Gugurnya Pejuang di Balik Layar Perang Melawan Korona
Novilia Sjafri Bachtiar (52), Kepala Divisi Surveilans dan Riset Klinis PT Bio Farma, gugur setelah berjuang melawan virus korona baru yang menyerang tubuhnya. Dia ikut menyelamatkan nyawa jutaan orang Indonesia.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA/TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
Di tengah pandemi Covid-19 yang semakin mengganas, Indonesia kehilangan satu per satu peneliti terbaiknya. Kali ini, Novilia Sjafri Bachtiar (52), peneliti vaksin juga Kepala Divisi Surveilans dan Riset Klinis PT Bio Farma, gugur setelah berjuang melawan virus korona baru yang menyerang tubuhnya.
Novilia mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Santosa, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/7/2021) dini hari. Jenazahnya dimakamkan di Cimahi, Rabu pagi.
Selain menjadi peneliti di Bio Farma, ibu tiga anak itu juga dosen luar biasa di Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Penyebab wafatnya karena terpapar Covid-19 dibenarkan Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi. ”Iya, betul,” tulisnya melalui aplikasi pesan.
Novilia merupakan peneliti yang produktif. Ia telah menghasilkan 23 publikasi internasional, 16 publikasi nasional, serta ikut menulis dua buku di Indonesia dan empat buku internasional mengenai vaksin.
Karier penelitiannya di Bio Farma dimulai pada 2001 sebagai staf Departemen Uji Klinis. Sejumlah jabatan penting pernah diembannya, seperti Kepala Laboratorium Nasional Campak, Kepala Departemen Uji Klinis, dan Ketua Tim Advokasi Vaksin.
Sejak Agustus 2020, Novilia disibukkan dengan proses uji klinis fase tiga vaksin Covid-19 produksi Sinovac, China, di Bandung. Ini merupakan langkah awal menemukan vaksin untuk melawan virus korona yang kini sudah disuntikan bagi jutaan orang Indonesia.
Di mata koleganya, Novilia merupakan peneliti yang komplet. Pengetahuannya luas, rajin membaca penelitian terbaru, produktif melahirkan publikasi ilmiah, serta komunikasinya terstruktur sehingga mudah dipahami.
Jika ada pemberitaan mengenai sukarelawan yang mengalami gejala (sakit), dia pasti telepon atau kirim pesan untuk memastikan keamanannya. Dia sangat teliti dan fokus sampai tuntas. (Rodman Tarigan)
Juru bicara Uji Klinis Vaksin Covid-19, yang juga dosen Universitas Padjadjaran, Rodman Tarigan mengatakan, dalam setahun terakhir, perhatian Novilia tidak pernah lepas pada proses uji klinis vaksin. Bukan sekadar mengamati efikasi vaksin, melainkan juga keselamatan para sukarelawan.
”Jika ada pemberitaan mengenai sukarelawan yang mengalami gejala (sakit), dia pasti telepon atau kirim pesan untuk memastikan keamanannya. Dia sangat teliti dan fokus sampai tuntas,” katanya.
Rodman mengenal Novilia sejak masih menjadi mahasiswa. Mereka menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Unpad angkatan 1988. Opi adalah nama panggilan Novilia di kampus. Ia dikenal rajin dan cerdas. Lulus pada 1992 dengan indeks prestasi kumulatif di atas 3,5.
Rodman mengatakan, sejak mahasiswa, Novilia selalu serius mengikuti kuliah di kelas dan laboratorium. Namun, tidak canggung diajak bercanda. Selain itu, dia selalu rendah hati dan jarang menonjolkan diri sendiri.
Dalam pertemuan tim peneliti uji klinis vaksin Sinovac, misalnya, Novilia sering mengajukan ide-ide segar untuk memaksimalkan uji klinis. Rodman mengatakan, Novilia beberapa kali diundang peneliti tingkat internasional dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pembicara terkait penelitian vaksin.
”Tanpa mengurangi rasa hormat kepada peneliti lain, boleh dikatakan Novilia merupakan pahlawan di balik layar dalam penelitian vaksin. Negeri ini sangat kehilangan atas kepergiannya,” ujarnya.
Rodman menambahkan, Novilia juga kerap menebarkan optimisme kepada peneliti lainnya dalam mengatasi pandemi. Salah satunya menyediakan vaksin sehingga menjadi benteng perlindungan menciptakan kekebalan kelompok di tengah masyarakat.
”Dalam beberapa kali obrolan, Opi selalu yakin Bio Farma bisa sejajar dengan produsen vaksin dunia agar berperan strategis dalam mengendalikan pandemi. Ini yang patut diteladani bersama,” ujarnya.
Novilia adalah satu di antara ribuan pejuang kesehatan yang gugur melawan keganasan Covid-19. Berdasarkan data Laporcovid19, terdapat lebih dari 1.000 orang wafat. Mereka di antaranya berprofesi sebagai dokter, perawat, bidan, rekam radiologi, epidemiolog, apoteker, tenaga farmasi, petugas ambulans, dan sanitarian. Mereka gugur dalam tugas demi keselamatan manusia Indonesia lainnya.
Pertengahan Juni lalu, tim peneliti Ventilator Portabel Indonesia (Vent-I), Ike Sri Redjeki, wafat setelah terpapar Covid-19. Ike juga dosen Fakultas Kedokteran Unpad.
Perancang Vent-I, Syarif Hidayat, mengatakan, Ike beperan penting mengembangkan ventilator tersebut untuk digunakan di dunia kesehatan. Salah satunya memeriksa desain sesuai dengan kebutuhan medis dan menyosialisasikannya kepada sejumlah dokter.
Kami sangat kehilangan, begitu juga dunia kesehatan, khususnya pada masa pandemi ini. Kami akan meneruskan semangat beliau dengan berinovasi menyempurnakan ventilator menjadi kelas ICU. (Syarif Hidayat)
”Kami sangat kehilangan, begitu juga dunia kesehatan, khususnya pada masa pandemi ini. Kami akan meneruskan semangat beliau dengan berinovasi menyempurnakan ventilator menjadi kelas ICU (intensive care unit),” ujarnya.
Banyaknya tenaga kesehatan dan peneliti yang gugur menjadi salah satu bukti ancaman nyata Covid-19. Hingga Rabu malam, Covid-19 telah menjangkit lebih dari 2,37 juta orang di Indonesia. Sejumlah 1,9 juta orang sembuh dan 62.000 orang meninggal.
Akan tetapi, kengerian serangan Covid-19 belum membuat semua warga peduli untuk mencegahnya. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat yang diterapkan sejak 3 Juli lalu masih diwarnai banyak pelanggaran.
Di Jabar, misalnya, terdapat 1.030 pelanggar dalam operasi yustisi pada 3-4 Juli. Sejumlah 627 pelanggar di antaranya diberi sanksi, mulai dari teguran hingga denda dan penyegelan.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengakui terjadi kerancuan di tengah warga mengenai pembagian sektor kritikal, esensial, dan nonesensial. Imbasnya, masih ada karyawan yang bekerja di kantor meskipun seharusnya menerapkan sistem bekerja dari rumah.
”Kami akan menindak pihak (sektor nonesensial) yang tidak melaksanakan WFH (work from home) 100 persen, termasuk industri yang membandel,” ujarnya.
Saat pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda mereda, disiplin menjalankan protokol kesehatan seharusnya menjadi langkah kecil yang berdampak besar untuk mencegah meluasnya penularan virus korona. Upaya ini juga bentuk empati sekaligus penghormatan kepada pejuang kesehatan yang telah bertaruh nyawa agar pandemi tidak semakin parah.