karena itu, baik untuk menghentikan penularan Covid-19 dan mencegah wabah lainnya di masa depan, Kemenkes menyerukan agar semua orang, di mana pun, harus melakukan praktik cuci tangan pakai sabun.
”Mari tingkatkan praktik cuci tangan kita sampai dengan 100 persen karena ini adalah cara yang termudah, termurah, dan tercepat untuk membunuh virus dan kuman lainnya di tangan kita,” kata Reisa.
Hak asasi
Reisa menuturkan perilaku cuci tangan yang benar harus disertai dengan akses yang mudah dan banyak. Hal ini karena akses terhadap air, sanitasi, dan kebersihan adalah hak asasi manusia. Sayangnya, belum semua rumah di Indonesia memiliki fasilitas cuci tangan.
Data BPS 2020 di Indonesia menyatakan 1 dari 4 orang tidak memiliki fasilitas cuci tangan di rumahnya. “Maka dari itu, pandemi mengajarkan kita bahwa beberapa ruang publik; antara lain sekolah, fasilitas pelayanan kesehatan, mal, pasar tradisional, dan taman bahkan harus menyediakan fasilitas cuci tangan,” katanya.
Pandemi mengajarkan kita bahwa beberapa ruang publik; antara lain sekolah, fasilitas pelayanan kesehatan, mal, pasar tradisional, dan taman bahkan harus menyediakan fasilitas cuci tangan.
Reisa mengatakan dalam rangka mewujudkan tekad memiliki fasilitas cuci tangan pakai sabun yang tersebar luas, kemitraan swasta pemerintah untuk cuci tangan pakai sabun mengumumkan, untuk melindungi 1 juta anak agar aman dari Covid-19 dengan mengutamakan perilaku dan akses terhadap fasilitas cuci tangan pakai sabun sebagai penangkal SARS-Cov-2 yang mengintai anak-anak.
”Kemitraan tersebut mengumumkan bahwa sebanyak 15.000 sekolah akan menerima perlengkapan untuk sekolah aman Covid-19. Setiap sekolah akan menerima perlengkapan untuk menjaga kebersihan serta mencegah dan mengendalikan penularan penyakit, seperti sabun dalam bentuk batang dan cair, cairan pembersih tangan, dan cairan disinfektan.
Sekolah-sekolah penerima yang meliputi SD, SMP, dan Madrasah, berlokasi di Aceh, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Papua, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Selain itu akses ke air bersih, sanitasi, dan kebersihan lingkungan di sekolah-sekolah merupakan bagian penting dari lingkungan sekolah yang aman, bersih, dan sehat.
”Pemerintah bahkan mewajibkan ketersediaan sarana wash atau water, sanitation, and hygiene sebagai syarat dibukanya kembali sekolah. Semua tentu menginginkan sekolah yang aman Covid-19. Maka, dengan tersedianya fasilitas cuci tangan pakai sabun akan menambah kepercayaan diri orang tua untuk mengizinkan anak-anak mereka kembali ke sekolah,” kata Reisa.
Unicef menyampaikan bahwa mayoritas orang tua atau 62,8 persen sudah berpendapat bahwa sekolah dapat dibuka kembali dengan aman sekarang. Survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia dan Unicef pada 10-14 September 2021 di 34 provinsi di Tanah Air mengumpulkan tanggapan melalui telepon lebih dari 1.200 orang tua dan wali murid, anak-anak prasekolah, taman kanak-kanak, SD, SMP, dan SMA.
“Berita baiknya, sebagian besar orangtua dari anak-anak di semua tingkat pendidikan percaya bahwa sekolah sudah cukup siap untuk melanjutkan pembelajaran tatap muka dan akan mengizinkan anak-anak mereka kembali ke sekolah. Hal ini merupakan perkembangan bagus sebagai hasil dari kerja keras kita bersama,” katanya.
Pandemi Covid-19 mengakibatkan penutupan sebanyak 530.000 sekolah di Indonesia pada Maret 2020 yang berdampak pada lebih dari 60 juta siswa dan 4 juta guru. “Kini, 55 persen sekolah telah dibuka kembali untuk pembelajaran tatap muka secara terbatas. Dengan adanya langkah-langkah mitigasi risiko Covid-19 seperti masker, saluran udara yang memadai di kelas-kelas, kehadirannya 50 persen dan ketersediaan tempat cuci tangan pakai sabun di sekolah ini dapat menjadi lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak,” katanya.
Menurut Reisa hari cuci tangan sedunia ini harus dijadikan momentum untuk lebih berhasil mengendalikan Covid-19 dengan cara yang mudah namun bersama-sama.
”Lalu, kita gunakan senjata yang sama untuk mencegah penularan berbagai penyakit lainnya. Dengan tema ”Masa Depan Kita di Tangan Kita”, maka mari kita bertindak bersama untuk membuat cuci tangan pakai sabun dilakukan oleh semua untuk masa depan kita, anak-anak kita, dan Indonesia yang jauh lebih sehat,” kata Reisa.