Layanan Persalinan Tidak Aman, Keselamatan Ibu dan Bayi Terancam
Sebanyak 76 persen kematian ibu terjadi pada fase persalinan dan pasca-persalinan. Akses pelayanan ibu dan bayi baru lahir terutama persalinan harus ditingkatkan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelayanan persalinan yang tidak aman mengancam keselamatan perempuan dan bayi baru lahir. Karena itu, akses layanan persalinan di fasilitas kesehatan dan penerapan praktik baik layanan kesehatan bagi ibu hamil hingga proses melahirkan perlu ditingkatkan.
Terkait hal itu, menurut Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir, Hari Keselamatan Pasien Sedunia yang diperingati setiap tanggal 17 September menjadi momentum untuk meningkatkan keselamatan ibu dan bayi yang baru lahir. Hari Keselamatan Pasien Dunia tahun ini mengusung tema ”Selamatkan Ibu dan Bayi Baru Lahir”.
Situasi pandemi Covid-19 membuat banyak layanan esensial terhambat, termasuk persalinan. ”Kesadaran global dokter, perawat, rumah sakit, dan masyarakat tentang pentingnya keselamatan ibu dan bayi baru lahir khususnya saat persalinan mesti ditumbuhkan,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, di Jakarta, Selasa (14/9/2021).
Menurut Kadir, akses pelayanan ibu dan bayi baru lahir, terutama persalinan, harus ditingkatkan agar semua ibu memiliki kesadaran untuk melahirkan di fasilitas kesehatan. Upaya lainnya yang harus sejalan, yakni mengadvokasi penerapan praktik terbaik perawatan ibu dan bayi, terutama persalinan, untuk mencegah berbagai risiko.
Kemenkes mencatat 76 persen kematian ibu terjadi pada fase persalinan dan paska-persalinan. Namun, faktor-faktor risiko persalinan terjadi mulai dari fase sebelum dan saat hamil. Beberapa penyebab kematian itu di antaranya perdarahan, hipertensi, dan penyakit penyerta lainnya sehingga membuat bayi sulit dilahirkan.
Selain itu, data Kemenkes menyebutkan lebih dari 62 persen kematian ibu dan bayi terjadi di rumah sakit. Tingginya angka kematian di rumah sakit ini terjadi karena ibu dan bayi terlambat dirujuk atau saat kondisi sudah kritis.
Kesadaran global dokter, perawat, rumah sakit, dan masyarakat tentang pentingnya keselamatan ibu dan bayi baru lahir khususnya saat persalinan mesti ditumbuhkan.
Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan mampu menangani kasus komplikasi ibu dan bayi. Saat ini Kementerian Kesehatan membangun rumah sakit Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED).
”Mulai tahun depan, puskesmas PONEK juga akan dilengkapi dengan USG (ultrasonografi) sehingga dapat lebih cepat mendeteksi kelainan saat kehamilan dan tidak menyulitkan saat persalinan,” tuturnya.
Dalam upaya penyelamatan ibu dan bayi, Kemenkes juga melakukan langkah-langkah penguatan di daerah dengan melibatkan masyarakat antara lain dengan mengaktifkan Desa Siaga. Setiap kepala desa harus bisa mendata dan memetakan siapa saja perempuan di desa itu yang hamil sehingga dapat langsung dilakukan tindakan jika terdapat masalah.
Langkah penguatan lain yang dilakukan antara lain pemenuhan standar pelayanan minimal kesehatan ibu dan bayi bersama Kementerian Dalam Negeri, peningkatan koordinasi dengan organisasi profesi untuk pemerataan sumber daya alam, hingga optimalisasi pemanfaatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
”Kami berharap juga ada penguatan pelayanan darah karena salah satu penyebab kematian ibu yakni pendarahan. Semua pasien yang melahirkan dan berisiko terjadinya pendarahan harus dijamin kebutuhan darahnya. Diharapkan di daerah atau rumah sakit minimal ada bank darah dan setiap kabupaten ada unit transfusi darah,” kata Kadir.
Selain itu, puskemas mesti memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan atau anteatal care (ANC) terstandar untuk ibu hamil. Sementara rumah sakit perlu meningkatkan waktu tanggap darurat operasi sesar kurang dari 30 menit sejak diputuskan sampai dimulainya inisiasi di kamar operasi.
Pemisahan zona
Ketua Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP) Bambang Tutuko mendorong setiap ibu hamil untuk tidak takut melahirkan di rumah sakit meski masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Sebab, setiap rumah sakit melakukan pemisahan zona, memberikan kuesioner, dan seluruh penerapan protokol kesehatan Covid-19.
”Untuk pasien yang akan dirawat atau menjalani operasi juga harus menjalani pemeriksaan PCR (metode reaksi rantai polimerase) satu hari sebelumnya. Jadi, mereka yang masuk ke rumah sakit sudah benar-benar aman untuk pasien, begitu juga dengan tenaga kesehatan. Kami juga membatasi jumlah pendamping untuk pasien,” ucapnya.
Untuk mengurangi risiko paparan Covid-19 maupun penyakit lain, fasilitas kesehatan juga mengembangkan sistem pelayanan secara daring. ”Pasien, baik ibu maupun anak, bisa bertemu dengan para tenaga kesehatan secara online beserta data laboratoriumnya. Jadi, bukan hanya data anamnesa, melainkan juga data pemeriksaan penunjang bisa didapatkan secara online,” tambahnya.