Biaya Tes Antigen di Jawa dan Bali Turun Menjadi Rp 99.000
Pemerintah memutuskan menurunkan biaya tes antigen menjadi Rp 99.000 untuk daerah Jawa dan Bali serta Rp 109.000 untuk luar Jawa dan Bali.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah mengevaluasi batasan tarif tertinggi pemeriksaan kasus Covid-19 dengan menggunakan tes diagnostik cepat atau RDT antigen. Berdasarkan hasil evaluasi itu, pemerintah memutuskan menurunkan batas tarif tertinggi tes diagnostik cepat atau RDT antigen menjadi Rp 99.000 untuk wilayah Jawa dan Bali.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir mengemukakan, evaluasi dilakukan melalui perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RDT antigen yang terdiri atas sejumlah komponen. Biaya tersebut meliputi, antara lain, jasa pelayanan, barang habis pakai, administrasi, dan biaya lainnya yang disesuaikan saat ini.
”Dari hasil evaluasi, kami menyepakati bahwa batas tarif tertinggi pemeriksaan RDT antigen diturunkan menjadi Rp 99.000 untuk daerah Jawa dan Bali serta Rp 109.000 untuk luar Pulau Jawa dan Bali,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, di Jakarta, Rabu (1/9/2021).
Dengan dikeluarkannya keputusan ini, Kementerian Kesehatan meminta semua fasilitas pelayanan kesehatan, baik rumah sakit, laboratorium, maupun fasilitas pemeriksaan kesehatan lainnya mematuhi batasan tarif tertinggi tersebut. Kepala dinas kesehatan di setiap daerah juga diminta membina dan mengawasi pemberlakuan keputusan ini.
Aturan batasan tarif tertinggi RDT antigen sebelumnya ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kemenkes Nomor: H.K.02.02/1/4611/2020 pada Desember 2020. Dalam surat edaran tersebut ditetapkan bahwa batas tarif tertinggi untuk tes antigen adalah Rp 250.000 untuk Pulau Jawa dan Rp 275.000 untuk luar Jawa.
Tidak membedakan
Menurut Kadir, pemerintah tidak membedakan harga produksi antigen dalam negeri dan luar negeri. Dalam pertimbangan keputusan penurunan batas tarif tertinggi tes antigen tersebut, pemerintah hanya mengambil acuan harga pada katalog elektronik (e-katalog).
Dari hasil evaluasi, kami menyepakati batas tarif tertinggi pemeriksaan RDT antigen diturunkan menjadi Rp 99.000 untuk daerah Jawa dan Bali serta Rp 109.000 untuk luar Pulau Jawa dan Bali.
”Semua RDT antigen yang beredar di pasar telah dilakukan semacam validasi oleh tim Litbangkes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes) sejauh mana sensitivitas dan spesivitasnya dengan standar 95 persen. Jadi, RDT antigen yang memenuhi syarat itu yang akan diberikan izin edar sehingga bisa memberikan jaminan bahwa kualitas antigen bisa dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
Kadir mengatakan, batasan tarif tertinggi RDT antigen akan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan pasar.
Direktur Pengawasan Bidang Pertahanan dan Keamanan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Faisal menuturkan, perhitungan yang dilakukan BPKP telah mempertimbangkan penurunan harga pasar terhadap bahan yang digunakan dalam pemeriksaan tes antigen. Penurunan ini juga mempertimbangkan sumber harga yang berasal dari hasil audit, e-katalog dan harga pasar saat ini.
”Sekarang banyak antigen berhasil diproduksi dalam negeri. Ini berkontribusi membuat harga antigen di pasar lebih bersaing,” ungkapnya.
Pertimbangan lain dalam penurunan harga tes antigen ini, lanjut Faisal, adalah adanya izin edar dari Kemenkes. Oleh karena itu, ia meyakini bahwa kualitas tes antigen tetap akurat dan berkualitas meski harganya diturunkan karena telah mendapat izin edar.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia telah menyetujui penggunaan tes antigen untuk Covid-19 yang berbiaya murah dan bisa memberikan hasil dalam 15 hingga 30 menit. Indonesia diharapkan bisa memanfaatkan terobosan teknologi ini guna mengejar kekurangan pemeriksaan.
”Tes cepat berkualitas tinggi (antigen) bisa menunjukkan kepada kita di mana virus bersembunyi yang merupakan kunci untuk melacak dan mengisolasi kontak dengan cepat dan memutus rantai penularan,” kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam keterangan tertulis, Selasa (28/9/2020).
Tonang Dwi Ardyanto, pengurus pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS Patklin), mengatakan, Indonesia harus membenahi tes Covid-19, dengan memakai metode tes berbeda sesuai proporsinya. ”Tes PCR (reaksi rantai polimerase) tetap yang terbaik dan kita harus terus berupaya meningkatkan kapasitas, tetapi tes antigen memang bisa dipakai, dengan sejumlah syarat,” ungkapnya.
Mengacu pada panduan WHO, selain jika telah terjadi persebaran di komunitas yang luas sementara kemampuan PCR terbatas, tes antigen juga disarankan untuk komunitas yang cenderung tertutup, misalnya di asrama, perkantoran, dan penjara. Hal tersebut juga bisa dilakukan jika terjadi lonjakan kasus yang tinggi yang membuat waktu tunggu tes PCR menjadi terlambat.
Dengan memakai antigen, beban penumpukan sampel di laboratorium PCR bisa dikurangi. Selain memeriksa semua orang dengan riwayat kontak, idealnya tes massal dilakukan secara aktif untuk menemukan kasus baru yang mungkin luput dari proses pelacakan (Kompas.id, 30 September 2020).