Akselerasi Vaksinasi Warga Lansia Butuh Sistem Dukungan yang Kuat
Meski punya risiko besar untuk terpapar Covid-19 dan termasuk kelompok prioritas vaksinasi, cakupan vaksinasi warga lansia di Indonesia masih rendah.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cakupan vaksinasi Covid-19 untuk warga lansia masih jauh tertinggal. Padahal, warga lansia adalah kelompok prioritas yang berisiko tinggi terinfeksi Covid-19. Percepatan cakupan vaksinasi warga lansia akan membutuhkan lingkungan sekitar yang juga mendukung dan membantu, terutama keluarga.
”Seharusnya vaksinasi warga lansia sudah selesai Juli 2021. Tapi, kenyataannya cakupannya masih rendah,” kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi dalam diskusi yang diadakan oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) di Jakarta, Jumat (13/8/2021).
Pemerintah telah menargetkan 21,5 juta jiwa warga lansia untuk divaksin Covid-19. Akan tetapi, per 12 Agustus 2021, baru 23,1 persen atau 4,9 juta jiwa warga lansia yang telah mendapat satu dosis vaksin Covid-19 dan baru 15,7 persen atau 3,3 juta jiwa yang sudah menerima dua dosis.
Nadia memaparkan, proporsi warga lansia dalam kasus Covid-19 di Indonesia sekitar 12 persen. Akan tetapi, 50 persen kasus meninggal akibat Covid-19 berasal dari kelompok lansia. Risiko warga lansia meninggal oleh Covid-19 empat kali lebih besar dari risiko kelompok umur lain secara nasional.
Redaktur senior The Jakarta Post Endy Bayuni, yang menjadi penanggap dalam acara itu, menyampaikan, meyakinkan masyarakat termasuk warga lansia untuk mau divaksin menjadi tantangan yang tidak mudah. Terlebih masih ada warga yang bersikap fatalistik yang tidak percaya Covid-19 itu ada dan akhirnya tidak mau divaksin.
”Ada lansia, seperti saya, yang berpendapat di usia yang sudah senja ini kalau terinfeksi Covid-19 paling sakit atau meninggal. Fatalistik begitu,” ujar Endy.
Warga lansia cenderung untuk lebih percaya informasi di media sosial atau yang beredar antarsesama warga lansia di kelompok sebaya mereka. Menghadapi kondisi seperti itu, ujar Endy, media massa perlu lebih kreatif untuk menyebarluaskan informasi yang benar tentang pandemi Covid-19 dan vaksinasi Covid-19 dan mendorong warga lansia mau divaksin.
Menurut survei yang dilakukan terhadap 3.000 warga lansia yang belum divaksin di Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 25,4 persen warga lansia belum divaksin karena alasan memiliki penyakit penyerta, 14 persen memang tidak mau divaksin, dan 13,4 persen masih menunggu jadwal. Ada juga 12,9 persen warga lansia yang mengaku takut divaksin.
Ada lansia, seperti saya, yang berpendapat di usia yang sudah senja ini kalau terinfeksi Covid-19 paling sakit atau meninggal. Fatalistik begitu.
Direktur PT AstraZeneca Indonesia Rizman Abudaeri mengatakan, berkaca pada studi di Inggris dan Skotlandia, vaksin Covid-AstraZeneca efektif mencegah kasus berat dan kematian pada warga lansia dengan penyakit penyerta. ”Justru efek samping vaksin pada warga lansia yang sudah menerima dua dosis lebih ringan,” katanya.
Juru Bicara PT Bio Farma Bambang Heriyanto menuturkan, keberhasilan vaksinasi Covid-19 pada warga lansia memerlukan sistem dukungan yang kuat dari orang-orang sekitarnya. ”Anak harus membantu orangtuanya yang lansia untuk divaksin,” katanya.
Benny Yoshawirja, anak dari Eddy Yoshawirja yang merupakan warga lansia tertua penerima vaksin Covid-19 di Indonesia, mengatakan, ayahnya yang sudah berusia 100 tahun dan memiliki riwayat sakit ginjal tidak merasakan gejala apa pun setelah divaksin. ”Sebelum memutuskan apakah bapak akan divaksin atau tidak, kami berkonsultasi dulu dengan beberapa dokter,” katanya.
Menurut Benny, keluarga memutuskan ayahnya divaksin dengan pertimbangan memberikan perlindungan dari penyakit Covid-19. Ketika sempat terinfeksi Covid-19 pun, saturasi oksigen Eddy tidak pernah turun di bawah 90 persen.