Pemerintah Luncurkan Vaksinasi Covid-19 bagi Anak Usia 12-17 Tahun
Peringatan Hari Keluarga Nasional ke-28 menjadi momentum peluncuran vaksinasi Covid-19 bagi anak usia 12-17 tahun. Vaksinasi di empat titik di tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Bangka Belitung.
Oleh
mawar kusuma wulan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional ke-28 menjadi momentum peluncuran vaksinasi Covid-19 bagi anak usia 12-17 tahun. Vaksinasi bagi anak-anak dan juga bagi ibu menyusui ini dilakukan serentak di empat titik di tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Kepulauan Bangka Belitung. Hari Keluarga Nasional juga menjadi momentum untuk bersama-sama mencegah stunting.
Dalam sambutan pada Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional dengan tema ”Keluarga Keren Cegah Stunting”, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menekankan bahwa vaksinasi dapat menjadi terobosan (game changer) di masa pandemi Covid-19. Dengan makin banyaknya vaksin yang tersedia, pemerintah sedang menggenjot agar target 1-2 juta vaksinasi per hari dapat tercapai.
”Saya menyambut baik dimulainya program vaksinasi bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 12-17 tahun yang dikategorikan sebagai kelompok sasaran yang lebih rentan terhadap pandemi Covid-19,” ujar Wapres Amin yang hadir secara virtual pada Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional yang diselenggarakan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Selasa (29/6/2021).
Peran BKKBN sebagai lembaga yang sangat dekat dengan pembinaan keluarga, Wapres Amin melanjutkan, sangat tepat untuk menjadi ujung tombak pelaksanaan vaksinasi yang menyasar anggota keluarga inti, termasuk anak-anak.
Bagi ibu hamil, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyebut bahwa pelaksanaan vaksinasi tersebut masih dalam proses kajian dan akan segera menyusul diluncurkan.
”Sedangkan untuk ibu hamil masih dalam kajian dalam waktu dekat, semoga bisa dilakukan secepatnya. Dan, ibu nifas atau ibu menyusui bisa dilakukan hari ini,” kata Hasto dalam sambutan secara virtual dari salah satu lokasi pelaksanaan vaksinasi anak di Kampung KB Muara Kota Bogor, Jawa Barat.
Wapres Amin menyebut Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) telah memberikan rekomendasi pemberian vaksin kepada ibu hamil, terutama ibu hamil berisiko tinggi, yaitu usia di atas 35 tahun, memiliki BMI (indeks berat badan) di atas 40, dengan komorbid diabetes dan hipertensi, serta tenaga kesehatan yang sedang hamil. Untuk ibu hamil dengan risiko rendah, vaksinasi Covid-19 dapat dilakukan setelah berkonsultasi dengan dokter dan bersedia atas pilihannya sendiri.
Dalam kesempatan tersebut, Wapres Amin juga menyampaikan penghargaan kepada Kepala Badan POM dengan dukungan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang dalam waktu singkat telah mengeluarkan rekomendasi pemakaian vaksin produksi PT Bio Farma untuk digunakan pada anak usia 12-17 tahun. Keputusan ini dinilai sangat tepat, mengingat mortalitas penderita Covid-19 usia 10-18 tahun cukup tinggi, yaitu 30 persen.
Mengutip pernyataan POGI, Wapres Amin menyampaikan bahwa penundaan kehamilan tidak disarankan pada ibu yang telah mendapatkan vaksinasi Covid-19 secara lengkap. Vaksinasi tidak berpengaruh pada infertilitas.
Ketahanan keluarga
Wapres Amin juga menegaskan bahwa ketahanan keluarga adalah hal yang memungkinkan terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. SDM unggul berasal dari keluarga hebat yang mempunyai ketahanan keluarga yang mumpuni. Semakin baik ketahanan keluarga, maka semakin baik pula kemampuan keluarga dalam menghadapi perubahan akibat pandemi dan pascapandemi.
”Untuk dapat melalui masa sulit ini, hendaknya keluarga Indonesia jangan berputus asa. Kita bisa melewati masa sulit ini dengan menyatukan hati dan bekerja bersama untuk menumbuhkan lagi semangat baru yang dimulai dari keluarga, oleh keluarga, dan untuk keluarga,” ucap Wapres Amin.
Selain pandemi Covid-19, Hasto menambahkan bahwa keluarga Indonesia juga menghadapi tantangan risiko anak stunting atau keadaan tubuh yang sangat pendek karena kekurangan gizi. Stunting (tengkes) tidak hanya mengancam fisik dan kecerdasan, tetapi juga sangat memengaruhi masa depan terkait kesehatan dan produktivitas. ”Keluarga sebagai garda terdepan dalam mencegah stunting,” ujarnya.
Saat ini, menurut Wapres Amin, satu dari empat anak balita di Indonesia mengalami tengkes. Kondisi ini disebabkan oleh kurang gizi yang cukup lama dan infeksi berulang. Data hasil Survei Status Gizi Indonesia yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada 2019 menyebut prevalensi tengkes pada anak balita tercatat 27,76 persen.
Intervensi gizi
Sejak 2018, pemerintah berupaya menurunkan prevalensi tengkes. Salah satunya adalah dengan menajamkan berbagai intervensi gizi untuk menyasar ibu hamil dan anak usia 0-23 bulan. Pemerintah juga menggiatkan berbagai intervensi yang mendukung peningkatan kualitas gizi dan kesehatan, seperti akses air, sanitasi, pendidikan anak usia dini, akses pangan bergizi, serta perilaku hidup bersih dan sehat.
”Semua intervensi tersebut tidak akan efektif jika keluarga tidak mengambil peran aktif untuk memperhatikan kualitas hidupnya. Keluarga memiliki peran signifikan dalam pencegahan ataupun penanggulangan stunting karena masalah gizi sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup keluarga,” ucap Wapres Amin.
Menurut Hasto, Presiden Joko Widodo telah memberikan tugas baru bagi BKKBN untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan target percepatan penurunan tengkes hingga 14 persen pada 2024. Dalam situasi pandemi dengan uang fiskal terbatas dan dengan kemampuan terbatas, BKKBN berusaha mempercepat penurunan tengkes dengan intervensi status nutrisi semua calon ibu dan pasangan subur.
”Harus dilakukan screening terkait status nutrisi agar hamil dalam keadaan sehat tidak melahirkan anak yang stunting,” tambahnya.
BKKBN juga mengawal ibu hamil agar janin sehat dan mengawal pertumbuhan bayi dari sejak lahir hingga 1.000 hari kehidupan pertama. Langkah penting yang telah dilakukan adalah melakukan pendataan keluarga pada 2021 dengan target 71.856.849 juta keluarga yang sudah selesai 96,78 persen. Pendataan ini juga termasuk menyasar kepala keluarga dengan keluarga rawan risiko tinggi melahirkan stunting sehingga bisa dicegah agar tidak melahirkan stunting.
Wapres Amin mengingatkan bahwa penanganan percepatan penurunan prevalensi tengkes memerlukan kerja sama dan koordinasi berbagai kementerian dan lembaga terkait.
”Kita semua merasa prihatin bahwa saat ini kita masih mengalami pandemi Covid-19, bahkan dengan jumlah kasus yang naik begitu tinggi dalam minggu-minggu terakhir ini. Meski demikian, saya ingin memastikan bahwa pelayanan gizi dan kesehatan, terutama untuk anak dan ibu hamil, tidak terhenti agar sasaran penurunan prevalensi stunting dapat dicapai,” tambahnya.