Perkuat Sosialisasi Vaksinasi di Lingkup Terdekat Masyarakat
Ketersediaan vaksin yang meningkat juga perlu diiringi dengan sosialisasi dan komunikasi secara masif di masyarakat. Harapannya, kesadaran masyarakat mengenai manfaat vaksin terus tumbuh.
Oleh
DEONISIA ARLINTA/AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi masyarakat yang beragam membutuhkan pendekatan spesifik dalam sosialisasi mengenai vaksinasi Covid-19. Partisipasi dari RT dan RW serta petugas kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama pun perlu diperkuat.
Berdasarkan Survei Pandangan Masyarakat tentang Vaksinasi Covid-19 yang dilakukan Change.org Indonesia, Katadata Insight Center, dan KawalCovid.id, sebanyak 60,5 persen responden berharap informasi tentang vaksinasi didapatkan secara langsung dari lingkungan terdekat masyarakat, seperti pengumuman dari ketua RT/RW. Selanjutnya, informasi juga diharapkan lebih banyak berasal dari kanal informasi publik non-pemerintah.
Survei tersebut dilakukan pada 6-21 Agustus 2021 dengan melibatkan 8.299 responden. Survei yang dilakukan dengan metode convenience sampling ini bertujuan untuk mengetahui kemauan vaksinasi dan sumber informasi terkait vaksin, masukan terhadap proses vaksinasi, dan pandangan seputar vaksinasi berbayar.
Manajer Riset Katadata Insight Center (KIC) Vivi Zabkie, di Jakarta, Rabu (15/9/2021), menyatakan, survei ini memberikan gambaran bahwa antusiasme masyarakat mulai meningkat untuk mengikuti program vaksinasi Covid-19. Otoritas kesehatan dan profesi kedokteran sebagai pemengaruh juga dinilai bisa dipercaya dalam memberikan afirmasi terkait vaksinasi.
”Ke depan, penting agar informasi terkini tentang vaksinasi tersedia di lingkungan terdekat masyarakat yang bisa disampaikan melalui partisipasi aktif dari ketua RT/RW. Karena itu, peningkatan kapasitas terkait vaksinasi pun perlu dilakukan pada ketua RT dan RW,” tuturnya.
Sekalipun sebagian besar masyarakat berharap informasi terkait vaksin didapatkan dari lingkungan terdekat, survei ini menunjukkan, responden lebih banyak mendapat informasi dari kanal informasi publik nonpemerintah, media sosial pemerintah pusat, dan pemberitaan atau iklan di televisi. Selain itu, informasi banyak didapatkan dari media sosial pemerintah provinsi, media sosial pemerintah kabupaten/ kota, dan koran nasional.
Co-founder KawalCovid19.id Elina Ciptadi menambahkan, selain ketersediaan informasi yang memadai, ketersediaan stok vaksin serta proses vaksinasi juga perlu dipermudah. Masyarakat yang ingin divaksin tapi belum mendapat vaksin menyatakan, proses menjalani vaksinasi masih rumit. Antrean untuk vaksinasi juga panjang dan ramai.
Ke depannya, penting agar informasi terkini tentang vaksinasi tersedia di lingkungan terdekat masyarakat yang bisa disampaikan melalui partisipasi aktif dari ketua RT/RW.
Tidak hanya itu, 17,9 persen dari responden tersebut tidak mengetahui cara ataupun tempat pendaftaran vaksinasi. Sebanyak 15,9 persen responden pun mengaku kehabisan kuota vaksinasi. ”Jangan sampai warga yang antusias untuk divaksinasi jadi putus asa karena sulit mendapatkan informasi terkini atau terhambat karena masalah stok dan prosedur pendaftaran,” kata Elina.
Juru bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, menuturkan, edukasi dan sosialisasi terkait vaksinasi akan terus ditingkatkan. Masih banyak warga salah memahami manfaat vaksin.
Ia mengatakan, informasi disampaikan secara rutin pada masyarakat melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Pelatihan pada satuan tugas di tingkat daerah juga dilakukan untuk memperbaiki strategi komunikasi.
Penyampaian informasi pun akan dibedakan untuk masyarakat urban dan masyarakat rural. Untuk masyarakat urban, edukasi disampaikan melalui media sosial dan media konvensional, seperti media cetak, radio, dan televisi. Sementara masyarakat rural akan diinfokan melalui tim penyuluh, seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kader setempat.
”Kami juga berharap masyarakat bersabar untuk mendapat vaksin. Jumlah vaksin yang tersedia masih sekitar 45 persen dari yang dibutuhkan. Jadi, pelaksanaan vaksinasi masih diberikan berdasarkan prioritas,” kata Nadia.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan, dalam keterangan pers, menilai, vaksin Covid-19 Janssen dari Johnson & Johnson yang cukup satu kali suntikan lebih efisien diberikan kepada masyarakat adat yang tinggal di daerah pedalaman dan penyandang disabilitas. Selain lebih efektif pendistribusiannya, pemantauan kejadian ikutan pasca-imunisasi juga lebih mudah dilakukan.
Indonesia telah menerima 500.000 dosis vaksin Janssen dari Belanda, Sabtu (11/9/2021). Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan izin penggunaan darurat vaksin ini bagi masyarakat berusia 18 tahun ke atas dengan dosis tunggal.
Sejauh ini, BPOM telah menguji tingkat efektivitas vaksin ini yang mencegah gejala Covid-19 secara keseluruhan 67,2 persen. Keunggulan lain vaksin ini adalah hanya disuntikkan satu kali.
Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia Hamid Abidin mengatakan, penggunaan vaksin sekali suntik dari Johnson & Johnson ini, khususnya di luar Jawa, akan membuat vaksinasi lebih efisien karena tak perlu dua kali penyelenggaraan vaksinasi. ”Efisiensi ini bermanfaat bagi pemerintah dan penerima vaksin,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Rukka Sombolinggi menambahkan, vaksin Janssen lebih cocok digunakan di daerah yang warganya tinggal jauh dari kota, seperti masyarakat adat yang memiliki keterbatasan akses kendaraan. Misalnya, di Meratus, Kalimantan Selatan, orang harus berjalan kaki dua hari demi menempuh jarak ke tempat vaksin. ”Jika mereka hanya perlu sekali vaksin, akan sangat membantu,” katanya.