Jam sirkadian atau jam biologis tubuh merupakan faktor penting dalam asma. Ini diduga terkait aktivitas paru-paru yang aktif pada siang hari saat manusia berkegiatan.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekitar tiga perempat orang dengan asma melaporkan bahwa gejala mereka memburuk pada malam hari. Fenomena yang tercatat sejak abad ke-17 tersebut sejauh ini tidak diketahui alasannya dengan jelas. Penelitian terbaru menunjukkan, hal ini disebabkan beberapa kesalahan pada ritme sirkadian atau jam biologis tubuh daripada perilaku atau lingkungan.
Hasil kajian ini dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) pada Senin (6/9/2021). Penelitian yang dipimpin Frank Scheer dari Bringham and Women’s Hospital dan Steven Shea dari Oregon Institute of Occupational Health Sciences ini menyimpulkan, semakin kuat ritme sirkadian seseorang, semakin besar kemungkinan mereka mengalami peningkatan gejala asma ketika siap untuk tidur.
Dalam kajian ini, para peneliti mengamati orang-orang yang tidak menggunakan obat steroid, tetapi menggunakan inhaler bronkodilator ketika mengalami gejala asma. Sebanyak 17 peserta penelitian kemudian mengikuti eksperimen dengan mengubah pola tidur mereka untuk mengganggu jam biologis mereka.
Satu kelompok mengubah ke siklus bangun dan tidur 28 jam, dipertahankan selama satu minggu di bawah pencahayaan konstan, membuat mereka tidak sinkron dengan kondisi siang dan malam. Yang lain tetap terjaga selama 38 jam di bawah cahaya redup sambil makan setiap dua jam.
Penulis tidak beranggapan ritme sirkadian merupakan faktor keseluruhan dari meningkatnya gejala asma di malam hari.
Ketika pada siklus 24 jam normal, gejala asma peserta memburuk saat bangun dan sesaat sebelum tidur. Namun, pada siklus 28 jam, asma menjadi paling parah pada pukul 04.00, yaitu 20-22 jam setelah bangun tidur.
Di satu sisi, orang akan tidur melalui kesulitan bernapas ringan dan mungkin tidak menyadari adanya titik kritis selama tidur. Di sisi lain, kematian akibat asma paling sering terjadi pada malam hari, jadi gejala pada jam tersebut tidak boleh diabaikan.
”Ini adalah salah satu studi pertama yang secara hati-hati mengisolasi pengaruh sistem sirkadian dari faktor-faktor lain yang bersifat perilaku dan lingkungan, termasuk tidur,” kata Scheer dalam pernyataan pers.
Shea menambahkan, ”Kami mengamati bahwa orang-orang yang memiliki asma terburuk secara umum adalah orang-orang yang menderita penurunan fungsi paru akibat sirkadian terbesar pada malam hari, dan juga memiliki perubahan terbesar yang disebabkan oleh perilaku, termasuk tidur.”
Temuan ini memiliki implikasi langsung untuk pengobatan. Menurut Shea, ketika dipelajari di laboratorium, penggunaan inhaler bronkodilator yang dipicu oleh gejala sebanyak empat kali lebih sering pada malam sirkadian daripada siang hari.
Seperti diketahui, paru-paru kita bekerja secara berbeda pada malam hari. Penjelasan mengenai hal ini masih belum pasti, tetapi diduga karena manusia berevolusi untuk aktif di siang hari sehingga fungsi paru-paru kita paling baik di siang hari. Resistensi saluran napas meningkat sepanjang malam, dan efek itu lebih terasa pada penderita asma.
Dalam kajian ini, penulis tidak beranggapan ritme sirkadian merupakan faktor keseluruhan dari meningkatnya gejala asma di malam hari. Banyak faktor perilaku dan lingkungan, termasuk olahraga, suhu udara, postur, dan lingkungan tidur, diketahui memengaruhi keparahan asma. Namun, kajian menemukan jam tubuh kita memberikan kontribusi penting.
Salah satu kelemahan penelitian eksperimental ini adalah ukuran sampel yang relatif kecil. Peneliti menyarankan untuk melakukan kajian dengan sampel lebih besar untuk benar-benar mengonfirmasi temuan tersebut.
Kurangi keparahan
Secara terpisah, sejumlah ahli asma dari The British Lung Foundation dalam asthma.org.uk, memberikan memberikan sejumlah rekomendasi untuk mengurangi gejala gejala asma di malam hari. Di antaranya menggunakan semprotan hidung atau dekongestan untuk membuka sumbatan hidung. Namun, disarankan hal ini diuji ini pada siang hari terlebih dahulu karena beberapa orang menemukan produk dekongestan yang mengandung kayu putih justru memicu gejala asma mereka.
Selain itu, coba gunakan penutup tempat tidur anti alergi dan jauhkan hewan peliharaan dari kamar tidur. Coba gunakan pembersih udara untuk membantu mengatasi gejala alergi yang memicu asma dan hindari makanan atau minuman pemicu asma menjelang waktu tidur, seperti kafein dan alkohol. Cara lain adalah bersantai dan menghilangkan stres sebelum tidur menggunakan latihan pernapasan dan yoga.
Untuk pencegahan adalah tetap seaktif mungkin pada hari itu untuk meningkatkan kekuatan paru-paru dan meningkatkan sistem kekebalan Anda. Jika perlu, tanyakan kepada dokter umum atau perawat asma jika Anda memerlukan dukungan dengan olahraga.