Perlu Sosialisasi Masif untuk Lawan Hoaks Vaksin Covid-19

Hoaks terkait vaksin membuat sebagian masyarakat menolak untuk divaksinasi Covid-19. Sosialisasi serta edukasi informasi yang benar perlu lebih masif dilakukan agar program vaksinasi tidak terganggu.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Vaksinator menyuntikkan dosis pertama vaksin Covid-19 dalam vaksinasi Covid-19 yang diselenggarakan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) di GOR Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (3/6/2021). Vaksinasi tersebut menyasar 1.000 orang setiap hari.

JAKARTA, KOMPAS — Hoaks terkait vaksin Covid-19 beredar luas di tengah masyarakat dan dikhawatirkan membuat masyarakat enggan divaksinasi sehingga dapat memperlambat capaian cakupan kekebalan komunitas. Karena itu, sosialisasi dan informasi yang benar perlu lebih masif diberikan oleh sumber informasi tepercaya.

Pemerhati imunisasi yang juga Sekretaris Eksekutif Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (TAGI), Julitasari Sundoro, menyampaikan, hoaks yang diterima oleh masyarakat merugikan pelaksanaan vaksinasi yang sedang berjalan. Ini berpotensi membuat cakupan vaksinasi menjadi rendah. Masyarakat diharapkan bisa lebih bijak memilih sumber informasi dari institusi yang kredibel dan terpercaya.

”Masyarakat harus mengecek kembali kalau ragu akan informasi yang diterima. Jangan malah langsung menyebarkannya,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (4/6/2021).

Baca juga: Hoaks Vaksinasi Sulitkan Pengurus RT-RW Tepis Keraguan Lansia

Julitasari menambahkan, masyarakat juga sebaiknya tidak takut dan ragu untuk divaksin. Vaksin mengandung antigen dari virus SARS-CoV-2 yang diperlukan untuk membentuk antibodi dalam melawan Covid-19. Efek samping yang timbul setelah vaksinasi, seperti demam atau bengkak di tempat penyuntikan, merupakan hal yang wajar sebagai dampak dari proses pembentukan antibodi dalam tubuh seseorang.

KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY

Warga menerima penyuntikan dosis pertama vaksin Covid-19 di Swiss-Belhotel, Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (2/6/2021). Pemerintah Kota Tangerang Selatan bekerja sama dengan Traveloka untuk menyediakan sentra vaksinasi guna mengejar capaian vaksinasi.

Biasanya, reaksi lokal seperti itu akan hilang selama dua hari setelah vaksin diberikan. Jika ada kondisi yang memang dikeluhkan, sebaiknya penerima vaksin bisa langsung menghubungi nomor kontak yang tertera di kartu vaksinasi.

Baca juga: Menolak Vaksin karena Percaya Hoaks

Dokter spesialis penyakit dalam konsultan alergi imunologi Suzy Maria menambahkan, banyak masyarakat menanyakan aspek keamanan vaksin Covid-19 dan efek samping atau kejadian ikutan pascaimunisasi. Penjelasan soal ini dinilai harus terus disampaikan dengan baik.

”Orang-orang dengan penyakit penyerta justru perlu dilindungi oleh vaksin Covid-19 karena jika terinfeksi virus Covid-19 akan memercepat perburukan penyakit yang diderita. Risiko ini jauh lebih besar apabila tidak divaksin,” katanya.

Pakar virologi dari Universitas Udayana, Bali, I Gusti Ngurah Kade Mahardika, menyampaikan, vaksinasi yang sudah berjalan di berbagai negara membuktikan pandemi bisa lebih terkendali. Kasus Covid-19 di Inggris yang vaksinasinya sudah mencapai 50 persen dari populasi dan Amerika Serikat yang sudah 40 persen menurun.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Vaksinator menyiapkan vaksin AstraZeneca yang digunakan dalam vaksinasi Covid-19 bagi karyawan toko dan pelaku usaha kecil menengah (UKM) di Mal Ciputra, Jakarta Barat, Selasa (25/5/2021).

Kondisi serupa juga sudah terlihat pada tenaga kesehatan di Indonesia. Dengan cakupan vaksinasi pada tenaga kesehatan yang lebih dari 90 persen, kasus kematian akibat Covid-19 pada tenaga kesehatan telah menurun dari sebelum periode vaksinasi.

”Jadi pandemi diharapkan akan segera kita bisa akhiri dengan vaksinasi tentunya dengan cakupan di atas 50 persen dari penduduk, apalagi kalau mencapai lebih dari 70 persen,” kata Mahardika.

Jika terinfeksi virus Covid-19, akan mempercepat perburukan penyakit yang diderita. Risiko ini jauh lebih besar apabila tidak divaksinasi. (Suzy Maria)

Meski demikian, ia menegaskan, sekalipun cakupan vaksinasi di Indonesia melebihi 50 persen, protokol kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan tidak boleh dilonggarkan. Protokol kesehatan ini merupakan upaya pencegahan yang paling efektif.

”Long Covid”

Mahardika menambahkan, masyarakat juga perlu lebih disadarkan soal gejala sisa dari penularan Covid-19 atau yang disebut long covid. Kondisi ini terjadi apabila seseorang masih mengalami gejala Covid-19 meski sudah dinyatakan negatif dari penyakit tersebut.

”Semua jaringan tubuh manusia bisa terinfeksi virus Covid-19 ini. Jadi long covid ini membuat pasien berisiko mengalami kerusakan jaringan tubuh dalam jangka panjang hingga menyebabkan gangguan respons imun dan gangguan saraf. Karena itu, mohon jangan lagi menganggap remeh penyakit Covid-19 ini,” ujarnya.

KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI

Deretan kursi roda disiapkan di depan pintu masuk rumah susun Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah, Kamis (13/5/2021). Di rumah isolasi mandiri yang disediakan pemerintah setempat itu ada enam pasien Covid-19 yang sedang dirawat.

Gejala long covid biasanya dimulai dari pelemahan fisik secara umum, sesak napas, nyeri sendi, nyeri otot, batuk, diare, kehilangan penciuman, dan pengecapan. Pasien laki-laki juga lebih besar peluangnya mengalami dampak long covid.

Baca juga: Waspada ”Long Covid”, Penyintas Covid-19 Masih Perlu Pemeriksaan Lanjutan

Kepala Bagian Pembinaan Fungsi RS Bhayangkara R Said Sukanto Komisaris Besar Yahya yang juga dokter paru, menyampaikan, setidaknya ada 53,7 persen pasien yang merasakan gejala long covid selama satu bulan. Selain itu, 43,6 persen pasien mengalami gejala selama satu sampai enam bulan, dan 2,7 persen mengalami gejala lebih dari enam bulan.

”Memang ada kelemahan seseorang gampang cemas, gampang depresi, ini juga faktor yang membuat seseorang long covid. Pada saat perawatan maupun saat isolasi mandiri, apabila pasien merasakan gejala-gejala setelah dinyatakan sembuh, diharapkan pasien terus berkonsultasi kepada dokter,” tutur Yahya.